Chapter 1

15 3 0
                                    




"Kyun Gi!"
Panggilan itu menahan perjalanan si pemilik nama di lorong sunyi sekolah untuk menuju ruang konselingnya. Kyun Gi berbalik, menoleh ke asal suara rendah milik seorang laki-laki kini setengah berlari ke arahnya.

Kim Se Jin. Sang guru sejarah sekaligus wali kelas Jeremy Park. Perasaan Kyun Gi mendadak tak enak setiap kali dipanggil laki-laki tinggi yang menjadi guru senior di sekolah ini. Pasalnya tak pernah ada topik lain yang sang guru sejarah ini bahas jika memanggil Kyun Gi selain, "ada yang ingin ku tanyakan soal Jimmy," ucap Se Jin sesaat setelah berada di depan Kyun Gi. Menjelaskan keperluannya bahkan sebelum Kyun Gi bertanya.

Benarkan. Lagi-lagi tentang anak nakal itu. Mendengar nama Jimmy membuat Kyun Gi mendadak lelah. "Ya, Guru Kim? Ada apa lagi dengan anak itu?" Kyun Gi bicara sambil melanjutkan langkahnya. Mengajak Se Jin untuk berjalan bersama.

Wajah sang wali kelas ikut mengerut. Sama pusingnya dengan Kyun Gi jika sudah menyangkut apapun tentang si Park preman sekolah itu. "Sebenarnya berapa lama kau memberi skors pada anak itu?" Pertanyaan itu membuat Kyun Gi menoleh refleks pada lawan bicaranya dan melempar raut bingung.

"Skors apa?"

"Bukankah kau memberinya skors karena perkelahiannya minggu lalu?" Wajah Kyun Gi semakin mengerut bingung sebelum kepala pirang itu menggeleng.

"Jadi kau tidak memberinya skors?" Kyun Gi mengangguk mengiyakan. "Kurang ajar anak itu!" Menciptakan geraman murka dari laki-laki tinggi dengan postur tegap dan paras tampan di depan Kyun Gi. "Anak itu sudah tak masuk sekolah selama seminggu terakhir, Kyun Gi. Kupikir kau yang memberinya skors."

"Kau tahu benar aku sudah menyerah memberinya hukuman skors sejak tahun lalu." Seingat Kyun Gi, terakhir kali ia memberi skors pada Jimmy adalah saat musim panas tahun lalu. Setelah tahu kalau skors justru semakin memanjakan bocah itu, Kyun Gi bersumpah tak akan pernah memberikan hukuman skors pada semua murid nakal di sekolahnya.

"Jadi dia bolos selama seminggu ini?" Kyun Gi melanjutkan pembicaraan. Dan pertanyaannya hanya mendapat helaan nafas kasar dari Se Jin.

"Anak itu benar-benar membuatku pusing. Tidak bisakah kau melakukan sesuatu padanya? Kau bisa memberinya surat pelanggaran tata tertib sekolah atau mengumpulkan catatan kenakalannya agar ia bisa dikeluarkan. Jujur saja, dari segi nilaipun aku sudah kehabisan cara untuk membantu anak itu."

Ya, ya, Kyun Gi sangat paham dengan keluhan sang wali kelas ini karena ia memang selalu mendengar keluhan itu hampir setiap hari. Tapi, Kyun Gi sendiri sudah kehabisan cara untuk mengatasi Jimmy, dan mengeluarkan anak muda itupun bukan suatu keputusan baik. "Anak itu sudah di tahun terakhir. Kita tak bisa mengeluarkannya begitu saja karena itu akan semakin menyulitkannya untuk menghadapi ujian. Terlebih kalau ia masuk sekolah yang baru dengan sifat nakalnya itu. Sekolah kitalah yang akan disalahkan. Nama baik kita sebagai tenaga pendidik akan hancur di mata sekolah lain," jelas Kyun Gi panjang lebar yang segera mendapat anggukan pelan dari guru yang lebih tua. Dilihat dari segi manapun pendapat Kyun Gi memang benar. Sekaligus menyadarkan keduanya. Kalau mereka akan terjebak bersama masalah Jimmy sampai akhir tahun. Dan satu-satunya yang bisa mereka lakukan hanyalah mengatasi dan meluluskan anak itu dengan baik.

"Kalau begitu lakukanlah sesuatu pada anak itu, Kyun Gi." Ucapan Se Jin membuat Kyun Gi menggaruk kepalanya.

Kyun Gi sedang memikirkannya. Dan cara terakhir yang Kyun Gi punya hanya ..., "mungkin aku harus bicara dengan orang tuanya."

"Kau mau memanggil orang tua Jimmy?" Se Jin ingin tertawa mendengarnya. "Sudah puluhan kali kita mengirim surat undangan dan tak ada satupun yang mereka penuhi. Hanya keajaiban yang akan membuat orang tua Jimmy datang."

Kyun Gi menggeleng santai. Sekali lagi, Kyun Gi tahu orang tua Jimmy tak akan pernah datang jika diberi surat panggilan. Karena itulah ia punya rencana lain sekarang. "Bukan mereka yang ku minta datang ke sini. Tapi aku yang akan datang ke rumah Park itu," singkat Kyun Gi, menempuk bahu Se Jin sesaat. "Ya sudah, aku duluan.” Kyun Gi lalu berjalan lebih cepat mendahului guru yang lebih tua.

***

Sudah satu jam lebih ia berdiri di depan rumah besar berpagar tinggi bertuliskan PARK JOON WOO di salah satu pilarnya.
Rumah siapa lagi. Jeremy Park. Murid nakal yang merepotkan itu. Kyun Gi sudah berencana untuk melaporkan semua kenakalan putra mereka, ia bahkan sudah membawa semua catatan pelanggaran Jimmy di sekolah.

Sayangnya kenyataan berkata lain. Penghuni rumah besar itu tak pernah keluar bahkan jika Kyun Gi memencet bel seratus kali. Mau tak mau Kyun Gi harus berdiri di tengah udara dingin seperti orang bodoh. Ia mengigil dan sangat ingin pulang, namun ia benar-benar harus bertemu dengan para orang tua itu.

Hingga langit perlahan berubah gelap, Kyun Gi tak beranjak di tempatnya. Sedikit bagian dari hatinya yang membenarkan ucapan Jimmy. Sepertinya orang tua anak itu adalah tipe orang tua yang kurang memperhatikan anaknya. Buktinya, Kyun Gi menoleh pada rumah besar di belakangnya. meneliti tampilan bangunan itu dari sela pagar besi. Rumah Jimmy terlihat suram, meski megah dan besar namun suasananya seakan mati. Benar-benar seperti rumah yang sudah tak dihuni lama. Dan itu cukup menjelaskan pada Kyun Gi kalau orang tua Jimmy mungkin saja sangat jarang pulang ke rumah. Sibuk dengan pekerjaan yang entah apa hingga tak perduli dengan apa yang dilakukan putranya. Pantas saja mereka tak pernah datang setiap kali sekolah mengirim surat panggilan.

Sesaat Kyun Gi melamun, menimbang-nimbang untuk pulang atau tetap menunggu. Jika melihat kenyataan bahwa ia sudah berdiri satu jam di tempat itu tanpa hasil, sepertinya Kyun Gi tak punya pilihan lain selain menyerah.
Kyun Gi mengangkat bahu sebelum meraih kunci mobilnya dari saku rok lalu menghampiri mobil merah usang kesayangannya.

***

Hari yang melelahkan, dan Kyun Gi sangat merindukan ranjang empuknya. Namun fakta bahwa Kyun Gi kehabisan stok bahan makanan di rumah memaksa gadis pirang itu untuk berhenti di supermarket kecil di pinggiran kota yang kebetulan ia lewati.
Hanya dalam beberapa menit keranjang Kyun Gi sudah penuh dengan bahan makanan. Ia bergerak cepat, mengambil apa saja tanpa berpikir dan melesat menuju kasir. Kyun Gi hanya ingin segera pulang.
Secepatnya urusannya dengan supermarket selesai, Kyun Gi segera keluar dan menuju mobilnya yang kebetulan terparkir agak jauh karena lalu lintas yang padat. Kyun Gi mengambil langkah cepat, bergerak lincah di depan pertokoan yang lumayan sunyi sebelum telinganya menangkap sesuatu yang membuat langkahnya berhenti.

"Akhh!!!"

      Prang!

Kyun Gi menoleh ke sebelah kanannya. Pada sebuah lorong pertokoan sunyi nan gelap. Tempat sumber suara yang ia dengar.

"Jadi tikus ini yang berani mengacau ke sekolah Se Won!"

"Payah sekali, bukan? Bahkan tikus saja bisa mengacaukan kalia- akhh!!!"

Keningnya Kyun Gi bertahut serius. Ia seperti mengenal suara itu.

"Tutup saja mulutmu! Kau akan membayar semua kekacauan yang telah kau buat!" Setelah kalimat itu, terdengar lagi suara pekikan kesakitan yang sama. Dan Kyun Gi semakin yakin kalau suara itu adalah milik seseorang yang ia kenal.

Meski ragu, Kyun Gi memaksa dirinya untuk memasuki lorong. Ketakutan yang mulai menjalar membuat jemarinya relfeks memeras kantong belanjaannya. Ia memang guru bimbingan konseling, guru kontrak pula, tapi bidangnya hanyalah di dalam lingkungan sekolah. Kyun Gi tak pernah dididik untuk situasi yang memerlukan kemampuan fisik semacam ini.

Semakin Kyun Gi masuk, semakin ia mendengar jelas suara-suara aneh.

Bukk!

"Akh!"

"Ini balasan untuk orang sombong yang berani mengaggu urusan kami."

Bukk!

"Eghhh!"

"Kau tak akan selamat jika sudah di tanganku, Park!"

Park?

Kyun Gi membeku mendengar marga itu. Marga yang menyegarkan ingatan Kyun Gi tentang suara yang kenal itu. Mungkinkah itu Jeremy Park. Muridnya.

Kantong belanjaan Kyun Gi sudah terlempar entah ke mana. Tanpa berpikir Kyun Gi melesat lebih jauh ke dalam lorong. Hanya untuk dibuat membeku di tempat. Setelah satu belokan Kyun Gi disajikan permandangan menakutkan.

Ada tiga orang dewasa bertubuh besar. Beberapa tato terlihat menyembul di balik lengan pendek kaos yang mereka pakai. Dua laki-laki besar tengah memegang seorang anak muda yang sedang dipukuli oleh satu laki-laki besar lainnya. Anak laki-laki bersurai hitam berantakan dengan pipi yang kini memerah dan dialiri darah dari bibirnya yang robek. Anak laki-laki yang Kyun Gi kenal sebagai muridnya yang menyebalkan.

"Jimmy." Keadaan yang mencekam membuat suara Kyun Gi melirih dengan sendirinya. Tak satupun dari mereka menyadari keberadaan Kyun Gi. Itu memberi kesempatan untuk Kyun Gi memikirkan apa yang harus ia lakukan.

Tubuh Kyun Gi bergetar dan matanya berkeliaran ke sana ke mari. Mencari apa saja yang mungkin bisa menolong Jimmy. Hingga matanya tertumpu pada bongkahan kursi kayu bekas yang bertumpuk di sudut lorong tak jauh dari tempatnya.

Mengenyampingkan fakta kalau sebenarnya kini Kyun Gi sangat ketakutan, ibu guru muda itu mengambil kayu yang paling besar sebelum melesat menuju tempat Jimmy dipukuli.

"Berhenti kalian semua!" Teriakan Kyun Gi memenuhi semua sudut lorong. Memancing semua mata untuk menoleh pada Kyun Gi termasuk Jimmy. Mata Jimmy melebar terkejut. Ah, sial! Apa yang dilakukan gurunya yang menyebalkan ini di sini? Mau jadi sok pahlawan? Kedatangannya justru akan mempersulit Jimmy. Para preman ini mungkin akan memukuli gurunya juga.

"Pergi! Jangan ke sini!" teriak Jimmy mencoba berontak dari cengkraman dua laki-laki besar yang menahannya. Kyun Gi memilih tak mendengarkan Jimmy dan berlari ke arah mereka dengan balok kayu besar di tangannya yang sudah melayang menuju tiga laki-laki itu.

Semua terjadi begitu cepat. Tangan Kyun Gi yang sebenarnya bergetar hebat memukulkan balok kayunya membabi buta pada apa saja yang mendekatinya. Hingga dalam beberapa detik saja Kyun Gi sudah menemukan tiga orang yang menyerangnya terkapar pingsan di tanah.

"A_aku tak membunuh mereka kan?" lirih Kyun Gi terbata. Tenaga Kyun Gi habis dan tubuhnya masih bergetar. Balok kayu besar yang jadi sejatanya terlepas ke tanah dengan Kyun Gi sendiri yang memaksa kaki lemahnya berlari menuju Jimmy yang tengah berusaha bangun.

"Dasar anak bodoh, kenapa bisa begini!" Setelah apa yang terjadi, melihat Jimmy hampir mati dipukuli membuat Kyun Gi tak tahan untuk tak mengomel.

Hanya nafas tajam dan batuk kecil yang menjawab omelan Kyun Gi. Jimmy sibuk memegangi perutnya yang luar biasa sakit sambil terus mencoba berdiri. Satu tangannya ditarik Kyun Gi untuk digantungkan ke bahunya sendiri, gestur yang tak membantu banyak sebenarnya, mengingat tubuh Jimmy yang lebih tinggi dan lebih besar itu, usaha Kyun Gi mengangkat Jimmy sedikit sia-sia.

Perlahan Jimmy berhasil menyeimbangkan tubuhnya hingga ia bisa menarik tangannya dari Kyun Gi. "Terimakasih. Tapi aku tak perlu bantuanmu." Ucapan Jimmy mendadak mendidihkan kepala Kyun Gi.

Pletak!

Anak ini benar-benar minta dipukuli. Jimmy masih sempat jual mahal setelah dengan jelas ia baru saja menolongnya. "Dasar bocah tengik. Sudah sekarat begini kau masih sok tak butuh bantuanku." Kyun Gi tak akan bersikap lembut lagi. Ia mencengkram belakang seragam Jimmy. "Ayo pulang!" Menjinjing siswa laki-laki itu seperti kucing untuk pergi dari sana sambil mengeluarkan ponselnya untuk menelepon.

"Kau ingat baik-baik wajah mereka, Jimmy," ucap Kyun Gi tanpa memperhatikan lawan bicaranya yang hanya pasrah ditarik. Ia fokus mengetik sesuatu pada ponselnya sebelum meletakannya di telinga.

"Halo! Kantor polisi. Kami baru saja dianiya_, heh! Apa yang kau lakukan, kembalikan ponselku!"

Pip.

Sebelum Kyun Gi sempat menjelaskan semuanya. Sambungannya sudah mati di tangan Jimmy. Mudah saja Jimmy  melawan tarikan Kyun Gi dan merebut ponsel dari telinga sang guru saat ia sedang bicara.

"Kau gila? Kenapa menelepon polisi?"

"Kembalikan ponselku!" Semakin Kyun Gi mencoba menggapai ponselnya, semakin Jimmy menjauhkan ponsel itu dari jangkauan Kyun Gi. Sayangnya tubuh tinggi Jimmy membuat usaha Kyun Gi menggapai ponselnya jelas mustahil.

"Tidak akan ku kembalikan jika untuk menghubungi polisi lagi."

"Kenapa aku tak boleh! Mereka harus ditangkap setelah apa yang mereka lakukan padamu. Sekarang kembalikan ponselnya!" Tak ada jawaban, Jimmy semakin mencengkram ponsel Kyun Gi dengan dengusan yang ia buang kasar.

"Jeremy Park, kembalika_"

"KAU TIDAK MENGERTI!" Jantung Kyun Gi hampir keluar dan ia membeku di tempat dengan apa yang ia lihat di depannya. Mata Jimmy menatap lurus pada Kyun Gi, sangat tajam hingga sang guru dibuat menegang seketika. "ini tak sesederhana yang kau kira." ucap Jimmy lagi. Suaranya melemah, namun tatapan tajamnya tak berkurang sedikitpun. "Kau mungkin bisa mengirim mereka semua ke polisi, tapi karena itu akan ada lebih banyak orang di luar sana yang menghajarku."

Sayangnya penjelasan Jimmy tak bisa Kyun Gi cerna, otaknya hanya terpusat pada apa yang baru saja Jimmy lakukan, dia membentak, anak ini bahkan bicara tanpa sopan santun seakan mereka seumuran. "Apa ... kau tadi baru saja meneriakiku?" kalimat Kyun Gi membuat Jimmy muak. Ia meraih satu tangan Kyun Gi, mengembalikan ponsel sang guru sebelum membuang muka. Jimmy mendesis kasar dan mengacak surai belakang kepalanya sambil memilih berlalu.

"Percuma saja bicara padanya," gerutu Jimmy pelan yang ternyata bisa didengar jelas oleh si objek gerutuan.

"Kau bilang apa!" Jimmy pura-pura tak mendengar. "Kemari kau! Berani sekali meneriakiku. Aku ini gurumu!"

"Kita sedang tidak di sekolah, jadi tidak ada guru dan murid di sini," sahutnya asal tanpa menoleh pada lawan bicaranya yang kini sudah mengeluarkan api di matanya.

"Jeremy Park, setidaknya hormati orang yang lebih tua darimu!"

"Kau hanya empat tahun lebih tua dariku. Secara teknis kita seumuran." Sekali lagi Jimmy menjawab dengan gampangnya. Tak perduli, atau lebih tepatnya tak ingin perduli dengan reaksi sang guru yang kini sudah mendidih di tempat karena kalimat kurang ajarnya itu. Jimmy menulikan telinganya dan terus melangkah tanpa menoleh. Memaksa Kyun Gi untuk berlari agar langkahnya bisa mengimbangi Jimmy.

Hanya dalam hitungan detik, Jimmy mendapati langkahnya tertahan oleh tarikan keras di kerah belakang pakainnya, lagi.

"Mau ke mana kau!" Dengan kekesalan yang memuncak, membuat Kyun Gi punya tenaga yang lebih dari cukup untuk kembali menyeret si anak muda. "Di rumahmu tak ada siapapun, aku juga tak yakin kau benar-benar akan pulang ke rumah."

"Ba-bagaimana kau tahu di rumahku tak ada siapapun?" Kyun Gi hanya berdesis sebelum memilih untuk tak menghiraukan protes Jimmy dan membawa anak nakal itu pergi dari tempat itu.

"Ikut aku!"

"Aww!!! Guru Song, kau tak perlu menyeretku seperti ini. Aku bisa jalan sendiri!"

"Kalau tidak begini kau pasti akan kabur." Tak perduli Jimmy yang berontak untuk lepas, Kyun Gi menarik keras pakaian anak itu hingga ke mobilnya. Melempar Jimmy masuk sebelum ia melesat ke kursi kemudi dan melarikan mobilnya pergi dari sana.

***

"Di mana ini? Biarkan aku pergi!" Keluh Jimmy untuk yang ke sekian kali selama di perjalanan. Mereka berhenti di depan sebuah rumah kecil dengan pagar tinggi yang terlihat asri.

"Ini rumahku," sahut yang lebih tua datar sebelum turun dari mobilnya. Berbeda dari Jimmy yang terlihat kesulitan untuk turun. "Pintunya hanya bisa terbuka dari luar." Kyun Gi sudah ada di sisi lain mobil dan membuka pintu untuk Jimmy. Menyaksikan wajah jengah anak muda itu memutar matanya.

"Bagaimana bisa anda bertahan dengan rongsokan ini," komentar Jimmy tajam. Beruntung Kyun Gi tak terlalu perduli dengan kalimat lancang sang murid. Perhatian guru muda sedang tersedot oleh seseorang yang tengah berdiri di depan pagar rumahnya.

"Hwan Joon?" Lirih Kyun Gi tiba-tiba. Mendengar itu, Jimmy mengikuti arah fokus Kyun Gi yang menatap laki-laki tinggi berparas tegas yang dipanggil sang guru dengan nama Hwan Joon. Laki-laki yang kini juga menatap ke arah mereka.

"Kau tunggu di sini. Jangan coba-coba kabur!" Setelahnya Kyun Gi berlari kecil menuju Hwan Joon dengan Jimmy yang menonton keduanya dari jauh.

Entah siapa laki-laki itu dan apa yang sedang mereka bicarakan. Namun sang guru yang ia tahu galak, sangat keras dan tegas kini berubah seketika menjadi gadis lemah di depan si Hwan Joon itu. Di tempatnya Jimmy melihat Kyun Gi berkali-kali menepis tangan Hwan Joon yang mencoba menyentuh sang guru. Hingga akhirinya Hwan Joon jengah dan dengan sekali sentak Hwan Joon mencengkram kedua bahu Kyun Gi, mendorong Kyun Gi pada tembok pagar di belakang gadis itu dan bicara dengan sangat dekat pada sang guru.

Sesekali Kyun Gi menoleh pada Jimmy dengan sorot mata tak nyaman. Meski Jimmy tak tahu pasti apa yang mereka bicarakan. Namun Jimmy bisa melihat dengan jelas laki-laki bernama Hwan Joon itu seperti sedang memaksa sesuatu pada Kyun Gi. Parahnya, sang guru yang biasanya hebat dalam membentaknya itu kini justru hanya terdiam dan berusaha menghindari tatapan laki-laki yang menahannya.

Kening Jimmy mengerut heran. Ke mana Guru Song yang selalu galak padanya? Jimmy mulai muak menonton adegan ini. "Hei! Sampai kapan kau menyuruhku berdiri di sini.!" Teriakan Jimmy mengganggu keduanya. Membuyarkan fokus Hwan Joon hingga dengan mudah Kyun Gi menepis kedua tangan Hwan Joon dari bahunya dan memisahkan diri mereka.

Sesaat Kyun Gi bicara pada Hwan Joon sebelum menjauhi laki-laki itu untuk kembali pada Jimmy dan lagi-lagi menyeret si anak muda untuk masuk ke rumahnya.

"Kyun Gi, aku belum selesai. Kau harus mendengar penjelasanku dulu." Itulah yang Jimmy dengar saat melewati Hwan Joon. Ucapan laki-laki itu seperti angin lalu untuk Kyun Gi, sang guru hanya melangkah lurus menuju pintunya lalu mengunci pintu pagarnya setelah memastikan ia dan Jimmy sudah di dalam.

"Masuklah," ucap Kyun Gi datar.

Jimmy tak punya pilihan lain selain menurut pada sang guru yang sangat mengganggu ini. Ia mengusak rambut gondrong setelinganya jengah sambil dengan terpaksa masuk ke dalam rumah sang guru.

Hal pertama yang Jimmy lihat adalah rumah yang bersih dan terawat. Tak terlalu banyak perabotan, namun justru itu yang membuat rumah ini terkesan rapi dan sangat nyaman. Akan tetapi bukan itu yang menjadi fokus perhatian Jimmy sekarang, ia lebih suka menatap wajah sang guru yang sibuk menghindari tatapan Jimmy. Satu sudut bibirnya naik, Jimmy tahu benar Kyun Gi sedang sangat tak nyaman atas kejadian yang baru saja sang guru pertontonkan padanya saat di depan pagar tadi. Dan itu justru membuat Jimmy semakin ingin tahu. "Tadi itu siapa?"

"Bukan urusanmu." Sekali lagi Kyun Gi mengeluarkan suara datar. Ia menunjuk sofa putih di samping jendela dan menatap Jimmy sesaat. "Duduklah di sana. Aku akan mengambilkan kotak obatku dulu," ucap Kyun Gi lalu berbalik menuju dapur, namun sebelum itu ia menyempatkan diri untuk menatap Jimmy lagi dan memberi pelototan tajam untuk sang murid yang masih saja berdiri dengan mata yang berkeliaran ke sana-kemari. "Jangan membantah! Cepat duduk saja dan berhenti melihat seluruh sudut rumahku!" gertak Kyun Gi sebelum benar-benar pergi.

"Haisshh! Dia kembali galak. Cepat sekali berubahnya."

Dengan asal Jimmy melempar tubuhnya ke atas sofa. Sedikit meringis karena gerakan melompatnya berefek pada bekas pukulan orang-orang tadi di perutnya. Jika Jimmy membuka pakaiannya, mungkin ia akan melihat banyak sekali luka kebiruan di dada dan perutnya. Dan Jimmy tak tertarik untuk melihat itu. Ia lebih tertarik untuk mengamati sang guru di dapurnya.

Guru bersurai pirang itu membuka mantelnya, membuat tubuh kecil yang hanya di lapisi atasan rajut putih lengan panjang dan rok jeans selutut itu menampakan postur tubuh Kyun Gi dengan jelas. Tubuh yang ternyata ramping dan kecil. Di saat seperti ini Kyun Gi tak terlihat seperti seorang guru kolot yang menyebalkan. Menurut Jimmy, guru pirang itu terlihat jauh lebih muda dan... sedikit... manis.

"Kau melihat apa!" Bentakan menyebalkan dari arah dapur itu membuat Jimmy seketika menyesal telah pernah berpikir bahwa sang guru terlihat manis. Nyatanya monster tetaplah monster, jika sedang memarahinya Kyun Gi tak ubahnya seperti hewan buas. Kasar dan mengerikan.

"Kalau kau membawaku ke sini hanya untuk duduk di sofa, lebih baik biarkan aku pergi."

"Jangan berani bergerak dari tempatmu, Park." Ancaman itu mau tak mau membuat Jimmy yang tadinya sudah berencana kabur harus rela kembali ke sofa. "Duduklah di sana dengan tenang." Saat mengatakan itu Kyun Gi sudah melangkah menuju Jimmy dengan tangan yang penuh dengan mangkuk air es, handuk kecil dan kotak peralatan obatnya.

"Pegang ini." Perintahnya dan memberikan mangkuk berisi air dan beberapa balok es pada Jimmy dengan ia sendiri yang menempatkan diri di depan Jimmy lalu mencelupkan handuk kecilnya ke dalam mangkuk sebelum meraih wajah Jimmy dengan satu tangannya yang bebas.

"Aw! Yak! Guru Song, hati-hati dengan tanganmu. Ini sakit," protes Jimmy saat Kyun Gi meraih wajah Jimmy tanpa kelembutan sama sekali. Bukannya kasihan, Kyun Gi justru melayangkan pukulan kecil ke puncak kepala anak muda di depannya.

"Sekarang kau merengek seperti bayi. Ke mana wajah sombongmu yang kau perlihatkan pada berandalan tadi?"

"A_Aw!!" Tanpa perduli pekikan tertahan Jimmy, Kyun Gi mendekatkan wajah mereka agar ia bisa lebih jelas melihat setiap memar di wajah tampan Jimmy dan mengompresnya dengan handuk dingin yang ia bawa.

Kyun Gi sibuk membersihkan luka di wajah Jimmy saat laki-laki muda itu justru mematung dengan apa yang ia lihat di depan wajahnya. Katakan saja ia mungkin sedang gila. Tapi entah kenapa menatap sang guru sedekat ini membuat wajah berkulit pucat dengan kelopak tipis dan lekukan bibir indah itu terlihat lebih manis. Jimmy terpaku hingga lupa berkedip dan tak lagi sadar dengan rasa sakit di wajahnya.

"Sebenarnya siapa mereka?" Suara Kyun Gi seakan membunuh segala imajinasi Jimmy. Ia tersentak bersamaan dengan Kyun Gi yang sekali lagi menekan lukanya terlalu keras.

"Aww!" Hanya rengekan cengeng itu yang Kyun Gi dapat atas pertanyaannya. Kyun Gi berdecih dan memilih berhenti mengompres wajah Jimmy.

"Apa masalahmu dengan mereka?" Tanya Kyun Gi lagi mencoba mengorek informasi. Matanya tak menatap Jimmy, ia sibuk mencari sesuatu di kotak obat-obatannya. Membuat Kyun Gi tak menangkap tatapan jengah sang murid yang tertuju padanya.

Seperti sudah kebiasaan, Jimmy mengusak surai belakang kepalanya, membuang muka dan menoleh pada jendela yang menampilkan pekarangan rumah kecil itu. Dan Jimmy mendadak ingat sesuatu. "Siapa laki-laki tadi?" Jimmy tak tertarik untuk menjawab pertanyaan Kyun Gi, akan lebih menyenangkan jika melihat reaksi guru pirang ini saat ia mengungkit tentang laki-laki di depan pagar tadi.

Dan Jimmy benar, mata kecil Kyun Gi yang melebar dan wajahnya yang menegang, sungguh lucu untuk Jimmy. "Lupakan saja. Itu bukan urusanmu." Datar Kyun Gi sarkastik. Menciptakan seringaian jahil di wajah anak muda tampan di depannya.

"Lalu kau juga bisa melupakan urusanku." Tanpa menunggu jawaban Kyun Gi. Jimmy bergerak cepat dari sofa dan berbalik menuju pintu keluar. Hanya untuk mendapat cengkraman kuat di lengannya.

Karena efek dari pukulan yang Jimmy terima membuat Jimmy tak bisa banyak melawan saat Kyun Gi menarik lengannya dan memutar tubuhnya. Memaksa Jimmy untuk berhadapan dengan sepasang manik coklat Kyun Gi yang mengintimidasi, dipaksa agar terlihat menyeramkan namun ada sesuatu yang bisa Jimmy lihat tersirat di dalamnya. Sebuah kekhawatiran. Sesuatu yang ia bahkan lupa kapan terakhir kali orang lain menatapnya dengan cara seperti itu. "Karena kau adalah muridku, menjagamu menjadi bagian dari tugasku. Dan karena aku terlanjur tahu kalau kau sedang dalam bahaya, aku tak bisa pura-pura diam dan tak memperdulikannya." Setiap kalimat itu keluar dari mulut Kyun Gi dengan tegas, membuat Jimmy terdiam di tempat dan itu memberi kesempatan Kyun Gi untuk menoleh pada sesuatu yang sejak tadi tersimpan di genggamannya. Sebuah plester luka. Kyun Gi membuka plester lucu bergambar doraemon itu sebelum meraih wajah Jimmy untuk lebih dekat padanya dan perlahan menempelkan itu di sudut kiri bibir Jimmy yang robek.

Tak ada reaksi dari Jimmy. Otaknya sibuk mencerna setiap kalimat Kyun Gi hingga murid tampan itu hanya membeku di tempat saat Kyun Gi sibuk menutup lukanya. "Dengar Jimmy," ucap Kyun Gi lagi "Kalau kau mau terbuka dengan masalahmu, aku akan melindungimu sekuat yang kubisa. Tapi sebagai gantinya, berusahalah menjadi anak baik di sekolah dan lulus dengan nilai bagus. Ini perjanjian antara kau dan aku. Sebagai. Teman. Seumuran. Bukan sebagai guru dan murid lagi. Bagaimana?"

Untuk beberapa detik rumah kecil itu ditelan keheningan. Jimmy manatap dalam pada sosok manis di depannya. Memikirkan setiap tawaran yang ia dengar sebelum ... menarik satu sudut bibirnya untuk melemparkan senyum sinis pada Kyun Gi. "Kau mau melindungiku?" Kyun Gi mengangguk cepat. Membuat anak muda di depannya segera berdecih. "Apa yang membuat mu percaya diri menawarkan perjanjian konyol itu saat kau sendiri jauh lebih lemah dariku. Maksudku, lihat ukuranmu." Jimmy memindai badan kecil di depannya lalu memutar mata. Apa ibu guru ini tak sadar diri.

"Kau! Kalau kau bukan muridku mungkin akan kubiarkan mereka menghabisimu!" Tanpa perduli wajah Kyun Gi yang memerah panas karena murka pada kalimat sinisnya, Jimmy berbalik dan menuju pintu keluar.

Namun sebelum itu ia menoleh pada Kyun Gi lagi. "Jangan terlalu serius, ini hanya urusan biasa antara anak sekolah, mereka akan pergi dengan sendirinya," ucap Jimmy terakhir kali sebelum meraih knop pintu dan bermaksud keluar. Namun kakinya tertahan oleh sosok gadis manis yang berdiri di balik pintu. Jimmy terkejut. Gadis itu juga terkejut, begitu juga Kyun Gi.

"Tae Yoon? Apa yang kau lakukan di sini." Sangat mengejutkan melihat teman sekelasnya yang pada dasarnya juga agak berandal sepertinya berkunjung ke rumah guru.

"Seharusnya itu yang ku tanyakan padamu. Apa yang kau lakukan di rumahku, huh?" Kalimat Tae Yoon hampir membuat guru pirang di belakang Jimmy pingsan.

"Rumahmu?" Kening Jimmy berkerut curiga dan ia menoleh pada Kyun Gi yang cepat-cepat membuang muka menghindari tatapan Jimmy. "Kalian tinggal serumah?"

Tae Yoon ikut menatap tajam pada Kyun Gi dan berdecak kesal. “Kak! Kenapa kau membawa berandal ini ke rumah kita. Aish! seluruh sekolah akan tahu kita bersaudara. Menyebalkan!" Memikirkan usahanya menyimpan hubungan persaudaraannya dengan sang guru selama tiga tahun terakhir akan gagal total hanya karena kecerobohan sang kakak yang membawa Jimmy ke rumah mereka membuat perasaan hati Tae Yoon benar-benar buruk.

"Jadi ini sebabnya kenapa Guru Song selalu bisa menangkapku. Karena kalian bersaudara dan kau mungkin mengadukanku padanya, iya, kan?"

"Aku tidak punya waktu mengurusi berandalan sepertimu, Minggir kau!" Tae Yoon tak tertarik untuk berurusan dengan makhluk bernama Jeremy Park ini. Tubuh Jimmy ia dorong kasar ke samping agar ia bisa melewati pintu dan masuk ke rumahnya.

"Kau menyebalkan!” Bentak Tae Yoon saat berlalu di depan Kyun Gi sebelum melangkah ke kamarnya. Nafas berat lolos dari mulut Kyun Gi dan sesaat ia menoleh pada Jimmy yang segera mengalihkan tatapannya dari Kyun Gi. "Sangat melelahkan menghadapi kalian," komentar Kyun Gi lirih.

Di depannya Jimmy membuang muka dan mengusak surai hitamnya canggung. Tak tahu apa yang harus ia katakan, Jimmy memilih menjauh dari hadapan Kyun Gi dan melangkah cepat keluar.

“Jimmy! Jangan kelayapan! Pulanglah ke rumah! Kau juga harus sekolah besok! Aku akan memburumu sampai dapat kalau kau bolos lagi!" Teriakan Kyun Gi perlahan menghilang ditelan udara sunyi malam.

Setelah berhasil lolos dari rumah sang guru, Jimmy meraba perutnya yang sejak tadi terasa sangat nyeri sebelum mengangkat bahu tak perduli dan menyimpan tangannya di saku celana sambil berjalan santai. Satu sudut bibirnya tersungging mengingat perintah sang guru untuk pulang ke rumah. Menuruti apa yang orang lain inginkan bukanlah gayanya.

Let Me be Your ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang