Bunyi klakson bersahut-sahutan. Bising yang cukup keras sehingga membuatku makin menyusupkan kepala di lehernya. Kepalaku berat, tapi gadis yang kubuat repot ini berhasil membuatku rileks oleh pijatan tangannya di tengkuk ku.
"Perumahannya sudah mulai dekat, Tuan." Aku hanya mengangguk, memejamkan mata.
Wajar saja jalanan macet saat ini, pukul lima sampai tujuh pagi merupakan jadwal semua orang mengawali hari. Dan aku menyesal telah meneguk berbotol-botol alkohol hingga fajar tiba. Lagi-lagi merepotkan gadis ini, aku semakin mengeratkan pelukan padanya.
Dua puluh menit kemudian kami sudah sampai di rumah. Gadis itu berterima kasih kepada pelayan pria karena membantunya membaringkanku di kasur, lalu melepas sepatu pentofel yang kupakai, mencopot kaus kakinya, dan membuka satu-persatu kancing kemeja yang membuatku agak sesak.
Kebiasaan rutin yang tidak pernah dia tinggalkan.
Aku tertidur beberapa jam, kemudian bangun ketika badanku sudah bugar kembali. Tanpa sengaja menemukannya di atas sofa, tertidur lelah dengan wajahnya yang diterpa sinar matahari pagi.
Gadis itu, perempuan yang sangat kucintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunrise & Lalisa
Romance"Seperti sunrise yang memulai hari dengan elegan, Lalisa diciptakan untuk menjadi pembatas kehidupanku yang gelap, dengan cahaya pendarnya." [Cerita ini terinsipirasi dari judul karya bang Tere Liye, Sunset Bersama Rosie] Merupakan versi yang sangat...