Aku terbangun. Langsung beranjak Salat Subuh, berzikir dan berdoa. Tak lupa, aku melaksanakan Salat Istikharah, memohon kepada Allah untuk memantapkan hati. Dua hari semenjak aku stalking akun sosial media Mas Bams, entah mengapa
bayang-bayang Mas Bams dalam benakku belum hilang juga. Mungkinkah mulai tumbuh benih-benih cinta?Ah, betapa bahagia hati ini, ketika menyimpan nomor Mas Bams, iseng buat status di aplikasi WhatsApp, lalu beliau melihatnya. Berarti Mas Bams juga sudah menyimpan nomorku? Aku pernah memberi beliau kode lewat status berisi tentang 'sudah siap menikah', tetapi mengapa tidak dibalas atau minimal dikomentari?
"Ya Allah, jika Mas Bams ini adalah jawaban dari setiap pertanyaan hamba, maka berikanlah petunjuk-Mu. Jika Engkau menghendaki Mas Bams menjadi pendamping hamba, maka mudahkanlah urusan kami. Saya akan mengesampingkan ego pribadi, hamba ikhlas, ya Allah. Kami berdua tak pernah mengobrol bersama walaupun sering bertemu. Tetapi mengapa tiba-tiba rasa ini hadir? Saya yakin, ini semua terjadi karena Engkau, Ya Rabb," doaku usai salat.
"Sudah siap, Nduk?" tanya Kak Dina yang baru selesai mandi.
Hari ini adalah hari raya 'Iedul Adha. Tentu saja kami sudah membersihkan badan sebagai salah satu sunnah sebelum mengumandangkan takbir--memuji Allah bersama-sama di tanah lapang di desa kami, atas kekuasaan-Nya mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba ketika hendak disembelih Nabi Ibrahim. Allaahu Akbar. Umat Islam belajar tentang ketabahan, kesabaran dan tingginya keimanan yang hanya dimiliki oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam melaksanakan perintah Allah tersebut.
Aku segera bersiap-siap, lalu berjalan ke lapangan bersama Kak Dina dan Ibu.
Sampai di sana, ada kerinduan yang mendalam terhadap sosok almarhum Bapak yang dulu juga Salat 'Iedul Adha di sini. Kami melaksanakan dua rakaat salat sunnah berjamaah dengan khidmat. Lalu, aku memotret lapangan yang penuh dengan warga desa ini.
Apa Mas Bams juga ada di sini? Ah, mengapa aku jadi memikirkan beliau terus? Aku malu mengingat dulu akulah yang membencinya. Batinku.
"Sopo gething bakal e nyandhing, lho, Dik. Ojo selak sebel¹⁵ sama Bams Jodoh itu unik, kadang kita sangat benci pada seseorang padahal itulah pendampingmu kelak."
Aku teringat kata-kata kakakku yang dulu. Memang benar, kita tak tahu kepada siapa hati akan berlabuh, usai istikharah. Kata-kata Kak Tono juga benar, bahwa Allah yang Maha Membolak-balik hati manusia. Sekarang aku baru percaya bahwa benci bisa jadi cinta!
Usai salat, kami menuju rumah untuk beristirahat sebentar sebelum kerja bakti dalam menyembelih hewan kurban. Ibu duduk-duduk di sofa, sementara Kak Dina menyelesaikan jahitan yang katanya akan diambil besok.
Kami tadi bangun di pagi buta, sudah bekerja sama membersihkan rumah, mencuci baju, menjemurnya dan lain-lain. Aku membuat status di aplikasi berlogo ganggang telepon warna hijau-putih, tentang kerinduan pada Bapak. Kami pernah ikut rombongan warga kajian ke Lapangan Parkir Manahan, Surakarta untuk Salat 'Iedul Adha bersama.
Aku menitikkan air mata, rindu kepada Bapak benar-benar membuatku cengeng."Gimana, Nduk? Siapa yang kamu pilih?" tanya Kak Dina di pintu kamar.
Aku mengunci layar ponsel, lalu beranjak bangun. "Alhamdulillaah aku sudah dapat jawabannya, Kak."
Kami berjalan menuju ruang tamu.
"Siapa? Kakak senang dengarnya," ucap Kak Dina antusias, sembari duduk di sofa.
"Mm--aku," ujarku seraya malu-malu.
"Iya?" Kak Dina tak sabar.
"Bismillaah. Aku pilih Mas Bams, Kak. InsyaaAllaah," jawabku yakin.
"Alhamdulillaah. Kalau begitu, Kakak akan sampaikan ini pada perantara ta'aruf supaya segera diambil langkah selanjutnya," kata Kak Dina.
Ibu ikut nimbrung, padahal baru saja datang dari dapur. "Mas Bams yang mana? Jadi, kamu sudah memutuskan, Nduk?"
Aku mengangguk.
"Itu, loh, Bu. Yang ikut SATGAS sama Mas Tono. Nah, dengan begini, aku bisa mbelekke¹⁶, mengembalikan niat baik seorang bapak yang hendak menjodohkan anaknya denganmu itu. Tapi beneran, ini suara hatimu? Bukan karena terpaksa?" tanya Kak Dina.
"Iya, Kak. Aku yakin. Ini dari hatiku sendiri," ucapku meyakinkan.
"Alhamdulillaah kalau begitu. Ibu akan sangat bahagia bila kamu segera menikah, Nduk," kata Ibu.
Aku pikir Ibu dan Kak Dina akan mencibir padaku karena memilih seseorang yang dulu kataku membencinya. Ternyata tidak. Terlihat jelas guratan wajah bahagia dan penuh pengharapan di wajah Ibu. Maaf, Bu, bila putrimu ini terlalu lama mengulur waktu untuk segera menikah.
**
Saat kerja bakti di sekitar area masjid, masih terasa sosok Bapak yang dulu juga sering ikut kerja bakti. Bila berangkat, aku selalu naik sepeda motor bersama Bapak. Tetapi, kalau pulang sendiri-sendiri.
"Halo, Alia! Kasih tahu, dong, jawabannya!" Rila tiba-tiba duduk di sampingku membuatku sedikit kaget.
Aku menghentikan pekerjaan membungkus makanan ringan untuk bapak-bapak yang menyembelih hewan kurban, serta ibu-ibu yang memotong-motong dagingnya dan dimasukkan ke dalam plastik untuk disebarkan kepada masyarakat. Lalu, aku mendekatkan wajah ke telinga Rila yang tertutup jilbab.
"Aku pilih Mas Bams, Ril. Bismillaah."
Rila memundurkan wajahnya, matanya yang bulat terbelalak. "Aku agak kaget, tapi aku akan selalu mendukung."
Kami sama-sama tersenyum bahagia, lalu membantu dalam kegiatan kerja bakti kali ini dengan bersemangat.
**
"Nduk, Kakak sudah bilang pada bapak itu kalau kamu memilih Mas Bams, sehingga dengan terpaksa menolak secara halus niat baik beliau," ucap Kak Dina saat kami menjahit di suatu siang.
"Iya, Kak, terima kasih banyak. Aku gak tahu gimana kalau Kak Dina gak bantuin," kataku.
Kak Dina menghentikan pekerjaannya, lalu meraih gawai miliknya.
"Mengapa belum ada kabar juga dari perantara ta'aruf atau mungkin Kakek Irsyad, ya? Padahal Kakak sudah bilang kalau kamu menerima Mas Bams," keluh Kak Dina.
Hatiku bersorak gembira ketika tahu kabar penerimaan ajakan ta'aruf Mas Bams, sudah sampai ke telinga perantara atau pihak ketiga. Kakek Irsyad adalah adik almarhum kakekku yang menjadi sesepuh kami, sebagai penasihat yang menyangkut segala kepentingan keluarga kami.
"Mungkin Mas Bams belum mendengar kabar itu, Kak?" tebakku.
Kak Dina hanya mengedikkan bahu.
Selang beberapa hari kemudian, tiba jadwal kajian tahsin. Mas Bams hadir, membuat jantungku berdegup kencang. Aku berusaha untuk menundukkan pandangan.
Mengapa Mas Bams, atau pihak ketiga itu diam saja? Tidak memberi kabar apa-apa, apakah dimulai ta'aruf dulu, atau nadzor¹⁷ dulu. Hatiku masih gundah.
Usai kajian tahsin, aku sengaja pulang akhir, barangkali ada kabar yang bisa kudapat dari Mas Bams. Kebetulan Kakek Irsyad dan Mas Bams belum beranjak dari tempatnya duduk. Adakah sesuatu yang akan disampaikan beliau padaku?
**
*Catatan kaki:
15. Sopo gething bakal e nyandhing, loh, Dik. Ojo selak sebel: Siapa yang membenci seseorang/sesuatu akan bersanding dengan yang dibencinya, loh, Dik. Jangan keburu benci.
16. Mbelekke: mengembalikan, istilah untuk menolak secara halus niat baik seseorang ketika akan ta'aruf atau hendak melamar seorang wanita.
17. Nadzor: istilah seorang pria melihat wajah seorang wanita secara jelas dengan sekilas, untuk memastikan apakah meneruskan proses ta'aruf atau tidak.#smacademy #smwriting
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihan Allah [TAMAT] ✔️
RomanceMungkin, ungkapan 'awas, jangan terlalu benci, nanti kamu jadi jatuh cinta!' itu benar adanya. Istilah Jawanya 'sopo getheng bakal e nyandhing'. Seperti Alia yang jengkel terhadap Bams, laki-laki yang mengajaknya ta'aruf. Umurnya masih sangat belia...