#28. Bodoh!

285 42 50
                                    

Mbak Naila menghampiri Veer di kursi meja nomer sebelas, duduk begitu saja tanpa permisi. Jian berhenti mengedot Milkshake oreo miliknya.

Jian menatap Mbak Naila bingung, "Mbak, matanya santein dikit, serem amat."

"Bener tuh," timpal Veer.

Tapi saat ini Mbak Naila sedang tidak bisa untuk bersikap santai. Sudah tiga hari ini dia menunggu untuk bisa bertemu langsung dengan Veer. Ingin bertanya sesuatu demi memastikan sebuah kebenaran dan menegakkan keadilan.

"Ini penting banget," ucap Mbak Naila serius, "Veer, kamu tiga hari yang lalu main ke sini?"

"Enggak, ada apa emang?"

"Kembaran kamu dulu, siapa aduh namanya, lupa. Udah balik ke sini?"

"Udah."

"Tuh kan! Jadi bener dugaan Mbak! Pria kemarin itu bukan kamu tapi kembaran kamu yang dulu suka main ke sini."

Jian undur, harus pulang ikut sang Mama. Beranjak dari kursi dengan kecewa karena tidak bisa ikut ngerumpi bareng Mbak Naila.

"Apasih Mbak? Yang jelas dong kalau mau bahasa sesuatu," sewotnya kesal.

"Kemarin pegawai baru gak sengaja lihat kembaran kamu marahin Sally, dia pikir itu kamu jadi langsung lapor ke Mbak Naila buat hibur Bos Muda."

Veer merasa penasaran. Masalah apa lagi yang di munculkan oleh kebodohan Veen. "Marahin gimana tuh, Mbak?"

"Gini nih........... , ............ , .......................... , ......"

Mbak Nailai menjelaskan panjang kali lebar kali tinggi. Veer sangat memperhatikan seperti anak tadika baru saja di ajari cara tambah-tambahan.

Veer mendadak emosi, "Sally jarang masuk lagi ke restoran?"

"Tiga hari ini dia nggak masuk ke dapur. Biasanya juga suka sliweran, meski gak ikutan bantu, dia selalu perhatian sama tanaman yang ada di belakang. Nyiramin bentar abis itu pulang, sekarang gak dateng sekalipun. Ibu Kian bilangnya Sally sakit."

"Makasih Mbak infonya, Veer pergi dulu!"

"Eh!"

Sia-sia ingin menghentikan anak itu. Veer sudah berlari kencang menuju parkiran. Masuk ke dalam mobil untuk menemui kakaknya di perusahaan. Tiga hari ini Veen juga tak kunjung pulang ke rumah.

Berjalan di dalam perusahaan, banyak orang menundukkan kepala hormat. Memberikan salam kepada putra bungsu pemilik perusahaan.

Veer berjalan sendirian, tujuanya adalah ruangan Veen. Membiarkan kobaran api penuh emosi semakin tersulut bersama setiap langkah yang dia ambil. Malas untuk meredakan kemarahan. Kali ini Veen sudah terlalu kejam mengatai Sally wanita murahan cacat bermata satu.

Jika di pikir ulang, akar masalah adalah Veen untuk kasus ini. Andai Aruna tidak cemburu akibat perubahan sikap Veen pada Sally, gadis itu tidak akan berfikir untuk menyakiti Sally.

Pintu ruangan ia dobrak, menghilangkan semua rasa sopan santun. Berjalan masuk membawa amarah pekat, wajahnya tertekuk kesal.

Veen melepas kaca mata, menatap adiknya sengit, "Abis dari mana? Bisa ketuk pintu kan?"

Telinga Veer tuli di butakan oleh bunyi kobaran api emosi dalam hati. Mengambil langkah panjang tergesa-gesa dan tidak teratur. Tangannya menarik kemeja kerja Veen ke atas tanpa memberikan aba.

Bugh!

"Veer!" Veen berteriak kencang. Merasa aneh, konyol, dan kesal atas sikap lancang dari adiknya.

[Taetzu] Wanna Be Me | Selesai ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang