jadi setelah gua pikir pikir, kemarin itu gajelas hehe jadi masih lanjut mungkin bakal 5 atau lebih chapter lanjutan gitu buat ending yang serius
/mengsenyum
.
.
."Haechan..."
"Haechan!!"
Nafas Yangyang tersengal sengal, dahinya penuh dengan keringat. Sedetik kemudian ia sadar ia berada di kasur kamarnya tepat pukul enam pagi.
"Jadi gue cuma mimpi? Ahh... pala gue sakit,"
Yangyang hendak menutup matanya kembali, bermaksud ingin tidur namun tepukan di wajahnya membuatnya terkejut dan kantuknya terasa hilang begitu saja.
"Ngapain mau tidur lagi? jam berapa nih, kuliah kita,"
Yangyang menatap orang yang berbicara di sebelahnya, dia Haechan yang sempat masuk ke mimpinya. Tanpa sadar ia diam saja tak menjawab pertanyaan Haechan.
"Heh, kok diem aja, trus tadi ngapain tuh lu bangun teriakin nama gue, wah mimpi jorok kan lu pasti?" Haechan menatap Yangyang remeh. Ia sudah menebak nebak apa yang Yangyang mimpikan tentangnya.
Yangyang tak menjawab, justru ia berhambur ke pelukan Haechan. Wajahnya berada di ceruk leher Haechan, air matanya keluar sedikit demi sedikit.
"Yang?" Haechan mengarahkan tangannya untuk mengelus punggung Yangyang yang bergetar, ia merasa pundaknya basah karena Yangyang menangis.
"Lu kenapa?""Gue mimpi lu dibunuh, bangsat,"
"Yaelah mimpi doang, ngapain nangis nangis? Ini yang uke tuh gue apa lu sih?" Haechan menarik rambut Yangyang kuat, menurutnya Yangyang terlalu lebay karena menangisi mimpinya.
"Ya tapi gue sedih tolol, nggak ngerti banget," Yangyang kembali berbaring tanpa mempedulikan Haechan yang akan memarahinya karena kembali tidur.
"Cepetan bangun Yang.... kuliah abis ini loh,"
Yangyang tak menggubris ucapan Haechan, ia justru memeluk pinggang Haechan dengan erat. Hal ini membuat Haechan merasa aneh, tumben sekali? ada apa?
Haechan menyentuh wajah Yangyang kemudian menyentuh lehernya yang begitu panas. Setelah ia sadari pula bibir Yangyang tampak pucat.
"Yang lu demam?"
Yangyang lagi lagi tidak menjawab, ia terus mengeratkan pelukannya di pinggang Haechan bahkan hingga wajahnya menempel di pantat Haechan.
"Yang?"
"Gausah modus deh lu, cepetan minggir gue mau kuliah," Haechan melepas paksa tangan Yangyang yang memeluk pinggangnya."Sini aja, gausah kuliah, temenin gue," Yangyang merengek, ia menarik tangan Haechan dan mengecup jari jari yang kini ia genggam.
"Lah ngatur? siapa lu ngatur ngatur gue?!"
"Sini tidur lagi, temenin gue!!! sini!! Haechan mau ya bobo sama Yangyang?" Yangyang memeluk lengan Haechan, sedangkan Haechan menatap Yangyang pasrah.
"Gue cari plester demam dulu,"
"Gak gak, kek bocah, gak mau, sini aja ih" Yangyang menarik Haechan kuat, kini tubuh Haechan berada di dekapannya.
"Lepasin gue! ih! Yangyang!"
Plak!
Haechan menampar kuat wajah Yangyang hingga memerah, mata Yangyang bahkan berair karena menahan perih.
"Anjing, sakit banget," Yangyang duduk, ia mengusap wajahnya sendiri sambil menatap Haechan yang pergi ke kopernya mencari sesuatu.
"Makanya kalo gue bilangin itu nurut!" Haechan menatap Yangyang sebal, ia membuka kemasan plester demam kemudian menempelkannya di dahi Yangyang, tak lupa menepuknya kuat hingga benar benar menempel.