2. Tetangga Kelas

287 86 52
                                    

Kini sudah 2 minggu Riana duduk di kelas 10 IPA 2 SMA Pelita. Tidak ada yang aneh, semua berjalan semestinya.

Tidak ada badboy ganteng sang penguasa sekolah seperti di novel yang sering ia baca.

Tidak ada geng motor berisi cogan idaman dan sebagainya.

Benar-benar biasa saja.

"Ri lo tau gak?" Athala bertanya, tangannya sesekali mengambil kerikil lalu membuangnya dan terus melakukan itu berulang kali.

Mereka kini sedang berada di lapangan. Ya, lebih tepatnya duduk lesehan di lapangan karena mata pelajaran olahraga.

Riana menoleh, "Apaan?"

"Katanya mau ada perekrutan OSIS gitu, lo mau ikut?"

Riana kembali menghadap ke arah anak-anak kelasnya yang sedang rusuh melempar sepatu milik Udin yang katanya bau sikil.

"Gak tau deh, tapi kayaknya gue minat."

Bertepatan dengan selesainya ucapan Riana, suara peluit terdengar membuat mereka semua termasuk Riana dan Alia berkumpul mendekati Pak Rio, Guru olahraganya untuk memulai pelajaran.

"Oke, ketua muridnya siapa? Ayo cepat pimpin doa!" Titah Pak Rio membuat Hadib segera mengangguk.

***

Waktu terus berjalan, tak terasa sore pun datang.

Tepat pukul 4 sore bel pulang menggema di seluruh penjuru sekolah.

Riana dan Athala memutuskan untuk menunggu di kelas selagi temannya yang lain saling dorong-mendorong di depan pintu. Berlomba-lomba ingin cepat-cepat sampai ke rumah.

Setelah keadaan cukup lowong baru lah Riana keluar bersama dengan Athala.

"Ri, di jemput?" Athala terus menggandeng tangan Riana sampai di depan kelas.

"Biasa." Riana sibuk mengotak-atik ponselnya, mengabari kakaknya jika dia sudah pulang.

"Abang lo kan yang jemput? Ih serius gue tanya kenapa bisa abang lo secakep itu? Gue mau dijodohin dong sama dia lewat jalur orang dalem, kita kan temen cuy! Kriteria abang lo yang kayak gimana?" Athala terus mengoceh sedangkan Riana kini mulai mengangkat kepalanya dan terpaku melihat ke kelas sebelahnya, kelas 10 IPA 1.

Di sana ada cowok berjaket abu-abu dengan kacamata bertengger manis di hidung mancung nan kecil itu. Matanya menyipit karena dia sedang tertawa renyah bersama temannya.

Gigi gingsulnya di perlihatkan, bibir pink itu sesekali di usap basah oleh lidah si empu yang masih tak sadar jika sedari tadi sedang di perhatikan oleh Riana.

Aaaa, manis banget!

"Ri, abang lo tuh!" Athala menolehkan pandangannya, menatap Riana yang masih bergeming.

"Ri!"

"RIANA PUSPITA DEWI!"

Dengan sepenuh tenaga, jiwa, dan raga. Athala menggoyangkan badan Riana kencang.

"Ri!!!!" Riana terlonjak kaget.

"Apasih anjir!" jawab Riana sedikit kesal sebab acara melihat si tampan terpaksa harus di hentikan karena sahabatnya ini.

"Abang lo itu anjir, lo kenapa sih? Kesambet?" Riana mendengus lantas menabok kepala Athala sambil berlari setelahnya untuk menemui Samuel di gerbang.

"ANJIR YA LO RIANA AWAS AJA BESOK GUE CABUT BULU KAKI LO YANG LEBAT KAYAK HUTAN AMAZON ITU!" Athala berteriak membuat beberapa orang yang masih menunggu jemputan melihat ke arahnya.

Athala tersenyum kikuk dengan wajah merah padam, lalu dengan langkah ragu gadis itu berjalan menuju parkiran untuk segera pulang sambil terus menutup wajahnya dengan tas.

***

Jujur Riana baru tau jika laki-laki berkacamata itu adalah tetangga kelasnya. Selain karena Riana tidak terlalu kepo, Riana juga termasuk orang yang jajan sebentar terus ke kelas lagi.

Kalo mager ya jajannya nitip ke Athala atau teman yang lain.

Pipi Riana memerah jika mengingat cengiran manis itu.

"Astagaaa!" Riana menutup wajahnya yang memerah.

Samuel—Abangnya hanya diam karena Samuel tak mendengar ucapan Riana yang berada di boncengannya. Dia memakai helm honda hitam khas bapak-bapak yang membuatnya budek seketika.

Namun, percaya atau tidak.

Sejak saat itu Riana mulai sering memperhatikan si ganteng berkacamata yang saat ini berstatus sebagai tetangga kelasnya itu.
















Catatan

'Sekarang, mengagumimu dari jauh menjadi rutinitas harianku.'

23 Maret 2021

SEBUAH CARA MENYAYANGIMU (REPUBLISH) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang