"Jelasin ke gue tentang kalian berdua." Veer duduk terlebih dahulu di sofa ruang tamu, mereka saat ini berada di rumah Vira tinggal.
Veen ikut duduk, melepas jaketnya lalu melipat dan menaruhnya ke atas meja. Tidak menganggap serius perkataan penuh tuntutan akan jawaban dari adiknya.
Ia meregangkan tubuh, duduk bersandar santai di punggung sofa, "Jelasin apa lagi? Lo ada mata kan?"
"Gimana lo bisa ketemu sama Aruna lagi?"
"Kita ketemu di kampus, dia kuliah di sana pake beasiswa, keluarganya jatuh miskin karena Papa kita. Asal lo tahu, Aruna itu anaknya baik, dia lukain Sally semata-mata terdorong sama rasa cemburu sesaat. Aruna juga minta maaf terus-menerus ke gua, dia juga udah tahu kalau kita kembar."
"Lo percaya sama dia? Semudah itu? Udah lupa hasil dari 'rasa cemburu sesaat' Aruna?" Veer sengaja menekan kalimat rasa cemburu sesaat. Dia baru tahu kalau kakaknya adalah orang yang sangat pemaaf. Sejak kapan?
Apa karena Aruna berwajah manis?
Tidak, Veer tahu Aruna telah menyukai dirinya sejak SMP. Gadis tersebut pernah memberikan coklat dan surat cinta, namun Veer tidak mengidahkan. Hatinya terpaku untuk Sally semata. Banyak sekali tingkah dari Aruna untuk mendekati dirinya, dan perilaku itu sangat tidak sesuai dengan wajah lugunya.
Veen tidak berpikiran jika nantinya Aruna hanya memanfaatkan dirinya demi kekayaan kembali? Keluarga Anggoro dahulunya telah jatuh secara mendadak, tidak memiliki persiapan mental dan material untuk jatuh miskin.
Veer yakin 100% mereka memiliki dendam terhadap Papanya. Sebab David adalah kunci, poin utama penyebab mereka runtuh bersama keluarga Vella dan gadis-gadis pembully lain.
"Veer, jangan berdebat. Kali ini jangan urusin urusan gue, urus Sally. Bisa kan? Gue udah korbanin banyak hal buat lo, jadi anggep aja ini permintaan buat balas budi lo ke gue."
"Terserah!" Ketus Veer. Memilih bangkit dan pergi keluar rumah, tidak ingin kembali berdebat dengan sang kakak. Memang benar dia berhutang budi sangat banyak kepada kakaknya.
Permintaan Veen tidak mampu dia tolak. Dia juga harus menghormati pilihan kakaknya, tidak perlu ikut campur terlalu jauh dalam urusan pribadi orang lain.
Mobil Dewa datang memasuki pekarangan rumah, sosok jangkung berwajah bayi keluar. Tubuhnya semakin tinggi seiring bertambahnya usia, hampir melebihi Veer.
"Sally kenapa nangis?" Tanya Dewa langsung pada intinya. Dia tadi ke restoran dan menemukan Sally menangis di dapur. Ibu Kian bahkan tidak bisa untuk menenangkan dirinya.
"Aruna." Jawab Veer.
Tentu saja Dewa tidak terlalu paham, namun mampu membuatnya cukup emosi hanya dengan mendengar nama ini. "Ngapain tuh cewek?"
"Balikan sama Veen."
Dewa tersedak oleh kemarahan, "Anjing! Itu cowok otaknya udah konslet apa gimana? Dongo bener malah balikan sama si nenek lampir. Mending sama si lintah darat daripada sama si Aruna!"
Veer mengedikan bahu acuh, mengulurkan tangan pada Dewa, meminta barang yang biasa dia konsumsi saat kalang kabut dengan emosi sendiri, "Satu," pintanya.
"Jangan di sini pekok, Veen bakal muntap kalau lihat lo nyebat."
"Yaudah, ayo cabut. Setelah itu kita ke restoran."
Keduanya masuk ke dalam mobil Dewa, pergi ke studio yang biasa di jadikan Veer, Dewa, dan Juan untuk berkumpul bersama. Entah sekedar bermain ps, saling bertukar cerita, atau meminta solusi dari masalah yang menimpa di antara mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Taetzu] Wanna Be Me | Selesai ✔
FanfictionFanfiction Challenge With Metanoia -Wanna Be Me- Tekanan akan tuntutan selalu menjadi yang sempurna membuat Sally tersiksa. Menjadi karakter lain di depan banyak pasang mata yang siap menuding dirinya, mencari segala celah untuk membuat berita hanga...