kilasan menyakitkan.

789 140 43
                                    

Waktu berjalan dengan cepat, kini sudah satu minggu lamanya kedua manusia berbeda dari segi-manapun menjalani hari-hari bukan dengan raga aslinya.

Terlihat di sebuah taman tepatnya di bangku berjejer dekat pohon terdapat kedua manusia itu tengah menghela napas gusar. Pasalnya mereka sampai sekarang belum dapat titik terang barang sekilas pun.

"Gue cape." Ghifari dengan raga Eliza menatap lurus taman yang lumayan ramai pengunjung. Mayoritasnya anak muda, sedang melaksanakan lari sore. Lebih tepatnya lari sore sambil ghibah.

Sedangkan Eliza hanya bisa memejamkan mata menikmati semilir angin menerpa wajah milik Ghifari.

"Gue juga sama, Far. Gak lo doang." Eliza menerawang ke atas.

"Setidaknya lo gak terlalu berat ngejalanin peran diri gue. Gak kaya gue, tiap hari selalu aja tuh monster nyari masalah. Lelah batin gue lama-lama," kata Ghifar mendengus kesal memutar kilas balik di mana hari-harinya selalu di ganggu dengan monster tampang manusia.

"Lah siapa suruh nyari masalah sama dia, dari awal juga kan udah gua bilang jangan cari masalah sama Doni," balas Eliza masih dengan muka mengadah ke atas.

"Ya mana gue tau kalo tuh orang si monster, lagian juga dia duluan yang nyari masalah. Masa gue di colek-colek kaya sambel, dia kira gue cowo apaan?!" Ghifari berdecih kala mengingat adegan di mana Doni mencolek dirinya. Sungguh menggelikan.

"Tinggal lo diemin. Apa susahnya, sih."

"Heh, gue masih punya harga diri, gak  kaya lo banting harga diri."

"Dih, lo kira gue apaan banting harga."

"Mending banting harga diri dari pada jual diri."

"Mending gak dua-duanya lah, tolol."

"Seterah gue, mulut-mulut gue yang ngomong. Ngapa lo yang jadi sewot."

"Lo lagi ada di tubuh gue kalo lo lupa, berarti itu mulut punya gue bukan punya lo."

"Udah lah."

Suasana hening tidak ada lagi percakapan antara dua sejoli yang tertukar jiwanya. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Donat ... Dararonat donat ..."

Ghifari dan Eliza merasa familiar dengan suara itu, mereka langsung mencari sumber suara.

Saat menemukan objek tengah berduduk di trotoar jalan Ghifari dan Eliza menghampiri dengan kekuatan penuh. Takutnya tuh orang ilang lagi seperti biasanya.

"Ketemu!" seru Ghifari memegang pundak penjual donat. Terlihat tubuh tukang donat kaku sekilas.

"Kalian siapa, ya?" tanya penjual donat membalikan badan menghadap pada kedua sejoli yang tengah memandangnya dengan tatapan intimidasi.

"Udah lah nek, gausah pura-pura lupa sama kita," ujar Eliza menggebu.

"Cepet balikin kita ke tubuh yang asli." Ghifari masih memegang pundak penjual donat yang ternyata adalah nenek-nenek pemberi pin dan note malam itu.

Nenek terkekeh pelan, sedetik kemudian dia tertawa menggelegar bak mak lampir di salah satu sinetron.

Ghifari menjauhkan tangan dari pundak nenek itu. Eliza menatap nenek itu agak ngeri.

"Hahahaha, uhuk ... Uhuk, brot. Ups, maaf kelepasan." Nenek memberhentikan tawa dengan tangan menutup mulut.

Eliza menutup hidung diikuti oleh Ghifari yang merasa bau hasil dari dubur nenek itu menyeruak begitu saja.

Lama-kelamaan bau itu makin menyengat membuat Eliza dan Ghifari menjepit hidung dengan mata menutup rapat.

Saat mata mereka tertutup tiba-tiba saja ada kilasan-kilasan runyak bak kaset lama berkeliaran di isi kepala mereka berdua.

Jiwa Yang TertukarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang