Good morning, Bangkok!
Setelah dari Bandara Suvanarbhūmi kemarin, aku langsung check-in menuju hotel mewah ini, Anantara Siam Bangkok namanya. Tempat ini sukses mengalihkan pikiran ku untuk pergi keluar menikmati night marketkhas Bangkok yang aku rindukan itu. Alasan aku berdiam diri disini mungkin karna memang aku ingin menikmati fasilitas hotel bintang 5 ini atau justru mungkin karena pikiran ku yang mendadak kacau semenjak menerima sepercik text kemarin?
Mari anggap saja aku memang ingin stay disini, menikmati Anantara Siam Bangkok yang khas dengan dekorasi serba putih ditambah setuhan ornament ala kerajaan Thailand yang klasik dan megah. Oh iya, kamar ku terletak di lantai 5 dengan type kamar Bid Huge Rooms dengan ukuran yang sangat luas untuk kutempati sendirian. Seharusnya aku menginap di kamar Deluxe Room namun saat aku checkin kemarin, kamar yang ku tempati sudah penuh. Terjadi kesalahan teknis mungkin, aku tidak terlalu mempersalahkan hal tersebut karna ternyata aku juga mendapat tipe kamar yang sama luasnya. Balkon luar kamarku ini menyuguhkan pemandangan betapa sibuknya kota Bangkok, sedangkan bagian dalam menyuguhkan teduh dan asrinya kolam renang yang ada di lantai dasar. Namun, tubuhku tidak sempat mencicipi dinginnya air di kolam renang tersebut karena aku harus menuntaskan berkas-berkas untuk kebutuhan studi ku.
Maka, disinilah aku sekarang. Berdesakan di dalam MRT menuju Embassy of Indonesia yang terletak di Petchburi Road, Ratchathewi. Setelah urusan ku selesai, mungkin aku akan mendatangi beberapa daya tarik wisata yang ada disana sebelum aku meninggalkan Bangkok besok pagi.
Sesampainya disana, seseorang menegurku saat kami sama-sama sedang duduk menunggu nomor antrian kami di panggil.
"Mbak dari Indonesia?" sapa nya.
"Iya mas, kenapa?" jawabku.
Saat berada di negeri orang, kadang kita perlu untuk menanyakan daerah asal tersebut mengingat tidak adanya perbedaan yang spesifik antara fisik orang Indonesia dan Thailand, perbedaan pure terletak dari bahasa yang kami ucapkan saja. Maka tidak heran saat aku ingin membeli sesuatu banyak pedagang yang menggunakan bahasa Thailand kepadaku.
"Boleh saya pinjam pulpen hitam nya?" Tanyanya.
"Oh, iya boleh" jawabku sambil menyerahkan pulpen ku padanya.
Tidak lama nomor ku dipanggil, segera aku berjalan menuju meja administrasi dan memberikan berkas-berkas data yang kubawa tersebut. Setelah urusan ku selesai, aku tidak menunggu lama untuk segera keluar dari ruangan ini karena sudah tidak sabar untuk berkeliling Bangkok sekarang juga.
"Mbak-mbak..." seseorang memanggilku dengan berlari.
"Yaa?" aku menoleh kebelakang dan aku yakin betul siapa yang memanggilku ini.
"Ini mbak pulpenya"
"Oh, iya yaampun sampe repot banget harus lari-lari"
"Gapapa, namanya pinjam harus dikembalikan. Kebetulan tadi nomor antrian saya pas banget setelah mbak" jelasnya.
"Oh gitu, yaudah deh... makasih mas"
"Saya justru yang makasih... oh ya, gausah panggil mas deh. Panggil aja Risjad"
Aku menyambut uluran tangannya sambil memperkenalkan diri.
"Bilbina."
----
Sesuai rencanaku sebelumnya, aku memang sempat berjalan-jalan mengitari crowded nya kota Bangkok. Membeli beberapa buah tangan di Pratunam Market, mengunjungi Siam Paragon, dan sempat juga mencicipi kuliner khas Bangkok di Khaosan Road. Setelah itu aku kembali ke Hotel untuk membereskan beberapa barang yang sudah ku beli kedalam carry-on luggage ku agar besok pagi aku sudah siap dan tidak repot lagi.
Oh ya... soal Risjad, orang yang tadi siang kutemui itu sempat menemaniku berjalan hingga Pratunam karena kebetulan dia memang menginap di daerah situ. Sedikit banyak yang ku tau dia adalah seorang atlet taekwondo Indonesia yang sedang melakukan training selama 3 bulan untuk persiapan mengikuti perlombaan se-Asia katanya, dilihat secara postur tubuh yang tinggi dan proposional itu pun sepertinya orang-orang yang melihatnya juga tau kalau dia adalah seorang yang suka berolahraga. Aku sempat mencari informasi nya di Internet, karena dia atlit nasional tidak sulit mencari biodatanya. Dia lahir di Jakarta dan ternyata umurnya 3 tahun diatasku. Kemampuan stalking ini belum ada apa-apanya, karna kombinasi perempuan dengan rasa penasaran itu kinerjanya melebihi FBI. Tujuan ku mencari data dirinya hanya memastikan apa yang dia ceritakan itu benar. Karna kita perlu waspada dengan orang-orang baru kan?
Dia sempat menawarkanku untuk makan siang bersamanya dengan tata bicara yang sangat sopan, tapi aku tolak secara halus karna kebetulan aku sudah punya planning sendiri untuk makan tom yam di tempat yang pernah aku kunjungi dengan Mama dan Pritta, jadi aku tidak enak jika harus mengajaknya berjalan kaki lebih jauh lagi.
Dia menghargai keputusan ku, Setelah itu kami berpisah menuju tujuan masing-masing.
Selesai packing untuk penerbangan besok pagi, aku mengecek kembali jadwal keberangkatan ku dan mengirimkan kabar sekaligus ucapan terimakasih kepada keluargaku untuk fasilitas yang mereka berikan kepadaku selama di Bangkok ini.
Sempat ku lihat kembali kolom archive message ku untuk memastikan bahwa chat itu memang belom ku balas dan meyakinkan diri bahwa chat tersebut memang tidak perlu aku balas lagi.
Baiklah, setelah ini aku siap menyambut diriku dengan aktivitas baru di tempat baru untuk memulai kehidupan baru ku.
See you in hours, Phuket.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHUKET OLD TOWN
Chick-LitSome say it's painful to wait for someone. Some say it's painful to forget someone. But the worst pain comes when you don't know whether to wait or forget. -Unknown- then, if you were me, which one would you choose? [namun sebelumnya, pastikan kamu...