Rasa putus asa mulai menyeruak tatkala jarum jam di dashboard menunjukkan pukul 00.15 dinihari. Ibukota terlalu luas untuk diputarinya demi mencari seorang perempuan yang ponselnya tak bisa dihubungi sama sekali. Dua jam sudah sejak ia pergi dari rumah, tanpa mengganti seragam atau meminum segelas air putih. Langkahnya yang baru memasuki carport tertahan, Bu Tari sekonyong-konyong menghadangnya lalu dengan histeris berkata kalau Helena minggat dari rumah. Troi menyuruh wanita itu untuk mengambil napas dan bercerita pelan-pelan, setelah selesai, ia meminta Bu Tari untuk tidak menelepon kedua orangtunya yang tengah berada di Semarang lalu mengeluarkan mobil dari garasi dan pergi.
Disinilah Troi sekarang mencari jarum di tumpukan jerami, menemukan seseorang di kota yang segini besarnya jelas bukan pekerjaan mudah. Jalan terlalu panjang, gedung terlampau banyak, simpangan, gang dan nasib yang teramat sial ketika lampu merah tak berhenti membuatnya menginjak pedal rem. Tapi Troi tak bisa menyerah, berbalik dan pulang kerumah. Hujan sangat deras dan malam kelewat tua, jika terjadi sesuatu terhadap Helena, ia sudah pasti takkan bisa memaafkan dirinya sendiri.
Kemana kau Helena? Apa kau kembali ke pangkuan si brengsek itu? Atau kau menjual dirimu dan menukarnya dengan kasur hangat? Ya Tuhan, kemana lagi aku harus mencarimu? Dimana kau berteduh dari hujan selebat ini. Apa kau kembali ke rumahmu?...sekelebat pikiran membuat Troi langsung membuka internet dan mencari-cari rumah Hermawan Salim yang mana yang dirampas negara karena teringat olehnya, Helena pernah bercerita kalau ia selalu pulang ke rumah yang sama dengan ayahnya dan tak punya kediaman pribadi. Setelah mendapatkannya, Troi langsung memutar mobil, berjudi dengan petaruhannya sendiri.
Setaunya, komplek perumahan old money itu adalah yang tertua di Jakarta. Banyak rumah yang dibangun sebelum dirinya lahir atau mungkin sebelum negara ini lahir. Tak perlu melewati banyak portal pengamanan untuk menuju alamat yang ingin dicarinya. Diantara banyak kediaman hanya rumah besar ini yang kosong, berbulan-bulan tak ditempati, menanti pemilik baru yang tertarik untuk membeli. Troi yakin pintu gerbangnya yang bewarna hitam keabuan sudah dikunci pihak berwenang, namun pagar berbingkai baja dengan composite boarded itu tidak terlalu tinggi, jadilah ia memanjatnya dan masuk ke dalam.
Troi mencoba membuka pintu utama tapi cepat menyadari bahwa rumah itu harta sitaan. Ia kemudian berjalan kearah samping hanya untuk mendapati banyaknya jendela yang menyulitkannya menemukan jalan masuk. Pikiran sehatnya menyuruh Troi untuk melupakan ide bahwa Helena memang berada di sana, bersembunyi di rumah lamanya yang sudah seperti rumah hantu. Sejenak Troi mengira prasangkanya memang salah, mungkin Helena memang tak ada di sini mengingat tak ada jalan masuk yang bisa dilaluinya, semua terkunci rapat. Troi melangkah menjauhi bangunan itu berniat memanjat pagar lalu pergi mencari memutari kota, lagi. Dua belas langkah sudah ketika tiba-tiba ia berbalik lalu berjalan menyusuri bagian sayap kanan dengan bantuan cahaya telpon genggamnya. Ia mendongak, melihat ke lantai dua, menganalisa dan memilah jendela yang mana sebelum mengambil sebongkah batu berukuran lumayan besar dan siap melemparkannya ke arah target. Jika batu itu mengenai bidikannya, paling tidak jika itu manusia lumayan membuat jidat terluka dan jika itu dedemit, cukup membuatnya lari terbirit-birit.
PRANG
"AAA!!!" Bingo! Di dalam sana memang ada orang dan Troi harap itu benar-benar Helena.
"Helena?!! HELENA!!!"
Jendela terbuka dan Troi kini bisa melihat kepala Helena menjulur ke bawah dan ia khawatir akan melihat darah mengalir dari kening perempuan itu. Matanya mengerjap di bawah guyuran hujan, mencoba mendapatkan visual terbaik.
"Apa kau terluka?"
"Troi?! ...Apa?!" balas Helena. Dari suaranya Troi tau kalau perempuan itu terkejut, pertama karena jendelanya dilempari batu, kedua karena yang melakukannya adalah Troi.
![](https://img.wattpad.com/cover/260992694-288-k828306.jpg)