8. Cakar Guncang Bedebah

12 4 0
                                    

Durak melompat mundur, menjauh dari Guzar, bersiap dan melakukan aba-aba, membungkuk, lengan kirinya ditempelkan ke lantai sedang lengan kanannya diangkat separuh dengkul, cakar besarnya mengarah ke arah Guzar.

"Hahaha, kau mau apa?" Ucap Guzar

Durak hanya menatap Guzar dengan sorot matanya yang tajam penuh kekesalan, otot-otot tubuhnya mulai bertambah besar, urat-urat di sekujur badannya mulai tampak keluar terlihat mata, bulu-bulunya tambah bangun, kini seperti kobaran api yang meliuk-liuk.

"Terimalah hadiah spesialku" Ucap Durak, senyum tipis dengan mata melotot tertata di mukanya.

Perlahan-lahan lantai yang menjadi tumpuan lengan kiri dan dengkulnya mulai retak akibat menahan bobot tubuh Durak yang kian detik menjadi lebih berat. Merasa jurusnya sudah siap, Durak langsung melompat secepat angin, meninggalkan kepulan debu, kabur dari penglihatan mata.

"Bleppp..." Tiba-tiba Durak langsung berada di hadapan Guzar seperti cepat angin yang menerpa rambut.

"Hyahhh... Cakar Guncang Bedebah!" Durak melompat sambil meneriakan jurusnya.
Tapak tangannya yang bercakar besar itu mengarah tepat ke dada Guzar, tanpa pertahanan yang kokoh di tambah gerakan Durak yang secapat angin, Guzar tak bisa menepis jurs pamungkas Durak.

"Mampus!!!" Teriak Durak dengan matanya yang masih terlihat menyala-nyala seperti batu posfor biru di kegelapan malam.

"Setan!!!" Teriak Guzar, serasa dirinya mati langkah, pupil matanya mengecil.

"Duar..."

Gelombang putih dan debu mengepul membersihkan kerikil di sekitar pertarungan mereka akibat jurus Durak yang mengenai dada, bola mata Guzar terlihat setengah keluar, dadanya robek, tulang rusuknya remuk, darah segarnya muncrat ke lantai dan wajah Durak, tubuhnya terpental jauh menabrak portal hingga hancur berserakan, lantas mendarat di komputer besar yang dipakai Doktore untuk mengaktifkan portal darurat.

Guzar terkapar, tubuhnya hancur, napasnya tersengal-sengal seperti manusia yang menunggu ajal, matanya melotot, mulutnya terbuka lebar, luka di dadanya menganga, robek membentuk lubang sebesar bola basket. Rongsokan portal dan komputer menibani dirinya, aliran listrik ikut menyengat tubuhnya. Sedangkan Durak dengan napasnya yang tersengal-sengal hanya menundukan kepalanya, ia mulai melangkahkan kakinya keluar ruangan, meninggalkan Guzar yang hancur dicabik Cakar Guncang Bedebah.

"Pesta selesai..." Ucap Durak dengan nada lirih sambil menghela napasnya.

Perlahan-lahan likantrofi mulai menyusut, langkahnya gontai, penglihatannya setengah kabur, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah, tubuhnya mulai melemah akibat kehabisan mana yang sangat banyak. Wujud likantrofi memang sangat menyiksa pemakainya, menggerogoti tubuh perlahan-lahan, jika tidak mati maka penggunanya akan lumpuh secara total.

Bersambung...

Negeri TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang