What would happen if I lost you ?
____________________________________________
Di gedung pencakar langit itu, Zantya merengek pada pria dewasa yang masih fokus pada lembaran-lembaran kertas dibalik meja kerjanya. Sedikit menghela nafas ketika putri semata wayangnya memohon dengan mata memelas. Bagaimana dia bisa tega melihat muka anaknya yang menggemaskan itu akan menangis.
"Pliss, ya paa? Janji deh Zantya ngga akan bikin papa khawatir. Zantya bisa kok jaga diri sendiri dirumah. Papa ngga perlu nitipin Zantya ke temen papa selama dinas keluar. Oke, Pa?" kata gadis itu dengan mengangkan kedua jarinya membentuk huruf 'v'.
Ridwan berdehem. Memfokuskan perhatiannya pada putri semata wayangnya.
"Anak papa Zantya yang paling cantik. Papa ngga bisa biarin kamu sendirian dirumah. Inget waktu terakhir kali papa ninggalin kamu buat dinas keluar kota?"
Zantya menrawang tentang ingatannya baberapa bulan yang lalu, ketika ia ditinggal ayahnya dinas ke Surabaya mengecek anak cabang perusahaan disana.
Hal yang paling ia ingat adalah ketika 2 orang maling bersenjata tajam yang masuk ke rumahnya. Membuat bi Darti dan dirinya hampir saja menjadi korban pembunuhan.
Beruntung waktu itu sepupu dari ayahnynya, Reynald yang berasal dari Bali datang berkunjung, sehingga bisa menolong Zantya tepat waktu. Melumpuhkan kedua pencuri dengan tendangan mautnya. Segera setelah kedua maling tersebut dilumpuhkan, Rey kemudian menelfon Polisi, melaporkan kejadian perkara dari awal hingga akhir. Tak lupa juga Rey segera mengadu pada Ayah Zantya. Melaporkan setiap detail kejadian sehingga Ridwan benar-benar khawatir akan kondisi putrinya. Mencari penerbangan Surabaya-Jakarta secepat mungkin karena kekhawatiran beliau pada anak perempuan satu-satunya itu.
Andai saja waktu itu Raynald telat 15 menit saja, Zantya dan Bi Darti pasti sudah habis dia ditangan maling itu.
Bergidik ngeri, Zantya menatap horror Papanya yang masih duduk dibalik meja kerja. Sedikit berfikir menimbang-nimbang supaya dia diijinkan tetap tinggal dirumah saja. Zantya berdehem menyiapkan argumen.
"Atau Zantya bisa nginep di rumah Nadia? Atau bisa juga Nadia yang nantinya kerumah? Ya? Kali ini Zantya ngga akan bikin masalah dan ngga akan bikin papa khawatir. Zantya janji sama papa." sambil menyodorkan jari kelingkingnya ke arah sang papa.
Menghela nafas lagi. Ridwan mencoba meyakinkan Zantya untuk menurut. Membujuk supaya Zantya mau tinggal dulu dirumah sahabatnya itu. Karena ia yakin tempat yang paling aman selama Zantya, ia tinggal dinas beberapa hari kedepan.
"Sayang, nurut ya sama Papa. Ini demi keselamatan kamu, papa ngga mau kamu kenapa-kenapa. Papa cuma percaya nitipin kamu ke sahabat papa ini. Papa ngga mau kejadian beberapa bulan yang lalu terulang. Kamu anak papa satu satunya, sayang. Papa nggak mau hal buruk terjadi sama kamu, sekecil apapun itu. Nurut ya sama papa? Demi kebaikan kamu dan ketenangan hati papa. Karena kali ini Bi Darti harus pulang ke Jogja." Zantya manyun, pasrah dengan keputusan akhir papanya.
"Kita pulang, beres-beres keperluan kamu. Kamu tinggal dirumah sahabat papa cukup lama, sayang." Ridwan berkata sembari membereskan lembaran-lembaran kertas dimejanya. Setelah itu ia keluar dari ruangan dan di ikuti sang putri yang masih setia menekuk wajahnya.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish You Were Gay [ON GOING]
Teen Fiction"GUE SUMPAHIN LO JADI GAY!GUE BENCI SAMA LO ARGHARA PUTRA RAHARDJA!"-Zantya Arlinka Putri Santosa "Tersrah lo! Gue ngga peduli. "-Arghara Putra Rahardja