Happy Reading 🌵
Setelah punggung Jeno menghilang dari pandangan, Nana memukuli kepalanya.
"Bego banget si lu, Na. malu maluin." Rutuknya.
Tanpa basa basi lagi, Nana langsung kembali ke rak pembalut, memasukkan dua bungkus besar pembalut malam dan satu bungkus siang. Sekalian stock, mumpung ada yang antar.
Tak lupa juga Nana memasukkan beberapa jajanan sekaligus di dalam keranjangnya, dengan beberapa botol minuman pereda nyeri datang bulan juga, hingga dirasa cukup, keranjangnya sudah mulai penuh, Nana langsung membayar di kasir, ia tidak mau membuat Jeno menunggu lama.
Untungnya minimarket malam ini tidak terlalu ramai, jadi Nana tidak perlu mengantri di kasir.
Beres membayar dan mendapat struck, Nana langsung bergegas keluar menghampiri Jeno yang sudah menunggu di parkiran.
"Udah?" Tanya Jeno.
"He'em." Nana menganggukan kepalanya.
"Kamu udah juga?" Tanya Nana balik.
"Tuh." Tunjuknya ke kresek yang ia kaitkan di setir sebelah kiri.
Nana membulatkan mulutnya paham.
"Langsung pulang, atau mau jajan yang lain dulu?"
"Langsung pulang?" Jawab Nana ragu, jelas lah harus cepat pulang, Nana harus cepat mengganti pembalutnya sebelum bendera jepangnya semakin melebar.
"Ah oke, ayo naik." Jeno naik ke motor Hendery terlebih dahulu. Kemudian mengulurkan tangannya membantu Nana untuk menaiki motor Hendery. Agak sulit memang pasalnya motor Hendery Honda CBR 250 cc warna hijau hitam. Bisa di bayangkan setinggi apa dan gemasnya.
Setelahnya, Jeno langsung membawa motor besar tersebut ke jalanan.
Lagi lagi canggung di antara mereka sangat kentara, Nana duduk agak memberikan space di jok motor. Yang mana itu membuat Jeno merasa aneh, lebih ke takut si, takut Nana terbawa angin karena tidak berpegangan padanya.
Tiba tiba Jeno menghentikan motornya di pinggir jalan.
"Eh kenap-"
"Pegangan yah, saya takut kamu terbang."
Dengan santainya Jeno menarik kedua tangan Nana agar melingkarkan tangannya pada pinggangnya.
Seketika tubuh Nana menegang, merasakan punggung tegap Jeno menempel pada tubuh bagian depannya.
Setelah dirasa aman, Jeno kembali melajukan motornya.
Nana semakin malu di buatnya, akhirnya hanya pasrah turut menempelkan pipinya yang memerah ke punggung Jeno.
Daripada wajahnya terlihat di spion, Nana dengan sigap menyembunyikan nya terlebih dahulu, ia tak mau ambil resiko menahan malu lebih banyak.
Lama kelamaan motor yang di kendarai Jeno memelan, kemudian berhenti di halaman rumah Hendery.
Nana menuruni motor hitam hijau itu dengan perlahan, di bantu Jeno juga. Sebenarnya ia sudah terlanjur nyaman bersandar di punggung lebar Jeno barusan, namun minimarket tadi lumayan dekat dari rumahnya.
"Emm m-makasih ya Jeno, udah anterin Nana." Nana memainkan kresek di tangannya dengan gugup.
"Iya, sama sama. Santuy aja."
"Em, terus itu jok motor Aheng gimana?" Nana mengulum bibirnya gugup.
"Hah?" Jeno melihat jok motor di sampingnya sejenak. "Oh itu, sans lah. Biar ntar gue yang bersihin."
"Maaf ya Jeno, Nana ngerepotin mulu."
"Nggak apa apa, santay aja. Kek sama siapa aja."
Nana mengulum bibirnya gugup, faktanya baru sekarang mereka bertemu untuk kedua kalinya.
"Mampir rumah Nana dulu nggak?" Nana bertanya ragu.
"Rumah kamu yang mana?"
"Tuh," Nana menunjuk rumah tepat di samping kanan rumah Hendery dan Caessa Rupanya tetangga toh.
"Ah kapan kapan yah, takutnya Abang nungguin di dalam, mau balik."
"Oh iya, sekali lagi makasih Jeno." Nana mengulum senyumannya.
Jeno turut tersenyum melihat kedua pipi cimol Nana yang tertarik saat ia tersenyum.
"Sama sama, yaudah sana masuk dulu. Ntar saya juga masuk ke dalam."
Nana menganggukkan kepalanya, "duluan ya Jen."
"Heem."
Jeno memperhatikan hingga punggung Nana menghilang ke dalam tembok besar batas rumahnya.
Tanpa di sadari, jaket Jeno masih tetap Nana kenakan di pinggang rampingnya.
🐯🐤🐯Jeno masuk ke dalam setelah mengembalikan motor Hendery ke garasi.
"Nih Cha," Jeno memberikan plastik putih ukuran sedang pada Caessa.
"Apaan?" Caessa menatap bingung namun tetap menerima keresek putih yang Jeno berikan padanya.
"Yaudah di makan aja."
"Eh eskrim, coklat sama Jajan. Makasih Jevanoo ganteng!" Ucap Caessa dengan manja.
"Iye iye sama sama." Jeno bergidik ngeri melihat Caessa yang sok manis padanya. Ia kembali duduk di tempatnya semula.
Tanpa mereka sadari. Mark, menatap datar interkasi Jeno dengan Caessa.
Biasa saja sih bagi mereka, pasalnya memang mereka sudah saling mengenal di kampus dan akrab, sejak mereka satu kelompok saat ospek dulu. Namun entah mengapa Mark merasa kegerahan.
"Jen, ayo balik."
"Hah? Baru aja pantat gue nyentuh kursi nih, Bang." Protes Jeno.
Caessa menatap heran wajah Mark yang tiba tiba menjadi tidak bersahabat seperti biasanya.
"Udah malem nih, tiba tiba gue capek."
Mendengar jawaban Mark, Caessa menatap nya khawatir.
"Gue juga elah, bentaran napa? Baru setengah sepuluh juga."
"Yaudah kalo lo nggak mau balik. Hen, Cas gue balik dulu ye." Mark enggan menatap Caessa.
"Eh anjir, udah mau balik aja lu Mark?" Hendery menatap Mark yang tiba tiba pamit.
"Heem," Jawabnya sekenanya, kemudian melengahkan keluar.
"Ahela sensi amat kaya masker." Dumel Jeno. Kemudian ia pamit kepada teman teman Mark, dan menyusul sang abang, sebelum benar benar di tinggal sang abang.
Ada yang nyium bau gosong ga si?
Iya, keknya ada yang kebakar api cemburu.
Tebece
Maaf ya buat yang nungguin ini cerita, nay kira gada yang nungguin. Soalnya komennya sepi banget heehe.
Jadi nay fokus sama cerita lain :'
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Boy
Dla nastolatkówJevano kehilangan sepasang sepatunya sehabis jamaah ashar di masjid. Dan sialnya dua puluh menit lagi ia ada kelas. Ingin kembali ke rumah sepupunya, namun waktunya tidak akan cukup jika harus kembali. Tiba tiba seorang perempuan mendekatinya, mem...