Bab 1 - Lalisa Arthania

81 7 0
                                    

please play the song(ノ^_^)ノ

_____

Pagi ini minggu ketiga aku berada di sini. Awan putih menggumpal di langit, dedaunan hijau berguguran tatkala sehembus angin menerpa. Membuat seseorang yang terbaring dengan kepalanya di atas pahaku ini, semakin memejamkan mata.

Sejujurnya aku pegal, tapi tidak bisa menolak. Ini pekerjaanku, yang harus kulalui dengan penuh suka cita. Bukan hal yang mudah menjadi pengurus manusia yang parasnya tidak bisa diungkap oleh kata-kata. Bahkan sikapnya pun kadang membuatku terkejut. Seperti tiba-tiba memeluk, padahal sebelumnya aku belum pernah dipeluk oleh orang lain selain keluargaku.

Pemuda dua puluh tiga tahun ini, kini memegang tanganku erat. Aku siap siaga dengan apa yang akan ia katakan selanjutnya. "Ada apa, Tuan?"

Mata hijaunya terbuka, otomatis melihat wajahku di atasnya. "Tolong ambilkan peralatan lukisku di kamar." Lalu ia berinisiatif untuk bangkit. Membiarkanku pergi mengambil apa yang ia minta.

Perkenalkan, namaku Lalisa. Aku adalah anak tunggal dari keluarga sederhana. Karena sebuah peristiwa yang melibatkan ayah, bisnis keluarga kami jadi bangkrut tak bersisa. Sore itu, di tengah gerimis, wanita bernama Sthofia menghampiriku yang terjebak di sebuah halte. Ia turun dari mobil menggunakan payung.

"Lalisa Arthania?" Wajah awet muda ke-Ibuan itu menatap tersenyum padaku. Aku mengangguk ragu, bertanya-tanya.

"Aku menerima lamaran kerjamu. Tapi jangan terkejut setelah kuberitahukan bagaimana pekerjaannya. Kamu akan tahu nanti." Ucapnya tersenyum tipis, misterius.

Dan di sinilah aku sekarang. Di rumah besar bergaya Eropa dengan halaman luas di belakangnya. Rumput hijau muda terpangkas rapi menjadi pijakan ku lagi setelah mengambil perkakas melukis. Aku melihatnya sedang menyandarkan punggung pada pohon. Duduk di atas kain putih polos yang di tengahnya terdapat beberapa camilan segar. Ia membaca buku.

"Ini, Tuan." Aku menaruh peralatan melukis di dekatnya.

"Aku ingin melukismu dengan gaun itu."

***

"Jangan menahan napas, pelan-pelan saja. Itu tidak akan merusak lukisannya."

Baiklah, pemuda itu tidak tahu bahwa aku ini gugup karena dia perhatikan. Bukan takut merusak pose lukisan diriku. Meski ia hanya sedang fokus melukis, tentu siapa yang tidak akan gugup jika berada di posisi ini. Aku masih remaja labil, Tuan!

"Erledigt."

Ia meletakkan kuas. Membalik easel, lalu menatapku. Aku segera memperbaiki posisi, yang tadinya telungkup dengan kepala di atas lipatan tangan, serta pohon delima sebagai background.

Melihat lamat-lamat lukisan itu,.

"Bagus, Tuan."

Tidak, ini bukan sekedar bagus Lalisa! Ahes membuat wajahku benar-benar seperti nyata. Gaunnya, pohon, beserta semua yang termasuk di dalam lukisan itu. Aku ragu dia tidak bangga pada dirinya sendiri, namun melihat wajah datar itu-sudahlah. Aku tahu kehidupan ini begitu membosankan baginya, terkecuali  hm ... alkohol?

"Hmm." Ia mengangguk, lalu tiba-tiba mendekat ke arahku. Menidurkan kepalanya di atas pahaku, lagi.

"Aku ingin stroberi." Ucapnya menatap lurus ke arah mataku. Wajah kami hanya berjarak tiga puluh centimeters. Aku yakin muka ini mengeluarkan semburat merah.

Mengangguk, segera kuambil potongan buahnya di piring menggunakan garpu. Menyuapinya. Bisa kulihat bulu mata lentiknya bergerak ketika ia mengunyah sambil memejamkan mata. Aku yakin dewa-dewa yunani bisa bersanding dengan parasnya.

Setelah memakan habis seluruh potongan stroberi, ia tiba-tiba memanggil namaku lirih.

"Lalisa ... "

"Aku ingin alkohol."

Lengannya sudah melingkari leherku tanpa persiapan. Ia menariknya ke bawah, yang otomatis telingaku mendekati bibirnya, kemudian berbisik lirih seperti itu.

***

"Saya mohon, Tuan jangan melanggar seperti ini. Nyonya sudah mewanti-wanti agar Tuan menjauhi anggur." Aku memegang lengannya erat. Kepalanya menoleh, "Ssst."

Sembunyi seperti ini, aku merasa bahwa aku sudah menghianati Nyonya Sthofia. Dia bahkan berharap anaknya bisa berhenti pada alkohol. Candunya.
Ahes ternyum tipis, sangat tipis ketika satpam penjaga tertidur. Ditariknya lenganku, kemudian memberhentikan sebuah taksi yang melewati perumahan ini.

Pengap, bising, bau anggur. Itu yang kurasakan ketika kami menginjaki sebuah clubbing. Merupakan hal yang baru dan pertama kalinya bagi seorang Lalisa. Ia memesan tiga gelas besar sekaligus, tangannya masih memegangku. Seakan takut gadis delapan belas tahun ini dibawa oleh pria mesum.

"Dan tolong buatkan jus jeruk untuknya." Tambahnya sambil mengendikkan dagu ke arahku.

Sial, ia bahkan tidak berhenti-berhentinya memesan setelah gelas yang kelima. Dia gila! Namun aku lebih gila karena mengaguminya.

Beberapa jam setelah itu, Ahes benar-benar mabuk. Aku menelepon Gerald, pelayan pria pribadinya. Kuceritakan secara singkat bagaimana proses kami bisa berada di sini. Ia akan datang untuk tiga puluh menit.

"Tuan, kita duduk di sana saja." Aku mengiringnya ke sebuah kursi panjang di depan clubbing. Menunggu dengan langit yang masih gelap. Ini jam empat pagi, dan kami belum tidur sama sekali. Aku  berusaha menahan kantuk, bahkan sejak jus jerukku habis. Ia mengabaikanku saat aku melarangnya untuk memesan lagi.

"Nona, mari saya bantu." Aku segera melepas lingkaran satu lengannya di leherku, memberi alih pada Gerald. Ia dengan cepat mendudukkan Ahes di mobil.

"Pak, tolong rahasiakan ini dari Nyonya." Aku mengigit bibir. Takut kalau itu mengancam pekerjaanku. Gerald melirik kami di belakang melalui kaca spion tengah, lalu mengangguk. Aku ragu ia memang menurut.

Pft, tiba-tiba Ahes memelukku, meletakkan kepalanya di ceruk leherku. Menghirup napas pelan-pelan. Mencari posisi ternyaman.

Ia tidak sadar jantung ini sudah melompat-lompat berusaha keluar.

***

Erledigt : selesai, dalam bahasa jerman

Easel : tiang kayu untuk menaruh kanvas

to be continued.

visualisasi Lalisa⬆️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


visualisasi Lalisa⬆️

kalau kalian kurang setuju dengan visual²nya, boleh berimajinasi sendiri<3

Sunrise & LalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang