26. Puncak pembalasan dendam?

111K 17K 4.5K
                                    

"Ray? Udah di posisi, kan?"

Gabriel berbicara dengan Ray lewat sambungan telepon. Ponselnya ia himpit dengan pipi kanan dan bahunya, sedangkan kedua tangannya sibuk mengecek berbagai benda tajam di meja ruang tengah. Memastikan benda itu sudah diasah sampai setajam mungkin.

"Udah, 15 menit lagi."

"Oke." Sambungan telepon terputus.

Gabriel segera berjalan menuju lorong dengan satu buah pisau di tangannya. Di sana, sudah ada Anna dan Fero yang sedang menunggunya. Fero yang memegang laptop dan Anna memegang palu besar.

Siap untuk menyaksikan pertunjukan siang ini?

"Udah?" Tanya Anna kepada Gabriel.

"Udah."

"Buka," Suruh Fero kepada anak buahnya untuk membukakan pintu.

Di dalam sana, ada Helena.

"Siang, kakak." Suara Anna mendekati Helena yang terpasung di sudut ruangan gelap ini.

"Sakit, ya?" Tanya Anna.

Fero membuka laptop yang sedari tadi ia pegang dan meletakkannya ke atas meja di dekat Helena.

"Ada kejutan buat lo," Kata Gabriel.

Helena yang sedari tadi menunduk, mendongakkan kepalanya menatap Gabriel dengan tajam.

"Bajingan," Gumam Helena.

"Ini hari terakhir lo," Kata Gabriel, tersenyum miring.

Helena melirik layar laptop di depannya. Di sana, ada tampilan keadaan lalu lintas, entah dimana.

Di waktu yang sama,

Vanya dan kekasihnya— Jay, sedang berkendara menggunakan mobil menuju bandara. Mereka memutuskan untuk angkat kaki dari kota Dalles setelah penyekapan yang telah terjadi.

Tak peduli bagaimana nasib kedua anaknya, ia nekat berangkat siang ini bersama Jay.

"Aku sudah nggak tahan sama iblis itu, badanku sakit semua!" Gerutu Vanya.

"Katanya kamu bisa melawan mereka," Kata Jay yang sedang menyetir.

"Ternyata mereka benar-benar iblis. Melebihi kita. Ruangan yang di sediakan kemarin menjijikkan. Ada mayat di situ dan baunya menyengat!" Gerutu Vanya, lagi.

"Mayat?" Tanya Jay.

"Iyaaa, mereka membiarkan aku bermalam dengan mayat. Aku dibiarkan kelaparan, baru dilepaskan," Balas Vanya.

"Mereka gila," Komentar pria paruh baya itu.

"Melebihi gila." Suara Vanya.

"Tapi, kalau saja. Kalau saja ya ini," Jay menggantungkan kalimatnya.

"Apa?"

"Kalau saja aku jadi mereka. Aku nggak akan semudah itu ngelepasin kamu," Lanjut Jay.

"Makanya kita harus bergegas! Aku tau mereka sedang mere-"

TIIIIINNNNNNNNNNNNNNNNNNN

Vanya menoleh ke arah depan, ia mendapati truk besar sedang melaju cepat ke arah mobilnya.

"JAYYYYY!!!!" Teriak Vanya.

BRAKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!!!!!

BRAKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!!!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dangerous DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang