#. Side Story Six

128 27 7
                                    

20 Juni 2020

Di tengah lautan hujaman rintik air hujan. Dua manusia lawan jenis berdiri di pinggiran danau yang dekat dengan gedung sekolah mereka. Cahaya bulan memantul pada permukaan tenang air danau.

Veen memegang payung di tangan kanannya, membungkam mulut rapat. Lima belas menit berlalu seperti ini, suasana hening, tanpa suara, tanpa percakapan, tanpa sebuah candaan.

Sally bingung harus berkata apa, padahal sebelumnya dia selalu bisa berbicara panjang lebar dengan Veen, entah itu kalimat penting atau tidak penting.

"Mari kita sudahi hubungan ini."

"Maksud kamu?" Sally terlonjak, terperangah hingga berbalik sedetik kemudian, mendongak menatap pemuda tinggi di sampingnya.

Veen menoleh, pun ikut menatap wajah Sally, "Mari kita sudahi hubungan ini."

"Kenapa? Apa alasannya? Selama ini hubungan kita baik. Sally punya salah? Sikap Sally terlalu kekanak-kanakan? Sally terlalu ganggu kamu? Tolong beri penjelasan, hubungan kita bukan hubungan satu hari, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun yang bisa di putus dengan satu kalimat."

"Karena aku memiliki gadis yang aku cintai. Dan itu bukan kamu, selama ini aku salah mengartikan perasaan kasih sayang aku ke kamu, aku sayang ke kamu hanya sebatas kakak kepada adik, tidak lebih. Sikap posesif aku ke kamu itu juga murni karena aku anggap kamu sebagai seorang adek."

Terdiam kemudian. Sally merunduk, dia sudah pernah mewanti konflik ini dulu. Masa dimana akan datang Veen meminta dia pergi dan membiarkannya bersanding dengan perempuan lain.

Di tengah kekacauan pikiran, senyum seorang pemuda melintas di benak Sally. Pemuda bersenyum manis, semanis pelangi di penghujung hujan.

Kepalanya mendongak, menatap tepat ke iris hitam sepekat tinta, sedingin gumpalan es di gunung salju, bibirnya mengucapkan kalimat final, "Baik, kita akhiri pertunangan ini. Batalkan perbodohan di antara kita. Mari tempuh jalan hidup masing-masing."

Kedua alis tajam Veen mengerut ke dalam, jawaban Sally sama sekali tak terbayang di dalam pikirannya. Dia semula mengira Sally akan menangis bak anak kecil di pelukannya, merengek meminta dia kembali memikirkan hubungan di antara keduanya yang telah terjalin dari 10 tahun.

Memanfaatkan kelinglungan Veen setelah mendengar jawabannya. Sally berjalan menembus hujan, membiarkan tetesan tajam air hujan menusuk kulit lembutnya.

Mengenai perasaannya teruntuk Veen, dia pun belum pasti, dia sedari dulu selalu di Ratukan oleh Veen. Apa yang dia inginkan pasti di penuhi, apa yang di bencinya pasti akan di jauhkan, dan dalam keadaan apapun, Veen akan datang untuk dirinya.

Dia menangis, menangis bukan karena cemburu Veen mencintai perempuan lain. Melainkan menangis karena dia mungkin sebentar lagi akan kehilangan sosok penjaga di hidupnya. Kehilangan sosok kakak dalam hari-hari kedepannya. Dan kehilangan kasih sayang serta rasanya di manjakan seolah kita adalah Ratu di dunia ini.

***

Malam ini, bintang tidak menampakkan diri di langit kelabu malam hari. Sally bertopang dagu di pembatas balkom, pantatnya duduk di kursi besi berwarna abu.

Malam terasa sepi, Rembulan merasa kurang sempurna tanpa adanya taburam gemerlap mungil bintant-bintang. Kejadian jam 7 malam di dekat danau Sekolah tadi membuat Sally banyak merenung sendirian. Tenggelam dalam lamunan.

Pintu di ketuk dari luar, Sally berkata setengah berseru agar suaranya terdengar sampai luar, "Masuk!"

Mendapatkan persetujuan pemilik kamar, pintu terbuka, Juwi datang memasuki kamar putrinya. Di tangannya ada segelas susu hangat, bulan Juli nanti putrinya resmi memasuki SMA dan mendapatkan banyak teman baru.

[Taetzu] Wanna Be Me | Selesai ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang