🌊

3 0 0
                                    

"Jun! Bagaimana penampilanku?"

Kamu berlari ke arahku dan melakukan gerakan memutar dengan wajah ceriamu. Sangat cantik. Kamu ingin menunjukkan baju sekolah barumu itu padaku di pagi hari sebelum hari pertamamu berangkat sekolah.

Semalam kamu memanggilku melalui dalam hati, kamu berkata ingin bertemu esok hari saat pagi sekali sebelum berangkat sekolah. Karena ini hari pertamamu menjadi siswi di sekolah menengah atas.

"Cantik." Ucapku padamu.

Wajah meronamu sangat manis meskipun terlihat samar karena ini masih terlalu pagi dan matahari enggan untuk tampak, lalu kakimu melangkah mendekat.

"Jangan mendekat!" Aku berseru panik.

Langkahmu terhenti karena terkejut. "Kenapa?"

"Nanti sepatumu basah." Aku menatap sepasang sepatu putih yang terlihat asing itu. Pasti sepatu baru.
"Ini hari pertama kamu ke sekolah baru."

Sedikit menyakitkan jika melihatnya. Aku yang tak bisa terlalu jauh dengan air, dan kamu yang juga tidak bisa terlalu dalam memasuki laut.

Kamu pun tersenyum dan berjongkok menghadapku. "Terimakasih."

Aku menatap lurus padamu. "Untuk apa?"

"Karena telah menjadi temanku."

Hatiku sedikit tersentak. Teman? Sangat lucu mendengarnya. Siapa manusia yang mau berteman atau bahkan bertemu dengan makhluk mengerikan sepertiku? Mungkin ini adalah takdir kita, takdir yang suatu hari akan direnggut kembali.

Aku memutuskan untuk tersenyum saja padamu.

Kamu sempat melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganmu. "Sudah waktunya aku bersiap untuk sekolah."

Lalu kamu menatapku lagi, "Jun, aku harus pergi. Aku janji, nanti sore sepulang sekolah aku akan kesini."

Aku hanya menganggukkan kepalaku, lalu kamu mulai berdiri dan berlari menjauh.

Rambut hitam bergelombangmu itu bergerak lucu dibalik punggungmu, tak terasa aku menyunggingkan seulas senyum saat melihatnya.

Entah apa yang akan takdir mainkan pada kita, tapi aku berharap untuk kamu bisa tersenyum selalu. Meskipun tanpa aku.

Kamu tahu? Semakin waktu berlalu, aku semakin takut kehilanganmu.














Dan ke khawatiran itu terus saja menghantuiku. Hingga dua tahun lainnya pun berlalu. Aku masih ingat saat kamu sudah jarang mengunjungiku dan hanya bertukar suara hati, kamu terlalu sibuk belajar apalagi jika mengingat ini adalah tahun terakhirmu di sekolah menengah atas.

Tapi akhirnya hari ini kamu mengunjungiku di pagi hari, hanya untuk meminta maaf. Katanya, hari ini kamu akan sibuk hingga malam hari, kakak lelaki pertamamu akan menikah. Pantas saja kamu mengunjungiku dengan memakai gaun sepanjang lutut yang sangat cantik, wajahmu juga berhias beberapa warna lain, di kelopak matamu dan bibirmu. Rambut hitam milikmu juga ditata rapi.

Kamu begitu cantik hari ini.

Lalu aku berpikir, suatu hari kamu juga akan menikah dan pasti akan pergi dari sisiku.

Apakah aku bisa melihat pernikahanmu nanti? Aku selalu membayangkan betapa cantiknya dirimu memakai gaun putih yang panjang hingga menutupi ujung kakimu.

"Aku janji, besok pagi kita akan bertemu disini lagi."

Aku mengangguk. Kamu selalu menepati janji, aku tahu itu. Dan lagi-lagi, aku melihat punggungmu yang semakin menjauh.

Pernikahan kakakmu dilakukan di tepi pantai, tidak heran aku melihat keramaian di ujung sana dengan beberapa hiasan putih dan lampu berwarna warni yang indah.

Dan saat aku pikir acaranya sudah selesai, ternyata tidak. Ada pesta yang meriah saat malam harinya, lampu-lampu itu akhirnya dinyalakan. Pantas saja kamu mengatakan untuk bertemu esok hari.

Karena kamu juga memiliki kehidupan sendiri.

Kamu juga memiliki mimpi sendiri.

Dan aku bukanlah salah satu dari mimpi-mimpi dan kehidupanmu itu.

Jadi aku memutuskan untuk pergi menyelam saja ke laut dalam, meninggalkan keramaian pesta itu.





Atau mungkin itu disebabkan karena aku yang terlalu dalam nan jauh berenang, aku tak bisa mendengar panggilanmu saat itu.








Kamu pergi diam-diam di tengah pesta itu, memanggilku lirih, atau bahkan memanggilku melalui suara hatimu. Tapi aku tak dapat mendengarmu.

Pada akhirnya kamu menaiki karang itu. Batuan karang besar yang menjorok jauh ke tengah laut, memanggilku dari atas sana. Tak ada yang mendengarmu juga karena lokasinya terlampau jauh dengan kerumunan pesta.

"Kemana kamu? Kenapa tak bisa mendengarku?" Kamu berujar lirih dari atas sana.

Dan baru saat kamu hendak berbalik, ada sebuah ombak yang datang menjangkau kakimu, dan itu membuat karang tersebut basah.

Dalam dua detik berikutnya, kamu terpeleset dan memekik.

Tubuh kecilmu terhempas ke dalamnya lautan, lalu ombak besar datang dan membawamu semakin jauh dari daratan.

Dalam sisa tenagamu dan semakin jatuh ke dalam air, kamu memejam dan memanggilku.

Jun, tolong aku.










Entah kenapa aku selalu mendengar suaramu. Jadi dalam perjalananku ke dasar laut, aku berhenti dan berbalik.

Kamu bukan hanya memanggilku.

Kamu meminta tolong padaku.

Panggilanmu semakin kencang karena kita sama-sama sedang berada di dalam air.

Aku tahu itu.

Ekorku bergerak cepat demi bisa menemukanmu. Dan saat itu aku berhenti.

Kamu, dengan gaun putih sepanjang lutut itu, memejam dan semakin jauh terjatuh ke dasar air, tangan kananmu terangkat seakan meminta siapapun untuk meraihnya.

Dan saat itu aku meraih tubuhmu, ku bawa tubuhmu dalam pelukanku, ku rengkuh lembut pinggang kecilmu.

"Jangan tinggalkan aku." Ucapku, sembari membawamu berenang ke permukaan.




Begitu sampai di pantai, aku meletakkan tubuhmu diatas pasir putih ini.

Nafasmu terlihat sangat berat dan lirih. Lalu aku mendekati wajahmu, membiarkan tetesan air dari rambut dan wajahku mengenaimu.

Untuk kedua kalinya, aku menyembuhkanmu. Aku meniup lirih mulutmu tanpa menyentuhnya.

Tapi tak berselang lama aku mendengar suara keramaian yang memanggilmu. Orang-orang mencarimu.

Aku tak ingin orang lain tahu.

Jadi dengan cepat, bahkan terlalu cepat hingga kamu pun belum sadar, aku memutuskan pergi dari sana. Berenang masuk kembali ke dasar laut.


Begitu akhirnya aku kehilanganmu.

Selama tujuh tahun.

Entah kemana kamu pergi sejak hari itu. Setiap hari aku memanggilmu, tapi tak ada jawaban satu pun.
Setiap pagi aku menunggumu, tapi kamu tak kunjung datang.

Untuk pertama kalinya... kamu mengingkari janjimu.

Kamu tak pernah datang esok harinya.

Dan seterusnya.

Aku selalu menunggu dan berharap kamu datang, dari pagi hingga sore hari. Hingga tubuh dan rambutku mengering, lalu kembali ke lautan saat matahari terbenam.

Tapi kemudian aku sadar.






Mungkin kamu sudah menemukan kehidupan dan mimpimu sendiri di luar sana, jauh dariku hingga tak akan bisa menjawab suaraku.








______
-voice🌊

Fantasia [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang