Chapter 4

7 2 0
                                    

Pantas saja Tae Yoon tak menjawab ketukan pintunya. Gadis manis yang tengah duduk bersandar pada sisi ranjang itu sedang asik menatap laptop dengan kedua telinga yang disumpal earphone.

"TAE YOON!" Bahkan teriakan itu sama sekali tak menyentuh telinga Tae Yoon. Namun bukan berarti Tae Yoon tak sadar saat kakak berkulit pucatnya itu tiba-tiba masuk kamarnya.

Refleks Tae Yoon melepas earphone lalu membanting layar laptop yang tengah memutar video sang kekasih yang tadi ia rekam saat menari di studio milik Han Sook agar tertutup. "Ada apa?" datarnya.

Tanpa dipersilahkan dan tanpa menjawab, Kyun Gi menuju lemari pakaian Tae Yoon dan memindai isinya. "Pinjam bajumu. Kau punya baju kaos yang besar-besar itu kan, yang kau bilang modelnya sedang tren, kau penyebutnya apa itu ... hmm, oversize, ya! Oversize! Mana bajunya, aku mau pinjam." Mata Kyun Gi tertuju pada kaos putih berlengan panjang yang tergantung pada hanger.

"Kenapa tiba-tiba mau baju itu? Kau malas mencuci bajumu lagi?" Sifat pemalas sang kakak membuat Tae Yoon kadang harus merelakan pakaiannya dipinjam hanya karena Kyun Gi kehabisan pakaian bersih.

Tapi kali ini tebakan Tae Yoon salah. "Ini bukan untukku, tapi untuk Jimmy. Aku tak punya baju yang muat untuknya." Ada sorot terkejut yang melintas di mata Tae Yoon sebelum gadis itu mengerang.

"Tentu saja! Jeremy Park! Kau membawanya ke sini lagi! Dan apa urusanku meminjamkan pakaian padanya!" Lebih tepatnya, itu sebenarnya pakaian kekasihnya, Ian.

"Karena aku tak akan membiarkan dia berkeliaran di kamarku dengan seragam kotornya." Sorot terkejut Tae Yoon semakin menjadi-jadi.
"Kenapa juga dia ada di kamarmu!"

"Ceritanya panjang." Reaksi heboh Tae Yoon hanya mendapat tanggapan tenang oleh Kyun Gi. Sang adik berdiri dan melebarkan matanya, menatap tubuh Kyun Gi dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tae Yoon tak habis pikir kenapa sekarang Jimmy senang muncul di rumahnya, dan satu-satunya yang bisa ia pikirkan hanyalah ..., "Kak, jangan bilang kalian...."
Cerita yang panjang. Jimmy ada di kamar Kyun Gi dan seragam berandal itu yang kotor. Tae Yoon bahkan takut untuk menyelesaikan dugaannya. Otaknya sudah berpikir kemana-mana. "Apa kau seputus asa itu setelah dicampakan Hwan Joon sampai-sampai kau asal-asalan memilih pria untuk kau ajak tidur. Bocah berandal ingusan itu tak pantas untukmu!"

"Apa yang ada di otakmu itu, huh?" Imajinasi Tae Yoon kadang sulit untuk Kyun Gi mengerti. Satu tangan Kyun Gi mengibas jengah di depan wajah Tae Yoon seakan pikiran kotor gadis muda itu ada di sana dan Kyun Gi ingin menyingkirkannya. "Dia baru saja dipukuli orang lalu ditangkap polisi dan bertengkar dengan orang tuanya. Aku tak punya pilihan selain membawa anak itu ke sini." Sebelum otak cerdas anak ini berpikir terlalu jauh, Kyun Gi terpaksa menjelaskan dengan detail walau sesungguhnya ia sangat malas dan tahu Tae Yoon juga tak akan perduli itu. "Dan aku bukan tipe gadis yang akan terpuruk lama setelah dicampakan sampah itu," ucap Kyun Gi sarkastik. Sebuah nama yang baru saja disinggung Tae Yoon membuat perasaan hati Kyun Gi memburuk.

Kenangan pahit dua minggu lalu di mana ia tak sengaja memergoki kekasinya -atau lebih tepatnya mantan kekasih- berselingkuh kembali segar dalam ingatan Kyun Gi. Bohong jika ia tak sakit hati, bahkan hingga detik ini ia menyesali keputusannya untuk meninggalkan  Hwan Joon. Jauh dalam hatinya cinta mereka masih tersimpan erat. Hanya saja, pengkhianatan Hwan Joon terlalu sulit untuk Kyun Gi maafkan. Kyun Gi bahkan merasa kekasihnya itu tak pantas ia ratapi berlama-lama.

Tak ingin Tae Yoon semakin cerewet. Dengan cepat Kyun Gi mengambil apa yang ia perlukan lalu memilih untuk melangkah keluar dari kamar itu.

"Hmm ..., Kak!" Panggilan Tae Yoon membuat Kyun Gi yang sudah berdiri di ambang pintu harus menoleh lagi pada sang adik. "Malam ini aku akan pergi keluar dan mungkin akan pulang agak malam seperti biasa. Jadi tak usah menungguku untuk makan malam," ucap Tae Yoon santai. Toh, ini bukan hal baru untuk Tae Yoon meminta ijin keluar malam. Biasanya Kyun Gi akan segera mengangguk dan hanya berpesan untuk hati-hati.

Tapi kali ini wajah santai Tae Yoon perlahan menegang saat anggukan Kyun Gi tak kunjung datang. Mendadak Kyun Gi teringat perkataan Jimmy tentang komplotannya yang sedang menjalin hubungan dengan Tae Yoon. Tak sanggup ia membayangkan adiknya yang berharga ternyata berkeliaran dengan berandal itu selama ini. "Jangan pergi kemanapun."

"Apa?" Tae Yoon bukannya tak mendengar. Ia hanya berharap salah dengar. Sangat langka melihat Kyun Gi melarangnya pergi keluar. Selama ini Tae Yoon selalu bisa menjaga kepercayaan Kyun Gi.

"Aku bilang jangan pergi ke manapun."

"Tapi ini jum'at malam. Lagi pula biasanya ka_"

"Mulai sekarang tak ada yang namanya jum'at malam. Kau sebaiknya tetap di rumah. Ku mohon untuk tak membantah."

"Tapi... Kau tak bi_"

Clek

Sebelum mendengar pembelaan dirinya. Kyun Gi memutus pembicaraan mereka sepihak dan menutup pintu kamar Tae Yoon seenaknya. "Ini tak adil!" Meninggalkan gadis manis berkulit tan itu mengerang kesal di kamarnya. Tae Yoon mungkin akan marah besar, tapi Kyun Gi yakin sang adik tak akan membantahnya.

Biarkan Tae Yoon menganggapnya tak adil. Kyun Gi akan membicarakan alasan sikap tak adilnya ini pada sang adik nanti setelah urusannya dengan Jimmy selesai.

Huh~  anak itu ... Mengingat Jimmy membuat Kyun Gi harus menghelan nafas berat. Sosok berandal berwajah jelek dengan lebam di mana-mana yang tadi Kyun Gi perintahkan duduk di sofa tak terlihat di manapun. "Kemana anak itu. Aku bahkan baru meninggalkan beberapa detik."

Dari luar terdengar suara pintu dibuka. Memberi firasat pada Kyun Gi kalau di sanalah muridnya berada. Secepatnya Kyun Gi melangkah ke depan dan dugaannya benar, Jimmy sudah membuka pintu. Bersiap untuk kabur.

"Mau kemana kau?"

"Aku tak mau di sini." Siapa yang mau berada di rumah orang asing yang penghuninya tak harmonis seperti itu. Teriakan Tae Yoon yang tak sengaja Jimmy dengar membuatnya semakin ingin kabur.

"Tidak, kau tak bisa pergi. Aku memerintahkanmu untuk tetap berada di sini," ucap Kyun Gi tegas yang segera menciptakan decakan kesal dari lawan bicaranya.

"Hanya karena kau sudah melihatku menangis bukan berarti kau bisa memerintahku. Memangnya kau siapa!" Persetan dengan perintah Kyun Gi. Jimmy tetap lebih memilih melangkah keluar. Ia sangat berterimakasih pada guru yang telah menenangkan tangisnya ini, tapi ia tak bisa berada di sekitar wanita ini lebih lama.

Jujur saja, jika mengingat dirinya yang menangis seperti bayi tadi itu sangat memalukan. Jimmy perlu waktu untuk mengembalikan kepercayaan dirinya di depan Kyun Gi.

Sayangnya Jimmy tak pernah bisa melewati pintu karena tangannya sudah dalam genggaman Kyun Gi. "Jangan memaksaku untuk kembali berteriak. Kau benar-benar sedang dalam keadaan yang tak memungkinkan untuk pergi keluar sekarang. Bagaimana kau bisa berjalan-jalan dengan wajah bengkak itu." Wajah bengkak hanyalah alasan Kyun Gi. Kejiawaan Jimmylah yang lebih Kyun Gi khawatirkan sekarang.

Emosi Jimmy saat ini sangatlah tak stabil. Jimmy mungkin terlihat tenang setelah menangis, namun dia adalah laki-laki muda dengan tempramen sangat tinggi. Kebencian Jimmy atas kejadian buruk bersama sang ayah jelas masih tersisa di hatinya. Kyun Gi tak ingin mengambil resiko jika Jimmy memukuli orang lagi di luar sana hanya karena emosinya kembali meningkat.

Sebelum Jimmy sempat membantah. Satu tangan Kyun Gi yang memegang tangan Jimmy melonggar, memutar tangan itu untuk menadah agar ia bisa meletakan kaos milik Tae Yoon di sana bersama sekantong penuh es balok yang sebelumnya telah ia siapkan di dapur tadi.

"Pergilah ke kamar dan ganti seragammu lalu merenunglah di sana." Kyun Gi bergerak cepat ke belakang Jimmy, memutar tubuh laki-laki itu lalu mendorongnya seperti mobil mogok menuju kamar.

Jimmy mengerang pasrah. Dengan alasan tubuhnya yang lelah dan pikirannya yang kusut, Jimmy memilih untuk menyerah pada kekeraskepalaan sang guru kali ini. Tanpa melawan, membiarkan tubuhnya dijebloskan ke sebuah kamar yang dipenuhi nuansa putih di seluruh sudut. "Sebaiknya istiratkan emosimu itu." Itulah kalimat terakhir yang Jimmy dengar sebelum Kyun Gi menutup pintu kamarnya.

