9. Oase

9 2 0
                                    

Satu gerbong kayu yang ditarik oleh enam kuda tengah melaju melewati padang pasir yang berdebu, terlihat dari kejauhan sebuah oase yang ditumbuhi oleh kaktus dan pohon-pohon kurma, sepoi-sepoi angin menerpa tanah yang penuh dengan pasir kuning.

"Joy, berhenti sebentar" Ucap seseorang yang berada di dalam gerbong.

Orang itu kemudian keluar dari gerbong, menepikan gerbongnya di pinggir oase yang di tengahnya dipenuhi oleh air telaga. Matanya menatap ke arah pepohonan yang tumbuh di sekitar oase, wajahnya bersih dengan kumis tipis di atas bibir atas yang sedikit lebih tebal daripada bibir bawahnya, hidungnya tidak terlalu tinggi, rambut hitamnya yang dikuncir sebahu melengkapi paras ketampanannya.

"Joy, ajak teman-temanmu istirahat, nikmatilah telaga dan rerumputan itu"

"Baik, terimakasih, tuan" Sahut, joy sembari mendenguskan napasnya.

Beberapa saat menepi, tiba-tiba pintu gerbong terbuka, sang pengelana keluar dalam keadaan setengah sadarkan diri.

"Akhirnya kau sudah sadar" Ucap pemuda itu sambil mencuci tangannya di pinggir telaga.

"Siapa kau? Dan di mana aku sekarang?" Tanya sang pengelana sambil mengusap-usap keningnya.

"Panggil aku Lakoste, kita di perbatasan Taliga, menuju Jakurdah" Jawab Lakoste dengan nada yang membosankan.

Masih setengah sadar, ia meraba-raba pedang di pinggangnya yang kini hilang, tanpa pedang dan pikir panjang lagi tiba-tiba sang pengelana berlari ke arah Lakoste yang tengah membelakangi dirinya, satu pukulan terlepas ke arah belakang kepala Lakoste, dengan sigap Lakoste menggerakan kepalanya ke arah kanan sehingga pukulan sang pengelana meleset, membuat tubuhnya jadi tidak seimbang, terperosok ke telaga, pengelana pun basah kuyup. Lakoste berdiri menghadap ke arah pengelana.

"Heleh, pukulan selemot keong itu ingin kau berikan kepadaku, mandi kan jadinya, hahaha...!"

Sang pengelana pun langsung berdiri dan menepi, dengan pakaiannya yang masih meneteskan air ia kembali menyerang Lakoste dengan pukulan dan tendangan, hanya saja setiap pukulan dan tendangan yang diluncurkannya sia-sia, tiada satupun yang mengenai Lakoste, memang langkah dan gerak pertahanan Lakoste tiga kali lebih cepat daripada serangan yang diluncurkan sang pengelana.

"Joy, layani anak muda ini" Ucap Lakoste sembari merapikan sedikit pakaiannya.

Tiba-tiba satu dari kelima kuda itupun berlari menyongsong ke arah sang pengelana, menghentakan tubuh kekarnya ke pengelana yang mencoba kembali menyerang Lakoste, akibat tertimpa tubuh kuda sang pengelana pun tersungkur. Kuda itu terus berlari mengitari sang pengelana, napasnya terus berdengus disusul tarikan napas sang pengelana yang tersengal-sengal. Lakoste kembali duduk santai menyaksikan Joy melayani sang pengelana.

"Hoy anak muda, gerakan Joy saja lebih cepat darimu, bagaimana kau bisa menyentuh tubuhku." Sorak Lakoste sembari meneropongkan tangan ke mulutnya.

Sorakan itu membuat diri sang pengelana merasa terejek, lagi-lagi sang pengelana mencoba menyerang Lakoste, tetap saja serangannya selalu dihadang oleh Joy. Tenaganya mulai terkuras, akhirnya dengan langkah sempoyongan Joy kembali menerjang sang Pengelana, dengan mudah satu tendangan Joy yang tepat mengenai dada sang pengelana membuat si pengelana ambruk, kembali tidak sadarkan diri.

"Joy, cukup, lanjutkan minummu" Ucap Lakoste

"Laksanakan, tuan"

Lakoste berjalan perlahan-lahan ke arah di mana sang pengelana terkapar tak sadarkan diri, dari timur terdengar suara derapan belasan kuda menuju ke oase, Lakoste menyipitkan matanya, memastikan kalau sekumpulan kuda itu bukan fatamorgana. Suara derapan kuda itu semakin mendekat ke arahnya, dari kepulan debu pasir yang tebal muncul dengan jelas belasan orang tengah menuju ke arahnya.

Bersambung...

Negeri TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang