🌕

1 0 0
                                    

Pukul delapan malam kita sampai di unit apartemenku, Seongjun dengan cepat berlari masuk dan langsung menyalakan pemanas ruangan dan mengarahkannya padaku, sedangkan Junghwan keluar dari kamarku setelah meletakkan tas ranselku dan kembali membawa selimut tebal untuk membuatku hangat.

Kini aku percaya bahwa mereka telah memperhatikanku selama empat tahun ini, mereka bahkan tahu tempat-tempat di rumah ini, dimana harus mencari benda ini-itu. Dan aku langsung terkejut saat Junghwan membawakan selimut itu, selimut milik ibu, hal itu membuatku menitikkan air mata sekali lagi sembari menciumi selimut yang melingkar tebal di tubuhku itu.

"Kalian.. tahu selimut ini?" Ucapku dengan suara bergetar, dan kedua lelaki yang berlutut di depanku, tepatnya di depan sofa yang aku duduki saat ini menatapku lembut dan tersenyum hangat.

"Kami sudah melihatmu tumbuh selama empat tahun ini, dan kami melihat semuanya." Ucap Junghwan.

Seongjun mengangguk, "tapi tenang saja, kami tak pernah mengintipmu saat mandi atau berganti pakaian!!!" Aku seketika terkekeh kecil dan diikuti tawaan renyah dari Junghwan saat melihat bagaimana Seongjun memasang wajah panik dengan kedua telapak tangan yang terbuka padaku. Aku percaya pada mereka.

Tiba-tiba saja Junghwan meletakkan tangannya di atas lututku yang masih  terbungkus selimut, "semua tangismu, rasa sakitmu, dan kebahagiaanmu. Semua hal itu yang kau pendam sendiri, kami tahu itu semua." Aku menatap mereka satu per satu dengan mata sembab, lalu Junghwan berdiri dan pindah duduk di samping kiriku, dia lagi-lagi menghapus jejak air mataku dan tersenyum. "Tapi mulai sekarang kau harus mulai membuka diri tentang perasaanmu, jangan membebani hatimu sendiri." Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya, untuk itu aku tak bisa janji.

"Mungkin sebaiknya kau berganti pakaian dulu, kami takut kau akan demam."
Suara Seongjun membuyarkan lamunanku, dan seketika aku langsung menatapnya yang menjadikan mata kita bertemu, lalu aku tersenyum lagi padanya dan bangkit dari dudukku dibantu oleh mereka.

Begitu aku sampai di depan pintu kamarku, aku memutar badan kembali menatap mereka berdua yang masih ada di ruang tengah. "Kalian tidak akan menghilang saat aku sedang ganti baju, kan?"

Seongjun tertawa renyah, sedangkan Junghwan hanya tersenyum memperlihatkan gigi putihnya. "Tidak. Kau kira kami akan menghilang kemana?"

Aku mengerucutkan bibirku sembari berjalan masuk kamar, lalu menguncinya. "Awas saja jika kalian pergi tanpa sepengetahuanku lagi!!!" Aku berteriak dari dalam.

Aku tak butuh waktu lama untuk berganti pakaian, dan begitu keluar mereka menepati janjinya. Mereka masih disana, dan lucunya mereka bertiga berdiri berjejer menatap pintu kamarku.

"Apa yang kalian lakukan disini?"

"Menunggumu." Jawab Seongjun.

Aku sungguh jengah dengan mereka. "Maksudku kalian bisa menungguku sambil duduk atau melakukan hal lain, kenapa malah berdiri disini?"

Mereka berdua hanya menampakkan seyumnya padaku.

Akhirnya aku memimpin jalan dan duduk kembali di sofa, mereka juga mengikutiku dan duduk di sofa di sebrangku.

"Jadi jelaskan, kenapa kemarin kalian pergi begitu saja?"

"Karena sudah seharusnya." Jawab Junghwan singkat.

"Hah?" Aku menaikkan satu alisku.

"Dengar, kau tak seharusnya mencari kami." Entah kenapa nada bicara Seongjun terdengar sedih.

"Kenapa? Aku kan ingin berteman dengan kalian yang menjagaku selama ini."

"Kau tak seharusnya berteman dengan kami." lanjut Seongjun lagi.

"Maksudnya? Ah maaf, iya, kalian adalah Pangeran dari Kerajaan Bulan, jelas tak bisa berteman dengan sembarang rakyat biasa sepertiku." Aku menundukkan kepala.

"Bukan seperti itu!!" Seongjun lagi-lagi memasang wajah paniknya yang lucu. "Kau akan terluka."

Pembicaraan ini semakin sulit dimengerti. Aku menatap mereka bergantian, dan Junghwan juga masih enggan untuk berbicara.

"K-kenapa?"

"Sudah dikatakan jika kau sudah memiliki seseorang yang akan melindungimu, dan itu bukan kita." Jelas Seongjun.

"Sihun?" Tanyaku padanya.

"Iya. Percayalah padanya, hargai kehadirannya di sisimu, dia akan selalu melindungimu. Karena kami tak akan bisa lagi."

Aku berdiri dari dudukku dan menunduk memandang mereka. Air mataku sudah luruh. Dan yang balik memandangku hanya Seongjun, Junghwan masih saja menunduk dalam. "Apa maksudnya?!"

Seongjun juga akhirnya ikut berdiri dan aku mendongak menatapnya.

"Dengar. Akan kujelaskan. Pertama, sebenarnya kami melanggar aturan. Kami tak diperbolehkan untuk menunjukkan diri padamu. Kedua, kenapa kau tak menemukan kami saat pagi hari? Karena kami memang hanya diperbolehkan menjadi nyata saat malam hari. Ketiga, karena kami melanggar aturan itu.... jadinya kami hanya punya tiga kali kesempatan untuk menjadi nyata. Dan malam ini adalah kesempatan terakhir kami."

Otak dan hatiku mencoba mencerna itu semua. "BOHONG!!!" Air mataku sudah mengalir deras melebihi sebelumnya, lalu aku meluruh dan berlutut di sisi meja. Seongjun tak sanggup melihatku menangis, sementara Junghwan menatapku sendu masih dari posisi duduknya.

"Maafkan kami. Itu resikonya." Seongjun berbicara lagi.

Aku memberanikan diri untuk menatap mereka. "Tapi... kalian akan tetap mengawasiku tanpa terlihat seperti dulu, kan?"

Kali ini Seongjun enggan berkontak mata denganku.

"Tidak." Junghwan menjawab datar. Aku memandangnya. Dia menatapku tajam dengan ekspresi dinginnya. Kemana Junghwan yang perhatian dan bersikap manis padaku beberapa saat lalu?

"Kami akan menghilang." Lanjutnya masih dengan nada dingin.

Aku hanya menunduk dan masih menangis, lalu tak lama kurasakan ada yang merengkuhku. Hangat. Dan aku tahu pemilik pelukan itu, Yoon Junghwan.

"Kalau begitu ayo, aku ingin menghabiskan malam ini dengan kalian."

Lalu kita bertiga sepakat untuk tak boleh ada yang menangis. Kita menghabiskan malam liburan ini keluar selayaknya sahabat, membeli berbagai makanan dan berbagai permainan papan, lalu pulang saat tengah malam.

Kita juga melihat bintang sejenak di atap sembari bermain permainan papan yang tadi kami beli, hingga aku sangat mengantuk karena cuaca dingin diatas sini, tapi aku menahannya. Aku sudah berjanji untuk menghabiskan malamku dengan mereka.

Namun aku kalah. Tepat jam satu pagi, lagi-lagi aku tertidur di pundak Junghwan.

Dan yang aku tahu saat pagi hari adalah aku yang sudah pilek dan merasa sangat tidak enak badan, serta Sihun yang sudah ada di dalam apartemenku, dia baru saja membuat sup hangat untukku.

Saat ditanya bagaimana dia bisa masuk? Katanya,

"Kau yang semalam mengirimkan pesan padaku, bahwa kau sedang sakit dan meminta tolong untukku membelikanmu obat keesokan harinya. Haduuh... ceroboh sekali kau bisa sampai sakit seperti ini!"

Aku? Meminta tolong pada Sihun? Ah, kalian berdua ini!

"Sihun-ah, mau aku ceritakan sebuah kisah?"

"Boleh. Tapi kau harus makan dulu sebelum minum obat. Aaa~"

Aku terkekeh. Akhirnya aku bercerita sembari Sihun yang menyuapiku.
"Dulu, di sebuah Kerajaan Bulan, ada seorang Ratu yang menemukan seorang bayi........"


























Seongjun, Junghwan, terimakasih. Meskipun kehadiran kalian hanya sementara dan maaf, kalian menghilang karena aku. Tapi aku selalu bersyukur karena telah mengenal dan melihat kalian.

Kalian teman yang menyenangkan.

Mulai sekarang aku akan mendengarkan kalian. Aku akan mencoba untuk terbuka dan menerima kehadiran Sihun.

Untuk seterusnya, aku akan tersenyum.

Aku janji.




___END___

Fantasia [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang