🌕

4 1 0
                                    

Hingga sore ini pun aku masih berusaha menyegarkan pikiranku, meyakinkan diriku bahwa memang yang semalam itu nyata. Atau tidak? Jadi aku memutuskan untuk keluar dari apartemenku dan berjalan menuju toko swalayan di lantai bawah, memilih beberapa makanan ringan dan beberapa minuman berperisa buah.

Sudah sejak dari pagi aku mematikan ponselku, enggan untuk menerima gangguan dari siapapun. Tapi memangnya siapa yang akan menggangguku? Aku tak memiliki teman yang akan sekedar mengirim pesan menanyakan kenapa tadi pagi tak ke sekolah, dan sebagainya. Aku tak memiliki keluarga yang akan menelfon dan bertanya, apakah uangmu sudah habis bulan ini? Ataupun hal sejenisnya.

"Hei! Wah... ternyata benar ini kau. Bagaimana jika aku salah orang ya tadi?"

Kecuali satu. Aku masih memiliki orang asing yang selalu bertingkah seperti sahabatku meskipun aku sudah berkali-kali bersikap cuek padanya. Dan entah datang darimana, kini orang itu ada di sisiku setelah menarik penutup hoodie ku ke belakang.

Sihun si menyebalkan.

"Aish!! Kenapa kau datang tiba-tiba seperti ini?!" Ucapku kesal sembari memakai kembali penutup hoodie ku, dan kembali menatap lurus sembari menyedot susu pisang yang baru saja aku beli tadi.

"Hehehe..." Sihun lalu tersenyum manis sembari memperlihatkan gigi-gigi putihnya padaku. "Kenapa kau bolos lagi??"

Aku menatapnya sekilas dari samping, ternyata dia baru pulang sekolah jika dilihat dia yang masih memakai seragam dan menggendong tas, lalu aku kembali menatap jalanan di depan. "Tidak kenapa-napa."

Ku dengar Sihun menghembuskan nafasnya dengan jengah.

"Lagi-lagi kau hanya menjawab itu. Katakan padaku jika kau terganggu dengan beberapa orang di sekolah yang mengatakan hal jahat padamu, benar kan?"

Aku diam. Itu benar. Tapi tak semuanya benar. Aku tak pernah menaruh dendam dan marah pada orang-orang yang mengatakan hal jahat itu padaku, karena mereka mengatakan fakta. Tapi aku marah pada diriku sendiri, kenapa aku tak bisa melawan mereka? Aku tahu minimal aku harus menceritakan susahku pada orang lain, dan hanya Sihun yang mau mendengarkannya bahkan dia yang dengan suka hatinya memberikan telinga pada semua ceritaku, tapi aku menolak. Aku lebih memilih menutup semua itu dalam hatiku sendiri saja. Dan jika hatiku sudah penuh sesak, aku akan menangis. Sendiri.

"Eiy... kau ini... kalau begitu katakan padaku, apa kau sudah makan?" Sihun selalu berbicara denganku memakai nada yang ceria dan ekspresi khasnya itu. Tapi aku selalu saja menunjukkan ekspresi datarku padanya.

"Sudah." Hanya satu kata yang aku keluarkan.

Sihun lalu berjalan mendahuluiku sehingga aku kini dihadapkan dengan punggungnya, lalu dia berbalik dan berjalan mundur. Mulai memicing menatapku, "kau berbohong."

"Tidak. Aku benar-benar sudah makan kok..."

"Kalau iya, kenapa kau sangat kurus seperti ini?"

Dia ini sedang mengejekku ya? Enggan untuk menjawabnya lagi, jadi aku malah memutar tubuhnya untuk menghadap depan kembali. "Lihat ke depan!!" Namun Sihun langsung memutar tubuhnya lagi tapi kali ini dia berjalan di samping kananku persis.

"Ayo cepat. Aku membawa teokbbokki dan sushi dalam tasku, kita makan bersama. Dan berhenti menyebut dirimu sudah makan padahal kau hanya minum susu!" Sihun merebut susu pisang yang ada di tanganku dan menyedotnya, lalu dia mengusak-usak ujung kepalaku yang tertutup hoodie dan berjalan cepat mendahuluiku masuk lift, meninggalkanku yang saat ini sedang kesal. Itu susu pisang kesukaanku yang belum aku minum bahkan setengah, dan tadi hanya tersisa satu di toko swalayan!!

Sesampainya di depan unit apartemenku, aku langsung menekan passwordnya dan masuk ke dalam diikuti oleh Sihun. Aku mendahuluinya dengan bergegas ke dapur untuk meletakkan barang belanjaanku, yang hanya berisi beberapa bungkus ramen, makanan ringan, dan beberapa botol minuman berperisa lemon manis kesukaanku.

"Hei, sandal olaf milikmu mana?" Aku mendengar suara Sihun yang ternyata masih berada di dekat rak sepatuku, lalu sembari mengeluarkan bungkusan besar dari dalam tasnya dan berjalan menuju dapur menghampiriku.

Namun aku seketika terkejut dan tersadar saat Sihun berkata demikian. Sandal olaf itu adalah pemberian darinya, kado ulang tahunku tahun lalu. Dan terakhir aku memakainya...

"Ada di atap."

"Hah?!!" Sihun sedikit terkejut. "Dan kau meninggalkannya disana? Kau kembali kesini tanpa alas kaki di cuaca yang dingin seperti ini?!!" Oke, dia benar-benar terkejut kali ini. Itu pun bukan keinginanku untuk kembali kesini tanpa alas kaki. Aku pun tak tahu bagaimana aku bisa kembali dan terbaring di atas kasurku pada pagi harinya. Padahal terakhir aku memakai sandal itu saat malam aku hendak bunuh diri dengan melompat dari atap apartemen ini. Disaat 'dia' menyelamatkanku.

Dan dari sketch book yang aku lihat tadi pagi, ternyata ibuku sempat menuliskan nama dari pangeran itu di ujung kalimat.

'Pangeran tampan untuk putri tersayangku, Yoon Junghwan.'

Itu namanya. 'Dia' bernama Junghwan.

Pangeran Kerajaan Bulan, Junghwan, bagaimana aku dapat bertemu denganmu lagi?

______
-moon wish🌕

Fantasia [Kumpulan Cerpen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang