Tidak ada yang namanya permusuhan abadi karena seterumu pasti punya sesuatu yang tak kau punyai namun kau sangat membutuhkan hal itu. Tepat dua hari setelah ia dan Troi menjadi sepasang kekasih dan lelaki itu harus pergi lagi, Jordan menelponnya dan menyuruh Helena untuk datang ke butik miliknya, meminta Helena untuk mengatur ulang interior dan memilih item mana yang pantas untuk dipajang di display kaca depan. Rumah mode milik Jordan menjual upscale clothing brands yang tak banyak ditemui di kota Jakarta. Dindingnya yang di cat putih minimalis cocok dengan ubin terrazzo yang berkesan klasik. Helena sudah mengira-ngira apa hendak dilakukannya: mungkin menambahkan backdrop yang bersih dan fresh, lalu mengganti sofa lama dengan sofa bewarna tanah dan menempatkan beberapa pot tanaman hijau. Ia harap desain yang baru bisa menghadirkan suasana rileks serta mengundang orang untuk datang.
"Kau jadi anak buahku sekarang," kata Jordan dengan ekspresi menakut-nakuti.
Helena menaikkan bahunya tak peduli. "Ok, whatever you say, boss." Dirinya butuh uang dan Jordan punya pekerjaan untuknya. Perseteruan di masa lalu biarlah menjadi legenda.
Jordan tau kalau Helena tak pernah takut dengan apapun juga, bahkan setelah ia tak punya apa-apa, wanita kecil itu tak membiarkan orang lain menginjak-nginjaknya. Ia kemudian menyuruh Helena untuk datang besok hari dan sebelum pulang, Jordan memberikan upah asisten tempo hari dan sepasang heel cantik, platform sandal Jimmy Choo yang berbahan beludru.
Helena menatap perempuan di depannya dengan keraguan, ia berkata kalau Jordan seharusnya tau meskipun ia bekerja sampai mati, ia tetap tak punya uang yang cukup untuk mengganti sepatu itu. Jordan bilang Helena harus terus hidup untuk membayar hutang-hutangnya, pada dirinya dan kepada siapaun yang pernah disakitinya.
Seminggu sudah ia bekerja untuk Jordan dan merindukan Troi ketika Sky datang bersama pacar barunya, Tasya yang sepuluh tahun lebih muda, mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta atau yang seperti diakuinya pada Helena. Gadis manis itu senang menggelayut manja lengan Sky dan hobi menyentil hidung pacarnya setiap lelaki itu tertawa. Kikiknya membuat Helena tak nyaman dan dalam pandangannya Sky juga merasakan hal yang sama, bedanya Sky bisa melupakan rasa jengkel itu sejenak di tempat tidur.
Si nomor dua membawakan Helena sebuah kotak persegi bewarna hitam, berpita satin dengan embosan emas sebuah merk pakaian terkenal yang ditulis di bagian tengah kotak. Helena mengenalinya tentu saja, karena ia dulu juga punya koleksi dress dan kardigannya yang iconic, dan ketika Sky bilang kalau itu adalah gaun bridesmaid-nya, Helena langsung terharu.
"Rhum yang memilihkannya untukmu," kata Sky, ia menyela Helena yang hampir menangis merasakan kembali halusnya kain mahal di bawah jemarinya.
"Rhum juga bilang kalau dress itu memang cocok untuk orang pendek."
Air mata yang hampir tergenang langsung kering seketika. "Katakan pada adikmu, sekali lagi aku dihinanya aku tak akan segan memukul, tak peduli dia punya kakak seorang tentara."
Sky tertawa mendengar ancaman Helena. Lelaki itu memang kurang ajar tapi mematahkan hati yang tengah bergembira rasanya sangat keterlaluan. Helena sekarang jadi mengerti kenapa Sky bisa berganti pacar setiap minggunya. Helena diselipi rasa kasihan bagi siapa saja wanita yang mendapatkan kesialan jika nanti bisa menikah dengan playboy cap badak satu ini.
Sebelum pasangan itu pergi, Sky menyelipkan sebuah tiket kelas bisnis untuk penerbangan ke Bali tertanggal dua hari sebelum pernikahan Edgar.
"Jangan salah paham Helene, bukannya aku tak mau kau berangkat dengan mi familia, tapi nenekku sedikit gila, aku takut kau dilemparkan ke laut jika terbang bersamanya."