Meninggalkan Jimmy di kamar yang kecil itu, pandangan Jimmy tertuju pada satu ranjang. Tubuh lelahnya seakan bisa melihat kasur itu memanggil-manggilnya. Tanpa ingin berpikir Jimmy melemparkan diri ke sana. Menutup matanya dan membiarkan kesadarannya perlahan terlepas.

***

Tenggorokannya yang kering memaksa Jimmy untuk beranjak dari alam mimpi. Mengingatkannya bahwa sejak pulang sekolah tadi tak ada makanan atau minuman masuk dalam tubuhnya, ia bahkan tak sempat mengganti seragamnya.

Setelah tidur, efek dari lebam-lebam di wajahnya akan lebih terasa. Untuk mengerutkan hidung saja sulit sekali. Seakan ada topeng yang menghalangi pergerakannya.

Dengan setengah sadar Jimmy beringsut turun dari ranjang. Menguap lebar sambil memegangi satu pipinya yang menyengat karena lukanya yang meregang. Ia keluar kamar dan mencari jalan ke dapur.

Entah jam berapa sekarang. Yang jelas rumah itu sudah sangat sepi dan gelap. Hanya penerangan minim dari lampu di pekarangan rumah itu yang menembus sisi jendela yang bisa Jimmy andalkan.

Haus dan lapar membuat Jimmy untuk tak segan membuka lemari pendingin kecil milik sang guru dan membungkuk di dalam sana. Tak banyak yang tersedia, hanya beberapa kaleng soda, sekotak susu dan bahan makanan yang tak Jimmy kenal
.
“Kyun Gi, ku mohon.” Udara sepi rumah itu dengan sangat mudah memantulkan sebuah suara aneh ke telinga Jimmy. Refleks Jimmy menegakan tubuhnya dengan mata yang sudah berkeliaran di sudut rumah.

Tidak ada tanda-tanda sumber suara. Penasaran, Jimmy mengambil satu kaleng soda asal dan menendang pintu lemari es hingga tertutup lalu mulai berjalan ke sekitar rumah. Hanya untuk menemukan tak ada apapun di rumah itu.

Mustahil suara tadi hanya perasaannya.

Buk!

“Sudahlah, Joon.” Sekali lagi suara itu terdengar saat Jimmy melewati jendela. Sangat lirih seperti berbisik namun bisa Jimmy pastikan suara itu berasal dari luar. Tanpa pikir panjang, Jimmy mengintip di jendela. Dan Jimmy hampir menumpahkan soda di mulutnya. Di luar sana. Jimmy melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di luar pagar pekarangan Kyun Gi. Ia tak akan terkejut jika hanya melihat mobil. Tapi dua orang di samping mobil itu, sang guru dan laki-laki bernama  Hwan Joon yang pernah Jimmy lihat beberapa saat lalu di depan rumah Kyun Gi tengah saling memeluk. Begitu erat dan intens hingga tubuh kecil sang guru tenggelam sempurna dalam dada laki-laki di depannya.

Posisi jendela yang berbatasan langsung pada pekarangan menampilkan dengan jelas adegan yang membuat sesuatu berdesir panas dalam kepala Jimmy itu. Tubuh tinggi itu mengapit tubuh kecil sang guru di antar mobilnya. Tak memberi pilihan banyak untuk Kyun Gi selain bersandar pada sisi mobil dan menerima sentuhan si laki-laki tinggi.

Kening Jimmy mengerut sengit. Seingatnya terakhir kali ia melihat laki-laki tinggi bersurai tembaga itu muncul di depan sang guru, gurunya itu terlihat sangat tidak senang. Bagaimana bisa sekarang laki-laki itu dengan gampangnya menyentuh sang guru.

Meski kelihatannya Kyun Gi berusaha menolak laki-laki di depannya. Namun lambat laun sang guru melemah dan memilih melingkarkan tangannya di pinggang si laki-laki bernama  Hwan Joon itu.

Menyaksikan adegan itu memanggil ingatan di kepala Jimmy saat Kyun Gi juga melakukan hal sama padanya sore tadi. Sang guru memeluknya, mengusap punggungnya penuh kasih dan Jimmy akui itu begitu lembut dan hangat. Pelukan setulus itu harusnya mendapat balasan yang tak kalah lembutnya. Tak seperti yang dilakukan laki-laki itu, tangannya liar, menjalar ke mana-mana mencari keuntungan dari tubuh kecil sang guru.

“Hiss!” Di luar kendali Jimmy, kaleng soda di gengamannya telah remuk hingga isinya tumpah. Untuk alasan yang tak ia mengerti, ia sangat tak menyukai laki-laki itu. Dan yang membuat Jimmy benar-benar emosi adalah, sang guru sama sekali tak keberatan mendapat perlakuan tak pantas itu.

Apa gurunya sebodoh itu? Siapa laki-laki itu hingga bisa membuatnya begitu pasrah. Rasanya Jimmy ingin pergi keluar, menjauhkan sang guru dari laki-laki itu dan memukul wajahnya jika saja Kyun Gi tak menghentikan kegiatan mereka.

Beberapa saat Kyun Gi bicara sesuatu yang sulit tertangkap pendengaran Jimmy sebelum menyuguhkan sebuah senyum yang lagi-lagi mengejutkan Jimmy. Selama dua tahun lebih sekolah di BangSyik, ini pertama kalinya Jimmy melihat Kyun Gi tersenyum manis seperti itu. Sangat manis hingga Jimmy sempat ragu apa orang yang selalu memarahinya dan orang di depan sana adalah manusia yang sama.

Kyun Gi lalu mengecup lembut pipi laki-laki itu sebelum memisahkan tubuh mereka dan hendak bergerak masuk ke pekarangannya. Peringatan untuk Jimmy agar segera menghentikan aksi mengintipnya. Wanita itu akan mengamuk jika tahu kehidupan pribadinya menjadi tontonan, dan Jimmy sangat tak tertarik menghadapi amukan sang guru di tengah malam begini. Dengan cepat kaleng soda yang remuk di tangannya ia lempar asal ke tempat sampah di dekat dapur lalu melesat menuju kamar seolah tak pernah terjadi apa-apa.

***

"BERANDAL YANG KAU MAKSUD ITU PUNYA NAMA. DIA  CHRISTIAN JEONG. KALAU DIA KEKASIHKU MEMANG KAU MAU APA!"

Mau tak mau Jimmy membuka matanya setelah mendengar teriakan yang berasal dari luar kamar. Teriakan itu sangat ia kenal pemiliknya. Kim Tae Yoon, siapa lagi.

"Apa mereka bertengkar setiap saat." Baru bangun tidur membuat suara Jimmy tak terdengar jelas. Ia mengeram rendah sebelum memutuskan untuk menyerah melanjutkan tidur dan memilih bangkit dari ranjang kecil namun luar biasa nyaman itu. Aroma lavender yang menempel di bantal menghipnotis Jimmy untuk tidur lebih nyenyak semalam.

"SIAPAPUN ITU. KAU HARUS MENGAKHIRI HUBUNGAN KALIAN! DIA BUKAN LAKI-LAKI YANG BAIK!" Sekarang giliran Kyun Gi yang berteriak. Dari tempat Jimmy yang berdiri di depan pintu kamar. Ia bisa melihat dua gadis dengan tinggi dan warna kulit amat berbeda itu saling menatap tajam. Bahkan mata Jimmy yang masih berat bisa menangkap jelas kilatan emosi di mata Tae Yoon.

"KAU TAK TAHU APAPUN! KAU TAK BERHAK MENILAI BURUK TENTANGNYA!"

Tadinya, Kyun Gi hanya berencana untuk sarapan bersama sang adik dan membicarakan tentang kekasih gadis itu secara baik-baik dan jika bisa Kyun Gi akan membujuk anak itu untuk mengakhiri hubungan mereka. Kyun Gi sangat tak setuju jika sang adik yang manis dan amat penurut ini perlahan menjadi gadis pembangkang hanya karena bergaul dengan mereka. Ia sudah cukup pusing mengurus Jimmy dan teman-temannya. Tak akan lucu jika Tae Yoon menambah daftar hal-hal yang bisa membuatnya darah tinggi.

Pada akhirnya rencana tak selalu berjalan mulus. Entah kalimat mana yang membuat Tae Yoon marah. Yang jelas kini anak itu sudah berteriak dengan mata yang berapi-api pada Kyun Gi. Tentu saja itu juga menyulut api di kepala Kyun Gi.

"AKU TAHU BAGAIMANA ANAK BERANDAL SEPERTINYA! TAK AKAN KU BIARKAN KAU RUSAK DI TANGANNYA. AKU HANYA INGIN MELINDUNGIMU!"

"JANGAN MENGGUNAKAN ALASAN UNTUK MELINDUNGIKU SAAT TUJUANMU YANG SEBENARNYA HANYALAH UNTUK MENGEKANG! AKU TAK BUTA. AKU BISA MEMBEDAKAN YANG BURUK DAN TIDAK. AKU BAHKAN SUDAH DELAPAN BELAS TAHUN, JADI BERHENTI BERSIKAP SEOLAH KAU BISA MENGENDALI-“

PLAK!

Jemari Kyun Gi yang melayang begitu saja dan mengahatam keras pipi Tae Yoon menghentikan teriakan gadis muda itu seketika. "Jadi ini yang kau dapat setelah menjadi kekasih berandal itu. Kau bahkan sudah berani berteriak padaku." Suara Kyun Gi merendah, namun begitu tajam dan dingin. Kyun Gi bahkan tak sadar tangannya yang sempat menyakiti sang adik itu kini sudah bergetar.

Untuk beberapa saat Tae Yoon hanya terdiam dengan satu tangan membalut pipinya yang menyengat perih. Lebih dari itu, di dalam dadanya ada sesuatu yang lebih menyakiti Tae Yoon. Rasa kecewa yang besar pada sang kakak. "Itu bukan karena Ian, tapi karena aku muak padamu! Kau tak pernah memberiku kesempatan untuk didengar, yang kau tahu hanyalah mengaturku!"

"Itu karena aku takut aku akan salah mendidikmu, Tae Yoon!"

"Buat apa kau mendidiku! Toh Kau bukan ayahku!" Warna pucat yang biasanya memancar indah di wajah Kyun Gi kini sepenuhnya tenggelam oleh warna merah dari darahnya yang mendidih hingga ke kepala. Bibir Kyun Gi merapat, siap berteriak dan menumpahkan segala kalimat kesalnya pada Tae Yoon. Namun itu tak pernah terjadi karena lawan bicara Kyun Gi segera memilih untuk pergi dari hadapannya.

Dengan wajah yang sama merahnya, Tae Yoon berbalik. "Aku membencimu!" Meneriakan itu sebelum berjalan secepat mungkin menuju keluar. Sempat Jimmy lihat manik hitam Tae Yoon semakin menyorot murka saat melintas di depannya lalu berlalu tanpa mengatakan apapun untuk kemudian menuju pintu keluar utama dan membanting pintu malang itu setelah Tae Yoon sudah berada di luar.

Ragu-ragu Jimmy melangkah ke dapur. Bisa ia tebak Kyun Gi sedang dalam kondisi sangat emosi saat ini, dan mendekati gadis itu jelas bukan keputusan baik, karena itu Jimmy hanya berdiri bodoh di ambang pintu dapur. Memperhatikan gadis pirang dengan kaos putih tipis dan celana pendek di atas lutut yang mempertontonkan kaki rampingnya itu tengah menumpukan tangannya di atas meja makan dengan kepala menunduk. Posisi Kyun Gi yang membelakangi pintu dapur membuatnya sama sekali tak menyadari ke beradaan Jimmy. Lagipula Kyun Gi juga tak sempat berpikir tentang laki-laki itu kini.

Lama Jimmy berdiri di sana. Menyaksikan Kyun Gi, si guru galak yang selalu mengomel padanya, yang kemarin dengan tangguhnya meredam tangisnya, kini justru bergetar hebat. Kedua tangan pucat itu mengepal kuat dan Kyun Gi menarik nafas panjang berkali-kali seakan itu adalah ritual ampuh agar mampu mengusir amarahnya.

Kesibukan Kyun Gi memberikan Jimmy kesempatan untuk meneliti setiap inci sosok pucat itu. Dan sialnya, di saat seperti ini tatapan Jimmy justru terus saja jatuh pada sepasang kaki seputih susu milik Kyun Gi yang begitu kurus. Kening Jimmy berkerut dengan bibir yang melengkung ke bawah. Gestur umum jika seseorang sedang memuji sesuatu namun tak ingin mengakuinya.

Agak terkejut mendapati kalau di balik rok hitam lebar yang bisa Kyun Gi pakai ke sekolah, tersimpan sepasang kaki kecil nan rapuh itu. Jimmy tak akan menyangkal kalau salah satu pesona yang dimiliki sang guru mungkin ada pada kakinya. Tak heran jika laki-laki yang tadi malam memeluk sang guru selalu menurunkan tangannya pada sepasang paha kecil itu. Semua pria seperti mereka pasti setuju kalau sepasang kaki itu menarik dan mungkin sangat menggoda.

Akan tetapi kenyataan kalau kaki itu bergetar membuyarkan kekaguman Jimmy. Bagaimana bisa dia masih kuat berdiri dengan kaki bergetar. Mengejutkan melihat orang yang Jimmy kira selalu memiliki jiwa tangguh bisa dibuat seperti itu. Jimmy jadi penasaran apakah sang guru juga begini setiap kali selesai meneriakinya.

Apapun itu, yang jelas sekarang gadis di depannya terlihat menyedihkan. Mungkin cara pandang yang sama juga sang guru lihat saat ia menangis kemarin. Dan Jimmy tak akan pernah melupakan cara Kyun Gi menenangkannya.

"Tidak semua orang yang bergaul denganku seburuk diriku," gumam Jimmy pelan. Tak ingin mengejutkan sang guru. Akan tetapi kondisi Kyun Gi sekarang membuatnya dengan mudah terkejut bahkan pada suara paling lembut sekalipun.

Seakan sebuah alarm bahaya, suara itu membuat Kyun Gi segera berdiri tegak dan berbalik panik. Hanya untuk mendapati dirinya disajikan seringain tipis Jimmy. Terlihat menyebalkan.

Entah sejak kapan anak itu ada di sana. Kyun Gi tak punya waktu untuk perduli. Dadanya bergerak mengambil nafas panjang dan mengusap wajahnya kasar. "Kau sudah bangun ternyata. Apa kau mendengar semuanya?" Detik berikutnya Kyun Gi yang tadi bergetar penuh amarah kini berubah tenang secara ajaib.

Jimmy takjub pada kemampuan pengendalian diri gadis itu. "Bagaiamana mungkin aku tak mendengar jika yang kalian lakukan hanya berteriak."

Hanya helaan nafas tipis yang menjawab Jimmy. "Kemarilah. Sarapan dulu." Tanpa menatap lawan bicaranya. Kyun Gi mengambil tempat duduk dan meraih gelas kopinya, menghirup aromanya santai seakan tak terjadi apa-apa. Masalahnya yang baru sudah datang. Jadi ia harus mengeyampingkan dulu masalah Tae Yoon. "Kenapa masih di situ!" Laki-laki yang ia suruh duduk masih tak bergerak dari ambang pintu, dia bahkan masih pakai seragam kotor kemarin. Astaga, ingatkan Kyun Gi untuk melaundry spreinya dua kali.

"Aku mau pulang." Setelah menangis dipelukan gadis itu dan tidur di ranjangnya. Jimmy tak tertarik untuk sarapan bersama juga.

"Kita perlu bicara, Jeremy Park!" Nada tinggi itu terpaksa membuat Jimmy mengurungkan diri untuk pergi dari sana dan berbalik malas. "Bisakah kau sedikit bersikap baik padaku. Jika kau tak ingin mendengarkanku sebagai sesama manusia, setidaknya dengarkan aku sebagai gurumu," keluh Kyun Gi. Ia kira setelah kejadian semalam Jimmy akan lebih mudah ia kendalikan. Tapi ternyata sifat pembangkang adalah penyakit kronis yang sulit dihilangkan. "Kemarilah."

"Tak ada guru dan murid jika kita sedang berdua saja, apalagi kita tak sedang di lingkungan sekolah." Mata Jimmy berputar dan Kyun Gi lebih dari hapal apa yang akan anak ini lakukan.

"Jangan membantah! Hais! Kenapa kau selalu membuatku berteriak!" Untuk kedua kalinya teriakan Kyun Gi menghentikan langkah Jimmy yang sudah berbalik untuk pergi. "Dengan segala hormat ku minta kau untuk duduk di sini dan bicara sebentar, Jeremy Park. Setelah itu kau boleh pergi."

Fine! Jimmy menyerah. Orang tua itu akan mengejarnya jika ia benar-benar pergi. Seiring decakan kasar yang lolos dari bibirnya. Jimmy berbalik dan duduk tepat di seberang meja Kyun Gi.

Ada seringaian puas di wajah Kyun Gi. Ia mengambil kotak susu di sampingnya dan menuang pada gelas yang seharusnya ia siapkan untuk Tae Yoon tadi, kini gelas itu diserahkan pada Jimmy. "Sarapan dulu."

"Katakan saja apa yang ingin kau bicarakan dengan cepat." Kyun Gi mengurungkan diri meletakan susunya di depan Jimmy dan memilih menariknya kembali.

"Apa ada yang ingin kau jelaskan tentang semalam?"

"Tidak ada." Jimmy melipat tangannya di depan dada dan bersandar santai tak perduli.

"Jeremy Park, kalau kau berpikir dengan menjadi seperti ini bisa membuat ayahmu perduli padamu. Itu sia-sia."

"Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan, Guru Song." Bohong jika anak ini tak mengerti maksudnya. Jimmy jelas hanya menghindari pembicaraan mereka.

Tubuhnya ia tegakan dengan tatapan yang semakin menyorot serius pada Jimmy. "Kau sengaja melakukan semua ini, bukan? Menjadi anak nakal dan berkelahi di mana-mana karena ingin mendapatkan perhatian ayahmu agar ia tahu kau kesepian."

"Dangkal," desis Jimmy.

"Kau_" Bibir Kyun Gi merapat tanda kemarahannya mulai terpancing sekarang. "Asal kau tahu, Park. Kau bukan satu-satunya murid nakal yang pernah ku tangani. Semua masalahmu dan apa saja penyebabnya sudah sangat aku hapal."

"Tapi aku satu-satunya yang membuatmu pusing, kan?" Jimmy ingin tertawa sekarang. Wajah pucat yang berubah merah di depannya membuktikan tebakannya akurat. "Alasan semacam itu hanya untuk anak-anak berandal di dalam novel."

"Kalau begitu kau punya alasanmu yang lebih kritis, huh?" Suara Kyun Gi merendah dan sangat sarkastik. Disebut dangkal oleh murid bodoh ini sungguh membuatnya kesal.

Tak ada jawaban dari lawan bicaranya. Hanya saling menatap dalam diam. Entah perasaan Kyun Gi saja atau bagaimana. Raut wajah Jimmy yang tadi terlihat menyebalkan perlahan mengeras. Penuh emosi. Marah, kecewa, dendam, sakit hati. Semua bercampur di sana.

Perlu waktu untuk Jimmy menimbang-nimbang apakah ia harus bicara sebelum pada akhirnya ia bergumam pelan. Sangat serius. "Ada sesuatu yang tak akan pernah kau mengerti. Bukankah kau sudah mendengarnya langsung? Aku membencinya dan aku ingin menghancurkannya. Itu saja." Sebenarnya membicarakan perasaan pribadi bukanlah hal yang Jimmy suka. Namun sejak orang tua ini sudah melihat segalanya semalam dan semakin menduga yang tidak-tidak dengan otak dangkalnya itu. Jimmy terpaksa harus membuka mulut.

Salah satu hal yang paling ditakuti oleh seorang pengusaha kaya dengan harta berlimpah adalah tak memiliki pewaris untuk menyelamatkan hartanya. Tak heran jika sebagian besar dari mereka berusaha menempa keturunannya menjadi persis seperti mereka. Dan Jimmy adalah satu-satunya anak keluarga Park yang nantinya akan mengemban tanggung jawab itu. Bisa dibayangkan betapa takutnya Tuan Park memikirkan putra yang menjadi satu-satunya harapannya itu justru menjadi sampah masyarakat seperti ini. Ketakutan itu membuat Jimmy puas.
Hari ini pertama kalinya alasan itu ia utarakan. Selama ini ia hanya menyimpan itu di otaknya tanpa ingin mengatakannya pada siapapun karena ia tahu tak akan ada yang peduli dengan alasan itu. Yang orang tahu hanyalah ia adalah anak pemarah yang akan menghajar siapa saja yang membuatnya tak senang. Itu tak sepenuhnya benar karena dulu sekali Jimmy adalah bocah manis yang bahkan tak mampu menyakiti semut. Keadaan di tengah keluarganyalah yang merubahnya menjadi monster. Keadaan yang tak pernah bisa dimengerti siapapun termasuk satu orang di depannya ini. Terlihat dari bagaimana satu alis Kyun Gi terangkat bingung.

Namun terlepas dari itu, Kyun Gi merasa ada sesuatu yang tak benar.
"Siapa sebenarnya di sini yang punya pemikiran dangkal?" Jimmy menatapnya tak tertarik. "Kau ingin menghancurkan ayahmu dengan bom bunuh, begitu? Itu bodoh."

"Aku tahu apa yang kulakukan dan aku melakukannya dengan caraku." Tipikal anak muda, selalu merasa benar pada hal terbodoh sekalipun.

Jemari Kyun Gi memijat pelipisnya santai. Terlalu pagi untuknya dipusingkan oleh Jeremy Park. "Apa kau pernah dengar pepatah. Cara paling mudah mengalahkan musuh adalah dengan menjadi lebih kuat dari mereka."

"Itu fakta, bukan pepatah." Dari reaksi datar Jimmy, Kyun Gi tak akan menganggap anak itu mengerti kalimatnya.

Karena itu Kyun Gi menegaskan kembali. "Maksudku adalah... jika kau membencinya. Maka kau harus lebih baik darinya. Menjadi seperti ini hanya akan membuatmu semakin tak bernilai. Kau mungkin bisa mengacaukan hidupnya untuk sementara, tapi pada akhirnya kau hanya akan menghancurkan dirimu sendiri dan membuktikan kalau tanpa ayahmu kau bukan apa-apa."

Tatapan serius Kyun Gi dibalas Jimmy dengan sama seriusnya. Anak itu terdiam dengan kening perlahan menegang. Pertanda baik untuk Kyun Gi bahwa kalimatnya mungkin sedang dicerna Jimmy.

Tubuh Kyun Gi kembali tegak dan mencondongkannya pada Jimmy hingga dadanya menyentuh sisi meja. "Dari pada menghancurkan dirimu demi membawanya hancur bersama. Akan jauh lebih baik jika kau mengalihkan semua dendamu itu pada hal positif," bisik Kyun Gi serius. Suaranya melembut bagaikan seorang penyihir yang mencoba menghipnotis korbanya. "Buktikan tanpanya kau tetap bisa menjadi orang hebat, Jeremy Park. Tak ada yang lebih menyakitkan dari melihat sampah yang kau buang ternyata adalah barang yang sangat berharga, terlebih untuk orang berjiwa bisnis seperti ayahmu."

Ada keheningan panjang setelah itu. Keduanya masih saling menatap. Kyun Gi menunggu reaksi laki-laki di depannya sebelum pada akhirnya Jimmy memutus kontak mata mereka dan mendengus panjang ke arah lain. "Katakan saja nasehat murahan itu pada anak lain." Ia segera beranjak dari kursinya. Tanpa perduli pada Kyun Gi yang sudah merengut kesal. "Jika kau hanya ingin menceramahiku. Lebih baik aku pergi." Secepatnya Jimmy menjauh dari dapur dengan kesal.

Merepotkan sekali ada orang yang terlalu mengurusi urusan pribadinya seperti ini. Masa bodoh dengan hal positif dan prestasi. Jimmy tak memiliki alasan untuk mengejar hal semacam itu. Selama ini dia baik-baik saja dengan mengacau semua orang dan tak ada yang perduli padanya. Melihat satu orang ini seakan berambisi untuk merubahnya menjadi anak baik rasanya aneh.

Kenapa juga orang ini harus terlalu peduli padanya, umpat Jimmy dalam hati sambil terus berjalan keluar. Tak menyadari Kyun Gi juga ikut berdiri dari kursinya dan mengejar Jimmy panik.

Kyun Gi tak terkejut jika nasehatnya tak akan dianggap oleh anak berandal ini. Sudah menjadi kebiasaan Jimmy yang memutus pembicaraan sepihak dan pergi begitu saja. "Aku tak menceramahimu, Jeremy Park. Tapi aku berniat untuk menantangmu!" Dan Kyun Gi sendiri terkejut pada apa yang ia katakan untuk menahan anak itu.

Menantang Jimmy? Entah sudut otaknya yang mana yang membisikan ide konyol ini.

Terlalu sulit bicara pada Jimmy dari sudut pandangnya jika ingin membuat anak itu mendengarkan. Kyun Gi hanya merasa mungkin ia harus melihat dari sisi anak itu dan masuk ke jalan pikirannya agar lebih mudah mengendalikan Jimmy. Yang itu artinya Kyun Gi harus mengikuti jiwa labil anak muda yang menggebu-gebu yang menganggap segala sesuatu dalam hidup ini remeh seperti sebuah permainan.

Setidaknya, langkah kaki Jimmy terhenti dan ia berbalik bingung. Mungkin cara ini akan lebih menarik. Dengan itu Kyun Gi bernafas lega diam-diam lalu mendekati Jimmy. "Sejujurnya," mulai Kyun Gi. "Melihatmu kemarin sedikit membuatku heran. Kau!" Keduanya sudah saling berhadapan dengan satu jari Kyun Gi menusuk dada Jimmy. Dada yang Kyun Gi akui begitu keras. "Seorang Jeremy Park. Yang selalu membangkang padaku, yang selalu kuat menghajar siapapun. Tapi di depan ayahmu sendiri kau terlihat seperti anak kucing kurus yang hampir mati. Sangat amat lemah." Kyun Gi tahu benar, untuk orang seperti Jimmy disebut lemah adalah kata-kata haram yang akan memancing emosi dengan sangat cepat. Terlihat jelas dari wajahnya yang mengeras dengan bibir terkantup rapat.

"Apa yang kau coba ingin katakan sabenarnya," lirih Jimmy gelap. Sangat rendah hampir tak terdengar. Namun kenyataan bahwa Kyun Gi masih bisa menangkap suara Jimmy menyadarkan gadis cantik itu bahwa ia membuat posisi yang terlalu dekat. Hangat nafas Jimmy bahkan menggapai wajahnya.

"Kalau kau memang kuat. Lawan dia."

"Kau memintaku untuk menghajarnya?" Guru macam apa yang menyuruh anak muridnya menghajar orang tuanya sendiri.

"Lakukan dengan caraku. Berhenti membuat kekacauan. Sekolah dengan baik hingga lulus dan masuk universitas dengan nilai bagus."

Apa-apaan itu. Dilihat dari sudut manapun guru di depannya ini hanya memanfaatkan keadaan emosinya untuk mengubahnya seperti yang ia inginkan. Dalam hati Jimmy bersumpah akan membuat guru pucat ini menyesal dengan penawaran bodohnya.

"Apa ini tantangan? Apa yang ku dapat darimu?"

"Tak ada imbalan. Pilihanmu hanya terima atau kalau kau menolak, aku akan mengejarmu sampai ke sudut dunia manapun. Ancamanku ini serius."

"Kalau begitu lupakan saja. Memang siapa yang takut ancamanmu." Seperti sebuah kebiasaan, dengan ringan satu tangan Jimmy mengacak surai belakang kepalanya. Tanda yang menunjukan ketidakpedulian laki-laki ini.

Jimmy berbalilk dan bersiap untuk keluar. Hanya untuk kembali terhenti oleh kalimat Kyun Gi. “Fine! Apa yang kau minta sebagai imbalan?" Kyun Gi merasa mereka sudah seperti mafia yang melakukan negosiasi. Dalam hati Kyun Gi hanya berdoa Jimmy tak meminta hal yang mustahil digapai perekonomiannya.

Lagi-lagi keheningan menyekat keduanya. Jimmy menyeringai dan ia memutus kontak mata mereka hanya untuk menjalarkan maniknya pada sang guru dari wajah menuju leher jenjang nan pucat dan perlahan turun pada sepasang kaki kecil yang tak kalah pucat dari lehernya. Apa yang ada pada Kyun Gi mengingatkan Jimmy pada adegan yang sang guru lakukan di depan rumahnya tadi malam.

Perlahan seriangan Jimmy pudar seiring mata yang berhenti pada sepasang manik coklat terang sang guru. Untuk beberapa detik yang gila. Jimmy merasa manik itu berkilau indah. Sangat indah hingga Jimmy nekat bergumam sesuatu yang membuat mata Kyun Gi melebar. "Menciummu."

"APA KAU GILA, HUH!!! Sebelum kau melakukannya aku akan mem-me." Dari cara Jimmy menyeringai, Kyun Gi tahu anak itu tak serius dengan ucapannya. Tapi tetap saja Kyun Gi terlalu terkejut hingga ia kesulitan bicara. Otak anak ini terlalu pintar untuk mempermainkan ucapannya.

Dan wajah pucat yang seketika merona itu benar-benar membuat Jimmy puas. Sekali lagi Jimmy berhasil mengalahkan perdebatan mereka. Tadinya Jimmy tak berniat mengatakan itu. Namun rasa penasarannya pada reaksi macam apa yang akan Kyun Gi tunjukan membuat permintaan yang memang gila itu terlontar begitu saja.

"Kau bisa memikirkannya dulu, Guru Song." Sengaja Jimmy menegaskan kalimat terakhirnya di depan wajah pucat yang tengah memerah hebat itu sebelum kembali menyeringai lalu melenggang santai menuju pintu keluar.

Namun sebelum itu Jimmy mendadak teringat sesuatu. Ia berbalik sebentar untuk menatap sang guru yang kini tak lagi memiliki keinginan untuk mengejarnya. "Dan satu lagi ...  tentang Christian Jeong. Dia memang temanku, tapi dia laki-laki yang baik. Kau tak perlu mengkhawatirkan Tae Yoon jika bersamanya karena Ian tak akan pernah merusak seseorang terutama orang yang ia cintai."

Tak yakin Kyun Gi mencerna apa yang ia katakan. Tapi Jimmy merasa harus memberitahu itu pada sang guru. Akan sangat tak adil untuk Ian jika cinta sang sahabat kandas begitu saja hanya karena citra buruknya. Kyun Gi harus tahu siapa Ian sebelum melarang hubungannya dengan sang adik.

Di tempatnya Kyun Gi hanya mampu berkedip bodoh menyaksikan bocah gila itu kembali menyeringai lalu menghilang di balik pintu.










Let Me be Your ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang