Entah apa yang di pikiran Haechan sekarang. Ia yang seharusnya mengikuti pelajaran malah justru duduk di bar menikmati minuman beralkohol di mejanya. Fakta bahwa Yangyang adalah gay membuatnya mengingat segala sumber traumanya pada masa lalu. Ia harap dengan ini ia bisa melupakan masa lalunya.
Ia tak mempedulikan orang orang yang bisa saja menatapnya dengan aneh. Ia menyandarkan kepalanya ke tembok di samping tempat duduknya. Beruntung pencahayaan di bar ini kurang, ia menangis pun tidak akan ada yang mengetahuinya.
Haechan berada di bar entah sampai kapan. Ia terus bergumam ketakutan seolah seseorang akan mencelakainya.
Air matanya terus membasahi wajah manisnya. Ia yang biasanya di waktu ini masih duduk gembira di kelasnya kini terus menangis di tempat seperti ini tanpa ada yang menemaninya.
¤¤¤
Yangyang dan dua temannya alias Jeno dan Mark pun ke luar kelas karena dosen tak datang mengajar. Kalau seperti ini, ia bisa manggung di bar lalu mendapatkan uang.
"Kita ini mau kemana to?" Tanya Jeno menatap teman temannya saling diam. Ya memang sebenarnya ketiganya ini pendiam tapi kenapa tidak mengobrol.
"Mau ngeband di bar, kuliahnya kan kosong jadi ngapain, mending ngeband dapet duit," ucap Yangyang menjawab pertanyaan Jeno.
Ke tiganya berjalan bersama menuju bar dekat kampus. Sepertinya bar itu juga ramai, dapat di lihat dari mobil mobil yang terparkir di depannya.
Mereka masuk ke bar dengan santai. Ke tiganya meletakkan tas di tempat biasa ia meletakkan tasnya. Mark dan Jeno pergi menuju panggung band untuk menyiapkan alat musiknya. Beda dengan Yangyang yang justru termenung menatap seseorang di ujung ruangan, matanya masih cukup bisa melihat seseorang di tempat yang tak cukup terang. Ia berjalan mendekati orang itu karena penasaran. Bisa ia lihat orang itu tampak mabuk karena orang itu berbicara sendiri lalu menangis.
"Haechan?" Yangyang terkejut menatapnya. Pakaian yang digunakan Haechan membuatnya merasa tak asing dan mendekatinya tadi. Ia pikir Haechan berangkat ke kampus tetapi ternyata Haechan pergi ke tempat gelap ini untuk mabuk. "Chan lu mabuk? Lix ini udah lama di sini?"
Yangyang bertanya pada salah satu pekerja di bar yang cukup dekat dengannya."Iya udah dari pagi sih, gak tega gue liat dia begini, lu bawa pulang deh mendingan," ucap Felix, pekerja bar yang cukup dekat dengan Yangyang.
"Oke, dia udah bayar kan?"
"Udah tadi sebelum dia minum udah bayar tenang aja,"
Yangyang tersenyum, ia berusaha mengangkat tubuh Haechan untuk membawanya ke luar dari tempat ini. Ia membawa tas Haechan sambil merangkul Haechan yang mabuk.
"Yang lu mau kemana?" Tanya Mark ketika melihat Yangyang pergi merangkul seseorang.
"Gue mau pulang!! Nanti kayanya gue balik!"
Yangyang tak mempedulikan ocehan Mark lagi, ia mengambil tasnya sendiri lalu kembali berjalan untuk pulang ke asrama.
¤¤¤
Yangyang meletakkan Haechan ke kasur, tubuhnya terasa sakit setelah merangkul Haechan. Ia tak cukup kuat untuk merangkul karena Haechan bahkan sama besar dengannya.
Yangyang tak habis pikir dengan Haechan, ia nekat pergi ke bar seorang diri lalu mabuk di sana. Ia tidak tahu juga mengapa Haechan menangis di bawah alam sadarnya.
Ia duduk di tepi kasur dan menyelimuti Haechan. Ia harus segera kembali ke bar atau Mark akan marah.
"Jangan tinggalin Chan hiks... jangan pergi!!" Haechan tiba tiba berteriak menarik pakaian Yangyang lalu bangkit dari posisi awalnya.
Yangyang menoleh, menatap Haechan yang tidak ingin di tinggal. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Haechan sampai ia seperti ini. Ia duduk di kasur Haechan kembali berhadapan dengan Haechan.
"Jangan tinggalin Chan..." Haechan memeluk Yangyang erat, benar benar erat seolah ia lupa jika tadi pagi sempat bertengkar.
Yangyang tidak memanfaatkan kesempatan ini. Ia tahu Haechan benci gay, pasti Haechan juga tidak menyukai berpelukan seperti ini apalagi dengan laki laki.
Tangan Haechan semakin erat memeluknya. Wajahnya bahkan menempel di dada Yangyang. Yangyang bisa merasakan kemejanya basah oleh air mata Haechan.
Yangyang memberanikan diri mengelus punggung Haechan lalu mengarahkan tangannya ke rambut Haechan dan mengelusnya.
"Gue nggak akan kemana mana... gue bakal nemenin lu,"
Ya... mungkin Mark dan Jeno mencarinya karena tak datang datang. Ia tak peduli, ia hanya mempedulikan Haechan saat ini.
"Plis stop, jangan nangis..." Yangyang terus mengelus rambut Haechan berusaha menenangkan Haechan.
"Chan benci gay! Chan benci gay! Chan benci mama!" Haechan terus berteriak memukul mukul dada Yangyang.
Yangyang tidak tahu harus berbicara apa. Ia tak tega melihat Haechan seperti ini.
"Gue mohon sama lu, jangan nangis lagi... lu bisa cerita masalahlu ke gue..." Yangyang tak yakin sebenarnya, Haechan mabuk seperti orang biasa yang dapat mencerna kalimatnya. Mungkin hanya menangis dan berbicara menyebut namanya sendiri.
"Chan benci mama, dia bikin Chan di buli temen temen! Chan gak mau punya mama cowo! Mama bikin temen temen Chan jahatin Chan! Chan benci mama!"
Dari sini Yangyang paham dengan apa yang terjadi dengan Haechan sampai ia membenci gay.
"Gue mohon, lu boleh benci Gay, tapi please jangan benci gue.." Yangyang memeluk Haechan balik, berharap Haechan mengerti ucapannya.
"Chan capek dijahatin temen temen Chan! Chan takut! Chan benci mama! Benci gay! Benci Yangyang..." Haechan mendadak melepaskan pelukannya namun tetap bersandar pada Yangyang.
Yangyang tahu sekarang apa yang harus di lakukannya agar Haechan tidak membencinya...
¤¤¤
Jaemin dan Renjun berada di kamar Jaemin, ya itu karena Mark tidak berada dikamar. Mereka sejak tadi menempelkan telinganya ke tembok yang menghubungkan kamar Markmin dengan kamar Yanghyuck.
"Kok diem ya? Kata lu tadi Yangyang sama Haechan gelud?" Tanya Renjun menatap Jaemin kesal, keduanya berniat untuk menguping pertengkaran Yangyang dan Haechan namun ternyata kamar Yangyang senyap.
"Gak tau juga, mau nonton Mark ngeband gak?" Tanya Jaemin menawari Renjun menonton band di bar.
"Enggak, gue mau pulang ke rumah aja, kangen orang tua gue.." Renjun tersenyum kecil, ia mengambil tasnya yang ia letakkan di kasur Jaemin lalu pergi meninggalkan Jaemin.
¤¤¤
Renjun keluar dari kamar Markmin, berjalan melewati kamar Yangyang dan Haechan. Samar samar ia mendengar suara Yangyang seperti menenangkan Haechan dari isak tangisnya.
"Gue mohon... jangan sedih lagi,"
"Chan benci Yangyang!" Haechan memukul mukul dada Yangyang, menatap Yangyang marah dan terus memukulnya.
Yangyang terus diam, ia bingung dengan dirinya sendiri. Di sisi lain ia khawatir dengan Haechan yang membutuhkan sosok teman untuk bercerita tetapi Haechan membencinya. Itu artinya ia harus pergi...
Tbc gais
Vote, comment & follow saya ya gais unch agar saya semangat melanjutkan:)CIYEAH