08

71 7 0
                                    

Satria sangat amat terkejut saat Drupadi sudah duduk di pinggiran ranjang dan secara tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada wajahnya. Satria bahkan sedikit memundurkan badannya hingga bersandar pada sandaran kursi. Mata mereka beradu dengan jarak yang sangat dekat membuat sesuatu dalam dirinya bergemuruh hebat.

Satria kembali dikejutkan saat Drupadi melepas kacamatanya dan tangannya bergerak menyibak poninya. Sedangkan ia yang mendapat perlakuan mendadak tersebut hanya bisa diam. Otaknya masih belum bisa mencerna perlakuan dari gadis itu.

Drupadi melebarkan senyumannya melihat hasil karyanya kemudian ia memundurkan badannya dan menunjukkan kaca kecil yang selalu ia bawa dalam sakunya pada Satria.

"Kak liat deh, coba kakak kalo kesekolah gini kayaknya ga bakal dibully lagi," ujar Drupadi.

Satria sontak mengembalikan bentuk rambutnya yang sempat diubah oleh Drupadi. Poninya yang semula disibak ke sebelah sisi, ia kembalikan menutupi dahinya. Ia berusaha mengambil kacamatanya yang diambil oleh Drupadi. Tetapi oleh Drupadi disembunyikan dibalik badannya.

"Drupadi balikin kacamata gue, gue ga bisa liat," ujar Satria.

"Kak Satria kayaknya sudah nyaman jadi bahan bullyan ya?" tanya Drupadi dengan suara kecil.

Rupanya Satria pura-pura tidak mendengar ujaran gadis tersebut. Ia malah berusaha mengambil kacamata yang dipegang oleh Drupadi dan memakainya kembali.

"Kak, penampilan termasuk faktor orang jadi korban pembullyan. Gue tau lo pengen jadi diri lo sendiri. Istilahnya Be yourself. Emang itu ga salah. Bagus banget malah. Tapi kak, ga semua yang kita pikir benar itu benar. Itulah kenapa sebagai sesama manusia harus saling mengingatkan. Jangan karna terlalu Love yourself, semua yang lo lakuin lo anggap benar. Kak lo ga berhak jadi korban pembullyan. Mulai berubah sedikit demi sedikit tidak ada salahnya."

~

Sejak pelajaran pertama setelah istirahat, ucapan Drupadi terus memenuhi pikiran Satria. Sering kali ia melewatkan beberapa kalimat yang dilontarkan oleh gurunya. Berulangkali juga ia menepuk pipinya supaya fokus pada pelajaran yang berlangsung. Tapi gagal. Hingga akhirnya pelajaran terakhir telah usai dan beberapa murid kelasnya telah meninggalkan ruangan. Tersisa dirinya dan beberapa orang saja.

Ia segera memasukkan barang-barangnya kedalam tas dan bergegas pulang. Saat hendak melangkah keluar ruangan kelasnya, 3 orang siswa menghadang jalannya. Satria reflek menundukkan kepalanya. Tubuhnya pun bergetar menanggapi ketakutan yang ia rasakan.

"Wah kebetulan si burik belum pulang," ujar salah satu dari siswa tersebut yang tak lain adalah Raska.

"Dah abisin aja Ka," celetuk salah satu teman Raska.

Raska menyeringai dan itu mampu membuat Satria semakin ketakutan. Kedua teman Raska tentu terhibur dengan pemandangan di depan mereka.

"Lo tau? Gue sekarang lagi kesel sama temen-temen lo yang sok kecakepan, sok berkuasa, sok jago itu terutama cewe lo," ujar Raska.

Satria mengangkat kepalanya. Ia menatap Raska dengan pandangan bertanya-tanya. Ceweknya? Siapa? Tunggu! Jangan katakan bahwa yang Raska maksud adalah Drupadi.

Raska tertawa remeh menyadari pandangan dari Satria. Tanpa basa basi lagi, kepalan tangan Raska mendarat cukup keras di rahang bawah Satria sehingga menyebabkan Satria tersungkur dan meringis kesakitan. Belum puas dengan itu, Raska kembali menghujami Satria dengan tendangan-tendangannya.

Raska tidak peduli dengan murid lain yang melihat kejadian tersebut. Ia benar-benar melampiaskan amarahnya pada Satria. Seakan belum puas juga dengan tendangan-tendangannya, Raska mengambil salah satu sapu yang ada di kelas itu dan akan memukul Satria dengan tongkat sapu tersebut. Hanya saja saat ia hendak melayangkan pukulannya, seseorang telah menahan tongkat yang ia pegang.

Raska menolehkan kepalanya dan pandangannya langsung berhadapan dengan musuh bebuyutannya. Siapa lagi kalau bukan Bima. Kedua teman Raska ikut melihat seseorang yang berani mengganggu kesenangan mereka. Dan ternyata selain Bima, terdapat lima orang lainnya yang berdiri tepat dibelakang Bima.

"Kak Sat!!"

Drupadi menghampiri Satria yang sudah meringkuk kesakitan. Gadis itu yang melihat saja sudah merasakan rasa sakit yang dirasakan oleh kakak kelasnya tersebut.

Drupadi menatap keempat saudaranya, meminta pertolongan. Kemudian Nakula dan Sadewa ikut menghampiri Satria dan bersama-sama membantu Satria berdiri.

Melihat korban pelampiasannya dibawa pergi oleh musuhnya, Raska dan kedua temannya memandang Bima, Yudhistira, dan Arjuna dengan penuh amarah.

"Sampai kapan kalian akan terus begini?" tanya Yudhistira.

Raska mengalihkan pandangannya pada Yudhistira dan berkata, "Cih, gue sama temen-temen gue cuma bermain-main, ada yang salah?" dengan tawa ejekannya.

"Duit orangtua kaya lo kemana sampe ga bisa beliin lo mainan buat bermain? Dibakar? Atau lo makanin?" sarkas Bima. Amarah Raska kembali tersulut.

"Bima, hentikan! Lebih baik kita pulang," ujar Yudhistira mengajak Bima dan Arjuna untuk pulang dan mengakhirinya sebelum terjadinya aksi pukul memukul.

"Dengarin gue baik-baik! Kalau sampai lo dan temen-temen lo nyentuh saudara-saudara dan temen-temen gue lagi, jangan harap gue bakal diem!" ancam Arjuna sebelum akhirnya mereka benar-benar meninggalkan ketiga siswa itu.

Nakula masih menunggu ketiga kakaknya di parkiran sekolah. Sedangkan Sadewa dan Drupadi sudah pulang terlebih dahulu karena khawatir dengan Satria apabila tidak segera diobati.

"Kak, Sadewa sama Drupadi udah pulang duluan naik mobilnya kak Dicky, tapi mereka ga ke rumah sakit soalnya kak Satria ga mau dibawa kesana, dia juga gamau diantar pulang ke rumahnya takut bikin orang rumah khawatir jadi aku idein aja buat bawa kak Satria ke rumah kita," jelas Nakula saat ketiga kakaknya sudah berada dihadapannya.

"Yasudah kalau begitu ayo kita bergegas pulang," ujar Yudhistira.

~

Satria kini sedang berbaring di kasur milik Arjuna dengan mata terpejam menahan sakit ditubuhnya. Dengan bantuan Dicky dan Sadewa, Satria dapat dipapah dari mobil ke tempat tidur.

"Dek ambil es sama handuk buat kompres lukanya!" perintah Sadewa pada Drupadi.

"Kak jangan tiduran ya biar aliran darahnya ga ke bagian yang luka," ujar Sadewa lagi pada Satria yang masih meringis kesakitan.

Drupadi kembali ke kamar Arjuna dengan membawa baskom berisi es dan handuk sesuai perintah kakaknya itu. Sadewa mengambil baskom tersebut dan mengompres semua luka Satria. Drupadi menatap khawatir Satria yang mengaduh kesakitan setiap lukanya bersentuhan dengan handuk dingin tersebut.

Dicky yang semula berdiri di sebelah ranjang, beralih berdiri di samping Drupadi.

"Dek," panggil Dicky.

"Hm?" sahut Drupadi tanpa mengalihkan pandangannya.

"Lo suka Satria?"

Bersambung..

Who We Are?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang