Aku mengabaikan peristiwa saat lebaran itu, yakin suatu saat nanti akan tetap menemukan lelaki pilihan-Nya.
Malam itu, sebelum tidur, aku jadi bernostalgia dulu saat pertama kali memutuskan bercadar.
**
Aku tersenyum lebar karena cadar buatanku sudah jadi, siap untuk dipakai besok. Aku sudah memantapkan hati, lalu mencobanya di depan cermin. Jantung berdegup kencang saat Bapak dan Ibu melihat putrinya memakai penutup muka.
"Kamu kalau kayak gitu, kayak penduduk desa sebelah, banyak yang tutupin muka," ucap Bapak menatapku.
Aku langsung buru-buru melepasnya. "He he. Iya, Pak."
"Kamu mau pakai cadar, Nduk?" tanya Ibu yang duduk di sofa ruang tamu.
"Inginnya begitu, sih, Bu," jawabku, sambil ikut duduk di samping beliau.
Azan Zuhur berkumandang, Bapak bersiap-siap ke masjid. Ini adalah kesempatanku mencurahkan isi hati pada ibu.
"Bu, kalau misalnya aku bercadar gimana, ya?" tanyaku.
"Ya terserah kamu."
"Tapi rata-rata yang bercadar itu yang udah nikah, deh, setahuku. Aku masih muda, apa boleh, ya?" kataku.
"Itu, kan, pilihan masing-masing orang. Ya terserah kamu."
Aku semakin mantap untuk memakai cadar keesokan harinya.
Pagi itu masih berembun. Usai salat Subuh, badan terasa segar sekali. Aku mulai memakai cadar dan berniat berolahraga menggunakan sepeda kayuh. Pertama kali berpakaian aneh dan tak seperti biasanya, membuat hati panas tak karuan.
Aku memberanikan diri menyapa tetangga. Ada yang langsung mengenali, ada juga yang sedikit pangling. Mereka menerka suaraku dan akhirnya tahu bahwa aku adalah Alia, tetangga mereka.
Suatu ketika, Bapak bertanya perihal pilihanku bercadar di sela-sela menjahit pakaian. Aku pun menjelaskan bahwa cadar adalah penutup muka, dengan tujuan menghindari pintu fitnah yang berasal dari pandangan laki-laki. Hukumnya boleh, tetapi diharamkan memakainya saat ibadah haji di Tanah Suci.
Ternyata Bapak mengizinkanku bercadar, karena memang beliau selalu mengukur sesuatu dari sudut pandang agama.
Ujian pertama kali datang dari tempat kajian. Sepulang kajian, Bapak bercerita bahwa beliau dipanggil oleh dua orang oknum pengurus kajian.
"Jadi, Bapak dipanggil sama pengurus?"
Jantungku berdebar hebat. Ya Allah, inikah saatnya, aku harus memilih kajian atau bercadar? Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh."Iya. Beliau menunjukkan hadis, bahwa menutup aurat itu kecuali muka dan telapak tangan," jawab Bapak sambil menyodorkan sebuah kertas berisi kopian hadis tentang aurat wanita.
"Bapak jawab, 'Dalam hadis itu tidak menyebutkan tentang cadar. Lalu, apa masalahnya? Tak ada dalil yang jelas-jelas melarang! Kami tidak melanggar syariat, kan?' Mereka pun gugup dan tak berani menghakimi lagi."
Aku bahagia sekali mendengarnya.
**
Jam masih menunjukkan pukul 20.30 WIB, tetapi mataku tak bisa juga terpejam. Aku menemukan sebuah kiriman yang sangat memotivasi saat berselancar di sosial media."Larangan Pacaran di dalam Agama Islam"
Kita semua tahu bahwa budaya pacaran telah menjamur di Indonesia. Lantas, bagaimana Islam memandang budaya pacaran ini? Sebelumnya, penulis memohon kelonggaran hati antum, hati teman-teman semua untuk memberi maaf kepada penulis, apabila dalam penyampaian tulisan ini menyinggung perasaan antum.
Di masa remaja, gejolak hati untuk menyukai lawan jenis dan menjalin hubungan intens (pacaran), secara umum memang sangat besar. Pacaran termasuk dalam kategori mendekati zina. Allah berfirman di dalam Surat Al-Isra' (17) : 32, yang artinya:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Dari ayat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Allah melarang kita mendekati zina. Mendekatinya saja sudah dilarang, apalagi sampai melakukannya. Dan kita adalah orang Islam yang harus tunduk dan patuh kepada aturan Allah dan Rasulullah di dalam kehidupan kita sehari-hari. Di antaranya, meninggalkan larangan Allah, yaitu tidak pacaran.
Oke, mungkin antum berpendapat, "Ah, saya 'kan pacarannya biasa-biasa saja. Cuma ketemuan, ngobrol, makan bareng, jalan bareng, dsb. Ga mungkin melakukan hal-hal yang tak senonoh".
Intinya, antum berpikir bahwa apa yang antum lakukan itu tidak dilarang oleh agama, tidak melanggar aturan Islam, dsb. Padahal hal itu sudah melanggar larangan-Nya.
Islam mengatur batas-batas hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Mahram adalah orang yang haram dinikahi, seperti ayah kandung bagi anak perempuan, ibu kandung bagi anak laki-laki, kakak kandung, adik kandung, paman, bibi, kakek, nenek, dsb.
Nah, terhadap orang-orang yang bukan mahram, ada batas-batasnya.
Yang pertama, perintah menundukkan pandangan.
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya ...." [An-Nur (24) : 30-31]
Kedua, tentang menyentuh tangan lawan jenis yang bukan mahram, Nabi SAW. bersabda, yang artinya :
"Dari Ma'qil bin Yasaar, ia berkata : Rasulullah SAW. Bersabda, "Ditikam seorang di antara kalian di kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik daripada ia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya". (HR. Thabrani dalam Al-Kabir Juz 20, Hal. 212, No. 486)
Hadis tersebut menggambarkan betapa beratnya siksa di akhirat nanti, jika kita sampai menyentuh tangan/kulit lawan jenis yang bukan mahram.
Rasulullah SAW. Bersabda, "Ingatlah, tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita, melainkan yang ketiganya adalah setan". (HR. Tirmidzi Juz 3, Hal. 315, No. 2254, ia berkata : Ini hadis hasan shahih gharib. Dari 'Umar bin Khattab.)
Tahukah antum bahwa jika antum memilih pacaran, sejatinya antum hanya mengikuti ajakan setan. Ia akan terus menggoda sampai manusia masuk ke neraka. Dari yang sekedar memandang, chatting-an, kemudian ingin ketemuan. Setelah ketemuan, sering berduaan. Terus seperti itu sampai antum mengikutinya, yaitu melakukan zina.
Allah berfirman yang artinya :
"Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah sekali-kali setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala". [Surat Faathir (35) : 5-6].
Jangan pernah merasa aman dari azab Allah.
"Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu". [Al-'Ankabuut (29) : 4]
Ini semua peringatan untuk saya pribadi, serta para pembaca yang budiman.
Wallaahu a'lam.
**
#smacademy #smwriting
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan Allah [TAMAT] ✔️
RomanceMungkin, ungkapan 'awas, jangan terlalu benci, nanti kamu jadi jatuh cinta!' itu benar adanya. Istilah Jawanya 'sopo getheng bakal e nyandhing'. Seperti Alia yang jengkel terhadap Bams, laki-laki yang mengajaknya ta'aruf. Umurnya masih sangat belia...