2. Hati harus mandiri

26 1 0
                                    

"Sekarang bahagia aja dulu, sedihnya nanti di pending."

••••

"Ra, aku ke perpus dulu ya! Kalau mau ke kantin duluan, nanti nyusul."
Tanpa menunggu persetujuan Tesira, Lea berlari ke luar kelas menuju perpustakaan tak lupa dengan selalu mengukirkan senyuman manisnya.

Sesampainya di perpustakaan Lea melihat Aqlan tengah tidur melipat tangannya menjadikan tumpuan kepalanya.

Lea tersenyum lebar. Ia langsung melangkah mendekati pria itu dan duduk dengan pelan disampingnya. Lea melihat sebuah earphone berwarna putih di telinganya, ia  berniat untuk membangunkannya dengan cara mengambil earphone itu.  Namun niatnya ia urungkan, dirinya pun ikut melipatkan tangannya dan berhadapan ke arah wajah Aqlan.

Aqlan yang merasa jika disamping dirinya ada seseorang yang sedang memperhatikannya, ia pun membuka matanya perlahan. Terlihat sosok perempuan yang tengah tersenyum memandanginya dengan mata yang, sangat indah.

"Ngapain?" tanya Aqlan dengan menatap Lea jengah.

"Enggak." Perempuan itu hanya menyengir.

"Mau lo apa? Masih belum cukup jawaban gue waktu itu?" tanya Aqlan dengan mengangkat sebelah alisnya.

Senyuman yang masih terukir di bibirnya, Lea menjawab dengan santainya, "Belum cukup, karena hati Lea masih terbang kesana kemari ngikutin hati kamu. Lagian Aqlan kenapa gak ambil aja sih hatinya Lea? jadinya kan Aqlan yang ribet."

Karena kesal dirinya perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Lea, "Lo ngerti bahasa indonesia gak?" tanyanya.

"Ngerti banget Aqlan, malahan di pelajaran itu Lea selalu dapet nilai 100," jawab Lea dengan polosnya.

Aqlan menatap perempuan didepannya tak percaya, jawaban yang keluar dari mulut gadis ini benar-benar diluar kepala dirinya.

Tuk!

"Lo Bodoh."

Setelah mengatakan itu dan menyentil dahinya, ia berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan Lea sendiri. Kepergian Aqlan bersamaan dengan bel masuk berbunyi.

Meskipun hanya sentilan tapi setidaknya dahinya disentuh Aqlan. Lea tidak mempermasalahkan kata-kata yang dilontarkan pria itu. Memang sudah biasa seperti itu.

"Kok jantung Lea kayak mau keluar yah? Aqlan bisa aja deh buat Lea melayang kayak gini. Jantung Lea aja baper sama Aqlan. Saranghaeyo Aqlan, nado saranghaeyo Lea." Monolognya sembari memeragakan tangannya finger heart seperti orang jatuh cinta yang ada di drama Korea.

Suara Lea yang pelan tetapi terdengar oleh seorang ketua osis yang bernama Gardan Yudastra. Dirinya sedang mengawasi siswa-siswi yang masih berkeliaran di luar kelas. Kebetulan ia melihat Lea tengah berbicara sendiri di perpustakaan. Lea memang selalu aneh, pikirnya. Bisa di bilang Lea itu adik kelas beda satu tahun dengannya.

"Gila lo?"

Lea yang di sadarkan oleh suara Gardan langsung berdiri di hadapannya dan menatap sang empu dengan cemberut.

"Ish, Kak Gardan ganggu tau! Orang lagi falling in love juga," ucap Lea dengan kesal lalu sedetik kemudian ia tersenyum lebar mengingat kejadian tadi bersama Aqlan.

Gardan menatap Lea cengo lalu menyentil dahinya.

Tuk!

Ketiga kalinya dahinya menjadi sasaran, setelah penghapus milik Pak Boni, disentil Aqlan itu gak masalah malah menambah kedamaian hati, dan sekarang dahinya menjadi korban lagi? Dikira dahinya kelereng apa bisa disentil sana sini.

"Ish! Ngapain sih sentuh-sentuh," geram Lea sambil mengusap dahinya.

"Lebay, udah sana masuk kelas. Daritadi bel bunyi gak denger? Pantesan aja telinga lo kuning tuh," canda Gardan dengan cekikan.

Lea melotot tak terima dan menendang kaki Gardan dengan keras. Dirinya langsung lari terbirit-birit menghindari amukan Gardan.

"Anjir sakit Lea!"

Lea yang belum jauh dari tempat Gardan berdiri, ia mendengar teriakan itu membalikan badannya dan memeletkan lidahnya mengejek.

Gardan tersenyum melihat kelakuan perempuan itu. Lucu, batinnya.

•••

Bel pulang berbunyi, semua murid berhamburan keluar kelas dan beberapa murid pun menunggu jemputan di gerbang sekolah.

Lea yang kini tengah duduk di halte bus menatap jalanan yang sedang ramai. Di keramaian seperti ini dirinya selalu merasa sendiri, mengingat semuanya seakan memori itu penuh di kepalanya. Berbunyi dan berdering setiap dirinya mengandaikan semua yang diinginkannya.

Lea menghela nafas panjang dan bus yang ia tunggu akhirnya datang. Lea kembali mengukirkan senyumannya saat berpapasan dengan kernet bus.

Sesampainya di depan rumah, kaki Lea merasa berat untuk dilangkahkan. Ia sebentar menatap pintu rumah lalu membukanya. Pertama kali yang dilihat adalah seorang laki-laki paruh baya dengan seorang perempuan yang kini tengah saling merangkul mesra di ruangan tamu.

Laki-laki itu bernama Fasdran Alex, ayahnya. Dan perempuan yang bernama Farah Oxilia itu adalah orang yang selama ini membuat Lea harus mengorbankan waktu ayahnya. Karena berkat dia ayahnya tidak meninggalkan Lea. Tidak dengan ibu yang sudah menginggalkan Lea.

Lea tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dirinya marah, sedih, kecewa tapi Lea harus bersyukur karena Ayah masih ada. Lea masih bisa melihat ayah meskipun ayah tidak pernah ingin melihat Lea.

Ayah, Lea janji akan menjadi anak yang dulu Ayah cintai.

"Assalamualaikum, Lea pulang."

Pasangan sejoli itu hanya melirik Lea sekilas dan kembali melanjutkan kegiatan mereka. Lea ingin sekali memeluk Ayahnya tapi ia urungkan karena ia takut Fasdran marah. Karena semenjak kecelakaan itu Fasdran berubah.

Lea berjalan menaiki tangga dan membuka pintu kamarnya, terlihat dinding berwarna Abu yang di hiasi banyaknya foto. Ia menempelkan banyak foto dirinya saat masih kecil. Di sebuah meja terlihat sebuah bingkai foto keluarga dimana disitu ada Lea, Ibu, Ayah, dan Kakak.

Dua tahun lalu Kakak Lea pergi meninggalkan rumah karena kesalahan pahaman yang membuat ayah ibunya selalu bertengkar. Suatu hari dalam perjalanan mencari Kakaknya, mereka bertiga mengalami kecelakaan parah, namun untungnya Lea masih bisa melihat dengan samar ada dua orang wanita yang menolong ayahnya tetapi hanya ayahnya. Sedangkan dirinya hanya bisa bertahan dan melihat Ibunya dengan tatapan luka.

Ibunya bernama Adila Marselia dan Kakak perempuan Lea bernama Alexia Fascia. Sebenarnya itu bukan Kakak kandungnya, ia adalah anak satu-satunya. Lea hanya mengetahui jika Cia itu dari Panti Asuhan yang di adopsi oleh orang tuanya karena Adila susah untuk mempunyai anak.

Lea dan Cia hanya berbeda satu tahun, kasih sayang kedua orangtua nya pun lebih besar ke Cia dibandingkan anak kandungnya sendiri. Namun Lea selalu berpikir jika kebahagian orang tuanya itu Cia, dirinya juga akan ikut merasa bahagia. Mengalah lebih baik daripada nanti menjadi masalah.

Lea melepas sepatu dan tasnya kemudian ia mengambil sebuah obat di dalam tas dan langsung meminumnya, setelah itu ia mengambil sebuah earphone dan dirinya membaringkan tubuhnya di kasurnya tanpa melepas baju seragamnya. Hari ini cukup lelah, namun indah karena adanya seseorang yang bisa membuat hatinya menjadi lebih tenang lagi, yaitu Aqlan.

••••
TBC.

Jangan lupa vomennt! Dan krisarannya juga boleh kok.

See youuuu🍓

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MENSCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang