*Calum POV*
Aku tersadar kembali saat Zeah tiba-tiba bangkit berdiri. “Bila kau menatapku dengan tatapan mengasihaniku seperti itu lagi, lebih baik kau jangan datang ke sini lagi.” Ucapnya yang tiba-tiba membuatku terkejut. Belum sempat aku membalas kata-katanya dia sudah pergi dengan cepat, apakah wajahku terlihat seperti menghasihaninya? Dia memang terlihat kesepian tapi aku tak bermaksud mengasihaninya sedikitpun. Aku hanya berniat akan menemaninya bila dia datang ke sini lagi.
Apa boleh buat, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku juga baru saja bertemu dengannya beberapa jam yang lalu. Aku pun melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan Zeah sebelum dia bangkit berdiri. Aku terlentang di atas rerumputan dan melihat kegelapan malam yang sekarang menyelimuti kota Australia ini. Zeah benar, bila kau ke sini dan melihat langit-langit malam kau akan mendapati pertunjukkan yang menakjubkan dari bintang-bintang. Banyak sekali bintang malam ini, cantik. Lebih dari kata Cantik. Kedua tanganku terentang lebar.
Aku menutup mataku perlahan dan menikmati suasana malam di taman ini. Aku pun tiba-tiba teringat Zeah. Dia bilang kurang lebih setahun dia sudah sering ke sini, aku berfikir bila dia ke sini pasti sendirian. Apakah dia tidak mempunyai teman untuk di ajak kemari dan melihat kedua pemandangan yang menakjubkan ini? Apakah dia tidak memberitahu keluarganya agar melihat kecantikan tempat ini bersama-sama? Entah mengapa aku mulai penasaran dengan perempuan mungil itu. Aku pun membuka mataku kembali dan melihat bintang-bintang yang berada di atasku saat ini. Andai Tuhan memberikan aku waktu lebih lama untuk mengenal perempuan itu lebih dekat.
*
*Zeah POV*
Aku pun terbangun saat sinar matahari memaksa masuk ke dalam kamarku melalui cela-cela gorden. Aku pun menutupi cahaya yang mengenai mataku dengan telapak tangan. Aku pun mengerjapkan mataku dan mulai merenggangkan tubuhku yang berada di tempat tidur. Hahaha... mirip seperti kucing yang menggeliat malas untuk bangun. Aku pun turun dari tempat tidur dan membuka jendela kamar, mempersilahkan cahaya matahari memasuki seluruh isi kamarku. Aku pun langsung menuju beranda kamarku, duduk di ayunan sofa panjang putihku yang nyaman dan melihat pemandangan kota Australia pagi ini.
Aku tinggal sendirian di apartemen mewah ini, aku tidak memiliki saudara dan aku anak tunggal. Ayahku berada di luar negeri, dia jarang pulang untuk melihat keadaanku. Mungkin setahun 3-5 kali dia menjengukku. Entah apa pekerjaannya di sana karena aku tak sedekat dulu dengan Papa semenjak Mama meninggalkan kami berdua untuk selamanya. Mamaku meninggal 5 tahun yang lalu, dulu aku memiliki penyakit jantung. Saat itu keadaanku sangat kritis dan 10% untuk bisa hidup, dokter Westerd bilang bahwa aku harus secepatnya mendapatkan donor jantung dari seseorang yang cocok, dan Mama tiba-tiba menghilang sebelum mendengar kabar baik bahwa ada seseorang yang berbaik hati mendonorkan jantungnya kepadaku. Aku dan Papa berfikir bahwa Mama pulang untuk mengambil pakaian gantiku. Ketika operasi berhasil dan –setelah aku berhasil siuman dan keadaan mulai membaik- aku mendapatkan kehidupanku kembali di dunia, tiba-tiba dokter Westerd memasuki ruang rawatku. Dokter Westerd mengajak Papa berbicara di luar ketika Papa memegang tanganku dan bersyukur karena aku tidak jadi menghilang di kehidupan Mama dan Papa.
Aku bisa melihat mereka berdua mulai berbicara melalui pintu -yang memiliki kaca kotak di bagian atasnya-. Sepertinya mereka membicarakan hal serius karena aku melihat ekspresi Papa yang tiba-tiba berubah. Tiba-tiba dokter Westerd memberikan 2 buah surat kepada Papa, Papa membacanya dan tiba-tiba Papa mematung di tempat setelah membaca surat dari dokter Westerd. Papa tiba-tiba mencengkram kerah dokter Westerd dengan kedua tangannya. Papa berteriak dan menangis di hadapan dokter itu, tiba-tiba tangannya bergetar dan terjatuh aku tak tahu apa yang terjadi, apa yang mereka bicarakan sebenarnya.
Setelah bicara serius dengan dokter Westerd, Papa masuk ke kamar rawatku dan menatapku dengan penuh kebencian. Papa mengambil jaket di kursi sebelah tempat tidurku, dia menatapku tajam, matanya sudah memerah akibat menangis di hadapan dokter tadi. Seumur hidup Papa tak pernah menatapku dengan penuh kebencian seperti ini apalagi menatapku dengan tajam. “KAU!!! KAU SEHARUSNYA TAK MENERIMA JANTUNG DARI ENNLISE!!! SEHARUSNYA KAU YANG MATI BUKAN ENNLISE!!! ANAK SIALAN!!! KAU PEMBUNUH ENNLISE!!!” teriaknya tiba-tiba, air matanya keluar terus menerus saat dia meneriakkiku. Dia melemparkan 2 buah surat itu ke kasurku dan segera meninggalkanku sendirian di sini.
Aku yang baru sadar tidak bisa mencerna semua kata-kata Papa barusan dengan mudah. Aku berusaha bangkit untuk duduk dan mengambil 2 buah surat itu dengan susah payah. Bagaimana tidak susah? Bayangkan masker oksigen yang menutup permukaan hidung dan mulutmu, selang infus yang berada di tangan kirimu dan sebuah penjepit entah apa namanya berada di jempol tangan kirimu. Setelah aku berhasil mendapatkan surat-surat itu, aku pun mengatur tempat tidur bagian atasku menjadi tumpuan untuk bersandar. Aku menata bantal-bantal tebalku dengan posisi berdiri. Aku mulai bersandar dengan perlahan agar jahitan di dadaku tidak terbuka.
Aku pun mulai membaca surat yang sudah di buka oleh Papa tadi. Tanpa aku sadari air mataku menetes bertubi-tubi, mereka memberontak untuk menjatuhkan diri di atas surat-surat itu. Aku meremas kedua surat itu dengan keras hingga berbetuk bola di dalam genggamanku. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Hanya menangis. Itulah yang kuinginkan saat ini. Rasanya sangat Sakit dengan apa yang terjadi sekarang.
Aku langsung tersadar kembali dari lamunanku karena suara Night yang tiba-tiba berada di pangkuanku, cukup lama aku mengingat kembali kejadian itu di ayunan sofaku. Aku mengelus lembut punggung Night. Night adalah kucing kesayanganku. Dia hanya kucing jalanan yang kutemukan di dalam kardus ketika dia masih kecil, dia Jantan tetapi karna dia terlihat menyeramkan kuberi nama Night bulunya juga tebal dan halus. Warna bulunya hitam pekat.
Dulu aku memang sendirian tapi kini dengan kehadiran Night hidupku tidak begitu menyedihkan, hahaha... Tapi aku harus bisa bertahan lebih lama, agar Night ada yang bisa menjaganya. Aku tak ingin dia sendirian. Aku menengok belakang ke arah jam dinding yang berada di kamarku. Sudah jam 10 dan waktunya untuk ke rumah sakit, melihat perkembanganku untuk kedepannya. Entah aku akan di beri keringanan oleh Sang Waktu atau di hancurkan olehnya saat itu juga. Aku akan mengikuti permainan Sang Waktu.
***
Hai-hai :D
Ini cerita pertamaku...
Maaf kalau banyak sekali Typo dan ada yang Gak nyambung...
Maklum masih amatiran wkwkwk...
Tolong kasih voment ya?????
Dan terima kasih juga buat temanku Dila Nazila udah bantu promotin cerita ku XD qkqkqkqk....
Thanks Kawan....
Selamat Menikmati ceritanya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Red // Calum Hood
FanficBisakah kau tetap tinggal di sisiku? Bisakah kau tidak pergi dari hidupku? Aku tahu waktu ku takkan lama di sini... Aku sangat membutuhkanmu... Aku Menyukaimu dari awal... Aku Menyayangimu... Aku Mencintaimu... Dan itu yang kusesali dari awal kita b...