Bab 3

28 5 3
                                    

Look! He never notice you!

____________________________________________

"Heh, stop!"
Suara itu mengintrupsi langkah Zantya yang hendak membuka pintu kamar.

"Apa?!" Ujar Zantya ngegas.

"Kok lo masuk kamar kakak gue? Lo mau ngapain?" Ujar Argha dengan penuh tanda tanya.

"Yah liat muka ni orang bikin darah tinggi aja. Gue mau tidur lah! Ya mau di mana lagi gue tidurnya onyot! Nyokap lo nyuruh gue masuk ke sini tadiiii."


Ini hanya ucapan dalam hati. Mana mungkin Zantya berani membentak, apa lagi ngatain Argha. Ya walaupun Zantya berharap sih bisa ngatain Argha juga, tapi ini kan di rumah dia. Ada keluarganya dan ayahnya disini. Setidaknya dia harus memiliki sopan santun kepada tuan rumah yang menampungnya kan? Atau singkatnya Ia  enggan membuat masalah diantara mereka berdua tambah runyam. Bahkan rasa-rasanya dirinya sendiri masih malu sampe pengen hilang dari muka bumi. Mungkin hanya dia sendiri yang merasa begitu.

"Ya tidur lah. Mau tidur dimana lagi gue kalo ngga di sini? Kamar lo? Ya kali ogah banget gue." Ujar gadis berperawakan mungil itu nyolot penuh emosi.

"Siapa juga yang mau tidur sama lo! Gue cuma tanya ya. Gitu aja sewot. Lagian lo bukan tipe gue." Ujar Argha sambil melihat Zantya dari ujung atas sampai bawah. 

Zantya yang merasa dilihat dengan seperti itu segera menutup dadanya. Hal itu hanya dilakukan reflek. Ekspresi Zantya menatap Argha seperti tidak percaya.

"Sorry, bukan gitu maksudnya. Lo jangan salah paham ya. Udahlah intinya lo bukan tipe gue." Kalimat itu mengakhiri percakapan diantara kedua-nya. Dengan bersamaan mereka memasuki kamar masing-masing.


Memang untuk saat ini Zantya menggunakan kamar kakak Argha, Andrew. Yang letaknya bersebrangan dengan letak kamar Argha. Karena beberapa alasan yang tidak begitu perlu untuk dijelaskan menurut Zantya. 

But, I'll tell you. 

Jadi karena sampai sekarang kamar yang seharusnya Zantya tempati belum juga selesai dibereskan. Alasannya?

Tentu karena si nyonya rumah yng terlalu excited dengan kehadiran Zantya  di rumah ini, Ia ngotot ingin mendekorasi kamar yang akan di gunakan Zantya. 

Bukanya bagaimana. Tapi, Zantya merasa tidak akan tinggal lama di sini. Toh hanya beberapa minggu saja. Perlu diingat bahwa Ia hanya perlu mengungsi untuk sementara waktu, hanya selama ditinggal perjalanan bisnis Ayahnya.

Drrttt....Drrttt.....Drrttt.....Drrtt....
Smartphone disamping Zantya bergetar panjang. Menandakan ada telphone masuk dari aplikasi whatapps-nya. Terpapang gambar gadis cantik dengan senyum lebar di layar ponsel miliknya. Nadia, nama yang  tertulis diatas gambar foto itu. Tdengan secepat kilat, Zantya segera menyambar hanphonenya. Menggeser tuas berwarna hijau dan segara masuk ke kamar mandi. Takut-takut jika ada yang a mendengar pembicaraan mereka nanti.

"Hey hey baby! Gimana? Lo jadi kan nginep di rumah gue?"
Suara melengking dari seberang telefon terdengar.

"Sorry ya, Nad. Gue ga bisa nih. Papa ngga ngijinin, malahan gue disuruh nginep di rumah temen Papah gue. "

"Gimana, sih. Padahal gue udah seneng banget kalo lo mau nginep di sini. Padahal gue udah berharap banget kita bisa pajamas party tiap hari. Lo ga asik ah." Terlihat jelas dari nada suaranya ada kekecewaan disana.

"Bukan gitu masalahnya, lo harus dengerin cerita gue dulu."

"Wait  wait gue add Milly dulu. Baru lo cerita."

"Hai hai girl's. Wait, wait, lo lagi di kamar mandi ya Za? Lo ga lagi mau boker kan?"
Gadis chubby yang baru beberapa detik yang lalu bergabung dalam Video Call memincingkan matanya.

Zantya yang mendengar itu pipinya bersemu merah, malu.
"NO! Dengerin ceritaku dulu. And you know what?! Gue nginep dirumah siapa lo tau? GUE LAGI DI RUMAH ARGHA."

"WAIT WHAT??"
"WHATTT??"
Serentak kedua sahabat Zantya memberikan reaksi berlebih. Sepertinya kalimat terakhir Zantya sudah hampir sukses membuat mereka jantunga.

"Did you mean Argha yang nolak lo?" Milly kembali memberikan reaksi.

"Iyaa." Zantya menjawab dengan ekspresi yang memelas. Seolah meminta pertolongan dari kedua sahabatnya.

"Jadi temen papa lo yang barusan lo bilang itu bokap Argha?" sahut Nnadia di sebrang telepon.

"Iya, gue malu banget sumpah tolongin gue dong. Gue harus ngapain, setidaknya biar  keliahatan biasa aja di depan dia. Mana tiap hari gue harus ketemu dia lagi. Gue harus gimana dong?"

"Girl, tenang dulu. Act calm and stay cool. Biasa ajalah seolah lo keliatan udah move on atau bersikap seolah gak peduli sama kejadian kemarin. Dan lo harus bisa seolah-oleh udah lupain kejadian kemarin." jawab Milly dengan mudahnya.

"Ah elah. Ngomong dong mah gampang. gue masih malu banget tau. Soal masalah kemarin, ide buat nembak dia kan juga dari lo, Mell." 

"Yee bukan salah gue juga  kalo akhirnya dia nolak, lo. Lagipula selama ini dia keliatan biasa-biasa aja waktu lo ikutin. But, yeah tetep sih dia gak pernah notice lo."

Air muka Zantya berubah. Ada sedikit rasa tak enak dalam benak Milly sesaat setelah mengatakan hal demikian.

Zantya pun mengerti tentangg hal itu. Soal penolakan dari pernyataan cintanya kepada Argha memang bukan salah sahabatnya. Tapi, masalahnya sampai saat ini kedua sahabat Zantya itu belum mendengar secara ditail bagaimana cara Argha menolak dirinya. Sejujurnya tak hanya perasaannya saja yang terluka. Harga dirinyapun merasa begitu. Apalagi saat ini Ia diharuskan tinggal serumah untuk sementara waktu. Membuat perasaan gejolak antara marah, malu, dan benci itu kian ada tatkala ia bertemu Argha.

Nadia yang langsung memahami situasi mencoba berbicara.

"Udah deh, ngga ada yang salah disini. Mau soal ide gila Milly. Ataupun soal penolakan yang Argha lakuin itu ke lo. Dan soal permasalahan lo sekarang, Za. Aku gak tau harus kasih saran kaya gimana. Tapi apa yang di katain Milly ada benernya. Kuatin diri lo, berusaha biasa aja, stay calm girl. I know you can do it. Kalo ada masalah atau lo mau cerita sesuatu, gue sama Milly siap kok dengerinnya. Apapun itu." Demikian diiringi senyum oleh mereka bertiga.

"Thank you, kalian." Zantya menjawab dengan senyum yang lebar. Ia sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka berdua. Walaupun Milly yang suka ng-ide ngga masuk akal sekalipun. Tapi, Ia tetap tahu kedua sahabatnya itu menyayanginya.

" Aku tutup dulu ya, Girls. Besok subuh aku mau antar papa ke bandara. Harus tidur cepet. Kalian juga jangan begadang yaa....Bye.... Bye....Muahh" 

"Bye....Bye...." Serentak Milly dan Nadia menjawab.

Dengan begitu sambungan Video Call telah selesai. Zantya keluar dari kamar mandi dan merebahkan badannya di atas kasur. Tak lama setelahnya matanya meredup dan terlelap.

Wish You Were Gay [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang