3

17 4 5
                                    

"Pak Ujang cepet sembuh ya. Biar bisa anterin kita lagi"

Pria paruh baya dengan senyumnya yang tulus itu mengangguk. Ia terbaring lemah di rumah sakit lantaran kemarin mendapat serangan jantung. "Maap ya neng, kemaren Bapak gak sempet kabarin ke neng Naya"

"Gak papa pak, namanya juga sakit. Kita ga ada yang tau"

Mama mengangguk mengiyakan.

"Mama bingung Nay, ga ada penggantinya pak Ujang. Kalian ke sekolah naik apa dong?" Keluh Mama yang sedari tadi berkutat dengan handphone nya.

"Ya naek kendaraan lah ma, masa naek odong-odong" jawabku. "Ih ya maksudnya siapa yang nganterin kalian..."

"Tenang aja, Naya sama Nala bisa naik taksi online" ujar ku.

"Atau papa aja yang anterin kita" ceplos Nala. Mama tersenyum menanggapi nya. "Nggak bisa sayang, papa kan harus kerja. Gapapa untuk sementara kalian pake taksi online dulu nanti Mama cariin supir pengganti"

"Yeee dasar anak manja, maunya sama Papa" ledek ku. Nala merengut dan merengek pada Mama.

"Maa... Kakak tuh nyebelin"

"Kak, jangan godain adek terus. Ngomong-ngomong kalian betah gak di sekolah baru?"

"Betah ma! Adek suka kok sekolah di Jakarta" ujar Nala, sementara pikiran ku kembali terulang pada kejadian kemarin sore. Sumpah aku langsung merinding.

"Kak, kenapa diem?"

"Gapapa ma. Oiya, kemaren kan akhirnya temen Naya yang anterin pulang, temen sekelas" ujarku sambil mengalihkan pikiran.

"Oh ya? Kok kamu ga ajak dia masuk" tanya Mama.

"Kemaren dia buru-buru ma, Naya juga lupa ngasih minum hehe"

Mama menggeleng pelan. "Lain kali kamu harus berterimakasih sama dia" ujar Mama.

Aku mengangguk pelan sambil berpikir.

.
.
.
.
.

Hari ini pelajaran di sekolah berlangsung seperti biasa. Aku duduk di samping Rayna yang sedang serius mendengarkan penjelasan dari guru matematika. Karena merasa bosan, aku menulis sesuatu di secarik kertas dan memberikannya kepada Rayna.

Apa makanan favorit Marcel?

Rayna menautkan alisnya. Dia kelihatan bingung.

"Lo... Suka sama Marcel?" Bisik Rayna. "Enggak lah!" Jawabku dengan lantang yang sukses membuat Bu Ratna melotot ke arah kami.

"Naya! Rayna! Jangan berisik dan selesaikan tugas kalian!" Tegur Bu Ratna.

"Iya bu" jawab kami kompak.

Jam istirahat pun datang... Aku dan Rayna kini sedang duduk di kantin sambil mengobrol tentang kejadian kemarin sore.

"Oh, jadi kemaren ada kejadian kayak gitu? Gila serem banget Nay... Untung lo gak kenapa-napa"

Aku mengaduk-ngaduk es teh manis dengan sedotan dan meminumnya setelah selesai bercerita.

"Hmmm kalo lu mau kasih makanan, Marcel tuh suka makanan yang simple, contohnya nasi goreng atau makanan rumahan. Soalnya dia jarang banget makan di rumah" ujar Rayna.

Aku mengernyitkan dahiku bingung. "Kenapa?"

Rayna menengok ke kanan dan kiri lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku.

"Bokap nyokapnya udah lama pisah, Nay. Gue denger dia punya sodara laki-laki yang ikut sama mamanya. Sekarang dia tinggal sama papa dan mama tirinya. Yah, gue kenal dia waktu papanya udah nikah lagi jadi gue gak pernah ketemu nyokap kandung dan sodaranya" jelas Rayna. Aku diam mematung, berusaha mencerna keadaan yang diceritakan oleh Rayna.

"That's why Marcel keliatan urakan dan sering cabut kelas"

"Tapi lo memaklumi dia, Ray? Menurut gue, mau nyokap bokapnya cerai atau bokapnya nikah lagi itu gak bisa dijadiin alasan biar bisa cabut atau ngelakuin hal bodoh kayak ngerokok di belakang sekolah" ujarku. Tanpa disadari aku berbicara terlalu frontal dan apa adanya, dan lagi di dengar oleh seseorang yang menjadi bahan gosip kami siang hari ini.

"Ray? Bisa-bisa nya ya lo dan sahabat baru lo ngomongin gue" sahut Marcel yang ternyata daritadi duduk membelakangi kami.

"Lah, kok lo disini? Bukannya lo tadi cabut?" Heran Rayna. Sementara aku sedang berubah jadi patung, bahkan sulit bernapas karena tertangkap basah.

Marcel menunjukan cengirannya lalu duduk di antara Rayna dan aku. "Sampe mana tadi gosipnya? Lanjutin deh gue mau denger" tangan Marcel merangkul pundak mungil Rayna, namun Rayna segera menepisnya.

"Ih, kepo deh lo. Ini kan urusan cewek gak usah ikut campur"

Marcel terkekeh pelan.

"Lain kali kalo ngomongin gue hati-hati ya, kuping gue ada dimana-mana. Dan buat elo Nay, jangan asal judge sesuatu yang bahkan belom pernah lo alamin" tutur Marcel. Cowok itu lalu melenggang pergi.

"Jangan masukin ke hati ya Nay, Marcel emang gitu orangnya" ujar Rayna, merasa tak enak hati karena dirinya juga turut membicarakan Marcel tapi hanya aku yang di bentak olehnya.

"Santai kok Ray"



Sejujurnya kata-kata Marcel sangat menusuk hati ku. Mungkin ada benar dan salahnya. Benar, aku tidak boleh asal bicara mengenai dia, tapi dia salah karena tidak tahu apa yang ku alami kini.

Yang kulihat kini Mama ku sedang duduk di sofa ruang tamu sembari menatap kosong ke layar TV.

"Ma? Kenapa belum tidur?" Aku memberanikan diri untuk menyapa Mama. Dia kelihatan lelah, tercetak jelas di wajahnya yang sudah menunjukan garis halus namun tetap cantik.

"Oh, ini Mama lagi nonton series ini. Seru banget"

Bohong, aku tahu. Mama sedang menunggu Papa yang belum juga pulang dari kantor.

Pernah sekali itu aku mendengar Mama sedang bertengkar hebat dengan Papa saat kami tinggal di Bali. Dari situ aku tahu hubungan mereka tidak baik-baik saja.

"Yaudah, Kakak tidur duluan ya ma?"

Setelah bersembunyi dibalik tembok, aku bisa mendengar suara isak tangis Mama. Mama yang sedang berjuang mempertahankan rumah tangga ini demi aku dan Nala.

Setelah Mama tertidur didepan TV yang masih menyala, aku menyelimutinya.

------------

Kala Mata BerbicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang