Andi meresahkan.

553 97 13
                                    

Hawa dingin berlomba-lomba masuk lewat celah jendela, walaupun belum waktunya penghujan tapi hujan kunjung datang tanpa bisa dicegah.

Eliza menguap di tidurnya, pertanda akan bangun dari lelapnya mimpi indah. Mengucek mata perlahan Eliza menyesuaikan mata dengan cepat.

Waktu menunjukan pukul 05:30, waktunya Eliza bersiap diri untuk berangkat ke sekolah. Menjalankan peran sebagai Ghifari.

Eliza bangun dari tempat tidur lalu meregangkan otot-otot. Berjalan ke arah kamar mandi setelah mengambil handuk digantungan.

Bunyi air berjatuhan menghantam lantai bersautan dari dalam kamar mandi. Tidak ada suara selain suara air berjatuhan.

Tak lama pintu terbuka menampilkan tubuh Ghifari yang di jiwai Eliza sudah rapih dengan baju putih dipadukan celana abu-abu----khas anak SMA.

Tubuh jangkung Ghifari melangkah ke arah pintu keluar atas perintah Eliza di dalamnya.

Suasana di luar kamar sangat hening, tidak ada suara cekcok antara kedua orangtua Ghifari. Bahkan hawa di rumah ini jauh lebih dingin dari biasanya. Seperti rumah yang tak berpenghuni. Eliza mencari sesuatu lewat kedua matanya.

"Nesa kemana, kok gak ada?" gumam Eliza dengan nada bertanya.

Dirasa yang dicari tidak ada Eliza segera turun tangga dan langsung mencari sopir untuk menghantar Eliza ke sekolah.

Saat mata menemukan siluet familiar Eliza langsung berucap. "Mang Andri? Anterin saya ke sekolah."

Pria paruh baya dengan pakaian hitam-hitam segera menghampiri anak majikannya.

"Maaf, den. Mobil dipakai nyonya sama tuan," jawab Andri tanpa memandang Eliza.

"Mobil yang lain pada kemana emang, mang?" tanya Eliza. Masa iya dari sekian banyak mobil di rumah ini di pakai semua oleh orangtua Ghifari, kan gak mungkin.

"Yang lainnya lagi pada diservice, den." Eliza menghela napas. Kenapa harus semua mobil diservice coba. Apa saking kayanya keluarga Ghifari sampai menyervice pun borongan.

"Yaudah saya naik angkot aja mang." Eliza menyalami Andri setelah itu dia langsung pergi ke luar rumah.

Andri memandang kepergian anak majikannya, ada rasa tak tega di benak Andri melihat anak majikannya berangkat sekolah naik angkot.

"Hati-hati den Ghif."

Padahal Elizanya biasa aja. Gak keberatan pula.

Eliza berjalan menyusuri komplek dengan santai toh sekarang masih jam enam. Itung-itung olahraga. Kedua matanya memandang sekeliling komplek yang banyak ditumbuhi pepohonan. Komplek ini memang sangat asri. Eliza nyaman tinggal di sini. Tetapi lebih nyamanan lagi tinggal di rumahnya sendiri.

Senyaman-nyamannya tempat, rumah kita jauh lebih nyaman bukan?

Tit~

Suara kelakson motor membuat Eliza mengelus dada karena kaget. Bagaimana gak kaget, orang suara kelaksonnya tepat di belakang Eliza.

Eliza memutar badan ke belakang untuk melihat siapa gerangan yang tidak ada sopan-sopannya berkelakson ria di dekat Eliza.

Watados Martin menyapa mata Eliza setelah berbalik ke belakang.

Martin nyengir dengan tangan melambai ke arah Eliza. "Hai Ghifari, kenapa kau jalan kaki?"

"Mobil pada di bengkel," jawab Eliza sambil matanya melirik sekitar. Entah mencari apa.

"Naek lah ke motor sa, kita berangkat bareng kawan. Sudah lama sekali kita tidak boncengan." Martin tersenyum lebar membuat Eliza bergidik ngeri. Bisaan gitu Ghifari mempunyai teman se-absurd Martin.

Jiwa Yang TertukarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang