perkara 1

1.2K 166 12
                                    


Happy Reading 🌱

Suasana sore hari memanglah epic, panasnya pun sudah tidak semenyengat biasanya. Angin sore mulai membawa hawa sejuk.

Namun berbeda dengan Jeno, laki laki tinggi sembilan belas tahun ini bak anak hilang di depan masjid, kemeja denimnya ia gulung asal hingga siku. Rambut hitam agak panjang setengah basahnya pun acak acakan karena ia jadikan pelampiasan emosinya.

Sejak tadi ia mondar mandir dari kanan ke kiri serambi masjid. Membuat beberapa kepala yang masih berada di sana menatap nya heran?

"Kenapa, Mas?" Seorang perempuan tiba tiba menghampirinya.

"Hah?" Jeno, menyugar poni yang menghalangi penglihatannya ke belakang.

"Kenapa Mas?" Ulang perempuan itu.

"Oh ini, saya ada kelas dua puluh menit lagi. Tapi sepatu saya hilang, mau ke rumah saudara saya nggak cukup waktunya." Jeno menjelaskan sambil sesekali melihat jam di pergelangan tangannya. Menunjukkan jika ia memang buru buru.

"Oh, kalo gitu pake sepatu Saya aja. Kebetulan rumah saya deket, pake aja gak papa." Perempuan itu menawarkannya sembari tersenyum lebar. Sukses membuat Jeno terpesona sesaat, namun setelah itu tersadar.

"Eh emang bisa?"

"Tenang, sepatu saya baru kok, tapi kegedean di kaki saya, kayaknya si cukup ke Masnya."

Jeno menggaruk tengkuknya malu.

"Nah itu sepatunya di pojokan. Masih cocok kok di pake Masnya." Perempuan itu menunjuk sepatu sneakers nya yang terparkir di bagian kiri masjid.

Jeno memicingkan matanya, agar melihat dengan jelas.

"Yaudah Mas, di pake buru. Nanti telat ngampusnya."

Seketika Jeno tersadar.

"Eh iya. Pinjem dulu ya sepatunya ... "

"Aruna, panggil aja Nana." Kenalnya sambil tersenyum.

"Ah, saya Jeno. Pinjem dulu ya Na."

Melihat Nana mengangguk sebagai jawaban. Cepat ia memakai sepatu Nana, kemudian menaiki motor hitamnya.

"Duluan ya, Na." Jeno membuka kaca helmnya sejenak. Matanya melengkung tanda ia tersenyum di balik helmnya.

"Hati hati, Jeno."

Jeno menganguk, kemudian membawa motor hitamnya keluar dari pelataran masjid dan menyatu dengan keramaian di jalan raya.

"Oi, Na. Ngapain lu berdiri di sini?" Tiba tiba seorang perempuan lain menepuk pundaknya.

"Nggak papa Ca. Udah ayo pulang." Ajak Nana.

"Lah sepatu lo mana Na?" Caessa, atau yang biasa di panggil Caca menatap heran sepatu nana yang tidak ada di samping sandalnya.

"Di pinjem Jeno tadi."

"Jeno siapa?" Caessa mulai ngegas.

"Gak tau, pokoknya namanya Jeno." Nana mengangkat bahunya, kemudian melangkah turun dari masjid.

"Heh bener bener lu ya! Itukan sepatu inceran lu dari lama. Hasil dari tabungan lo dua bulan nggak jajan. Lo kasi pinjem ke orang yang nggak lo kenal?" Caessa tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya ini.

"Udah lah Cha, klo emang jodoh ya bakal balik."

"Bener bener ni anak." Cessa menggelengkan kepalanya heran.

Fin,

Jodohin gak ni? Wkwkwk.

Cinderella BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang