kesialan Ghifari.

507 114 17
                                    

Ghifari mindik-mindik memasuki kawasan rumah, mata tajam bak elangnya kelihatan sekali mendelik-delik tak tentu arah.

Saat dirasa sudah aman, Ghifari yang berada di dalam tubuh Eliza segera berjalan ke arah tangga dengan perlahan, agar tidak menimbulkan suara.

Tinggal satu undakan tangga lagi Ghifari akan segera sampai di kamar, membayangkan dinginnya suasana kamar sudah membuat Ghifari memejamkan mata di tengah perjalanan.

Langkah kaki Ghifari terhenti tak kala dia merasakan tatapan tajam dari belakang tubuhnya.

"Gak mungkin setan 'kan?" gumam Ghifari masih berdiri pada undakan tangga terakhir. Ingin membalikan badan tetapi Ghifari takut kalo asumsinya benar.

Keringet dingin muncul begitu saja di dahi Ghifari, sudah bukan rahasia umum lagi bila seorang Ghifari penakut dalam segi kemistisan. Jadi wajar kalau keringet dingin mulai bermunculan di tengah dinginnya malam.

Hawa dingin yang menggelitik kulit menambah kesan mistis di lingkup Ghifari. Ingin lari ke kamar tetapi kakinya berat, seperti ada yang menahan.

Jadilah Ghifari berdiri mematung diundakan tangga terakhir bak patung.

"Bagus, pulang malam. Mau jadi apa kamu?!" Suara penuh penekanan menyapa indra pendengar Ghifari.

Ghifari menghela napas lega, setidaknya setan jadi-jadianlah yang sekarang ini berada di belakang dia, bukan setan beneran.

Memutar badan ke belakang, tepatnya menghadap langsung kepada Dilan---abang pertama Eliza. Tubuh yang dia tempati sekarang ini.

Tatapan mata Dilan menusuk menatap ke arah Ghifari. Yang ditatap seperti itu hanya mengedikan bahu acuh dengan membalikan badan ingin melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

Baru dua langkah suara Dilan kembali mengalun bebas dikeheningan malam.

"Mau kemana kamu?" tanya Dilan sambil berjalan menuju tubuh Eliza yang di jiwai Ghifari.

"Ke kamar." Ghifari menjawab singkat tanpa memandang Dilan.

Perlakuan Ghifari membuat Dilan menggertakan gigi.

"Berani kamu ke kamar, setalah pulang larut malam?" Dilan mendesis panjang dengan tangan sibuk meremas pundak Ghifari.

Ghifari diam tak bergeming merasakan panas menjalar di bagian pundak akibat remasan Dilan.

Dilan itu definisi abang gak ada akhlak yang sesungguhnya menurut Ghifari.

"Jawab! Jangan diam saja!"

Ghifari memandang sekilas wajah Dilan yang tersirat akan emosi memandangnya. Ghifari mencoba mengikuti titah Eliza yang menyuruh Ghifari agar diam tak menjawab jikalau sang abang mulai menunjukan tanduk.

Dilan yang melihat sang adik tidak bergeming akhirnya menarik rahang sang adik dan mencengkeramnya dengan kasar.

"Kamu punya mulut 'kan, gunain dengan baik!" Cengkraman tangan Dilan berhasil membuat Ghifari membuka suara.

"Lepasin," kata Ghifari tanpa memandang wajah Dilan.

Dilan terdiam se-saat memandang wajah Eliza yang menatapnya biasa saja. Dilan mengerutkan kening mendapatkan respon yang tak terduga. Biasanya sang adik tidak pernah meminta untuk dilepaskan selama dia bermain fisik, tetapi sekarang dia minta dilepaskan.

Belum tau saja si Dilan kalau yang mengisi tubuh sang adik adalah orang lain.

"Kamu berani sama saya?!" Dilan makin mengencangkan cengkraman pada dagu Eliza.

Ghifari mendesis, walaupun dia ada di tubuh Eliza tetapi dia dapat merasakan sakit yang menjalar di bagian dagu.

"Kalau ditanya jawab!" Nampak sekali wajah Dilan makin keruh.

"Udah malem, berisik. Gue mau tidur," jawab Ghifari melepaskan tangan Dilan yang mencengkram dagunya dengan sekali sentakan.

Dilan tersentak. "Berani-beraninya kamu menyentak tangan saya."

Setelah cengkraman Dilan terlepas Ghifari melangkahkan kaki kembali meninggalkan Dilan yang sedang ber api-api.

Karena emosi tak terbendung Dilan jalan dengan cepat menghampiri badan Eliza berjiwa Ghifari.

Merasa tubuh sang adik sudah terjangkau Dilan mendorong dengan sekuat tenaga.

Bruk~

Ghifari terduduk setelah di dorong hingga membentur tembok. Keningnya terasa sakit. Dia mengulurkan tangan memegang kening yang terasa sangat sakit.

Basah, Ghifari merasakan keningnya basah. Bau anyir darah menyeruak tak kala Ghifari membawa tanganya ke hidung.

Seakan gelap mata Dilan kembali mendorong tubuh yang ditampati oleh Ghifari dua kali.

Dug~

Dug~

Darah makin merembes dari keningnya, Ghifari menggelengkan mata saat pandangannya memburam.

Dilan tersenyum sinis melihat darah makin merembes dari kening sang adik. Merasa senang dengan hasil karyanya, Dilan pergi begitu saja meninggalkan Ghifari yang terduduk dengan darah bercucuran.

"Dia manusia, apa psikopat si," gerutu Ghifari menyenderkan badan pada tembok.

Badannya lemas begitu saja setelah dijedotkan di tembok oleh Dilan. Ghifari hanya bisa menahan kesabaran untuk tidak membalas perlakuan biadab si Dilan.

Hanya karena menghargai ucapan Eliza yang mewantinya agar jangan membalas sang abang dirinya harus merasakan sakit di sekujur kepala.

"Perasaan Dilannya milea lembut banget, lah ini. Kejam banget. Eliza ... Eliza, kesian amat hidup lo harus tinggal sama si Dilananjing." Ghifari menggelengkan kepala merasa kasihan dengan kehidupan Eliza.

                 👫 Jiwa Yang Tertukar 👫

Ada yang kurang sama part ini?

                                  •

Jangan lupa tinggalkan jejak ye.

Vote+comentnya saya tunggu muah.

TBC ...

Jiwa Yang TertukarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang