3. A Fact

187 42 10
                                    

Kepala Mika mulai terasa pening, saat mobil Raka memasuki sebuah gedung bertingkat yang tak pernah diketahuinya. Gedung asing yang entah berada di bagian sudut mana di ibu kota. Mika tercengang. Ia melihat tembok yang tiba-tiba terbelah menjadi dua. Memberi jalan kepada mobil Raka untuk masuk.

"Ini di mana, Bang?" tanya Mika bingung.

"Nanti juga Mika tahu. Sabar, ya," ujar Raka santai.

Mika hanya terdiam. Sedikit pening mulai dirasakanya. Mobil Raka terus menanjak dan memutar hingga ke tempat parkir. Mika sempat berpikir, entah berada di lantai berapa saat ini.

Raka mengajak Mika untuk masuk, sesaat setelah kartu tanda pengenalnya berhasil membuka pintu kaca hitam. Ia membawa Mika ke suatu tempat melewati sebuah lobi seperti dalam hotel. Ada beberapa resepsionis dan security yang berjaga. Mereka hanya menunduk untuk menyapa tanpa senyum dan salam.

"Alyandra Rakabuming Bagaskara. Access granted."

Suara tersebut terdengar setelah Raka menggesek ID card-nya dan memberi fingerprint di pintu masuk sebuah ruangan. Pintu itu pun otomatis terbuka. Lagi, Mika dibuat tercengang dengan semua hal yang dilihatnya saat ini. Ia seperti sedang menonton film action tentang agen rahasia dan sejenisnya.

"Selamat pagi, Pak. Ini calon istri Agent Rei," kata Raka yang membuat Mika semakin terkejut.

Lelaki paruh baya itu mengangguk, "Selamat pagi, Agent A (read: in English). Terima kasih."

"Abang tunggu di luar," ucap Raka sebelum melangkah pergi.

"Silakan duduk." Lelaki itu mempersilakan Mika untuk duduk.

Mika hanya terdiam. Memandang lelaki itu dengan saksama. Raut wajah tegas tanpa senyum, berpakaian rapi, bertubuh tinggi dan kekar meski berbalut jas dan kemeja hitam. Wajah tampannya seakan musnah oleh aura kuat bak seorang mafia.

"Sebelum Anda bertemu dengan Agent Rei, silakan dibaca baik-baik dan tanda tangani surat ini," terang lelaki itu.

Jantung Mika serasa berhenti berdegup kala menerima sebuah map berlogo BIN, Badan Inteligen Negara. Nama lengkap Reihan pun tertulis di sana.

"BIN?" satu kata yang terlontar dari mulut Mika sebelum membuka map tersebut.

Lelaki itu mengangguk, "Anda adalah orang yang dipercaya Agent Rei untuk bisa masuk ke sini. For your eyes only, karena kerahasiaan adalah napas inteligen."

"Silakan dibaca, dipahami dan ditandatangani. Setelah itu, Anda bisa bertemu dengan Agent Rei," tegas lelaki paruh baya tersebut.

Mika mengeja kop surat tersebut sebelum membaca isinya. Ia membaca isi surat itu dengan hati-hati. Menyimpan kata per kata di dalam otak, agar bisa diingat dan dicerna nantinya.

Helaan napas berat Mika berembus setelah menandatangani surat perjanjian itu. Ia mengembalikan map tersebut kepada lelaki paruh baya itu tanpa bertanya apapun.

Lelaki itu menyodorkan sebuah kalung ID Card yang mirip seperti milik Raka, "Silakan. Anda boleh bertemu dengan Agent Rei sekarang."

"Terima kasih," ujar Mika sesudah menerima ID Card miliknya.

Mika segera keluar dari ruangan. Ia melihat Raka sedang berdiri menunggunya. Raka pun langsung memberitahu Mika di mana keberadaan Reihan.

"Jadi, Bang Raka dan Bang Reihan itu...," ungkap Mika yang langsung dipotong oleh Raka.

"Reihan sudah menunggu di dalam. Nanti kita bicarakan lagi. Mika masuk ke sana, jalan lurus nanti ada ER. Mika tanya saja di mana Reihan," jelas Raka.

"ER?"

"Emergency Room."

"Reihan sakit?"

"Sudah sana! Nanti Abang menyusul."

Raka mendorong tubuh Mika agar segera pergi. Ia melambaikan tangan sebelum meninggalkan Mika sendiri. Membuat Mika semakin kebingungan.

♡♡♡

Mika berganti pakaian khusus yang sudah steril sebelum ke ruang perawatan Reihan. Dengan mengenakan pakaian steril, Mika akhirnya mengerti bagaimana kondisi Reihan saat ini. Reihan masih berada di ruang ICU setelah menjalani tindakan operasi pengangkatan peluru. Luka tembak yang cukup parah membuat kondisi Reihan kritis.

Selesai berganti pakaian steril, Mika mengikuti perawat yang akan mengantarkannya ke ruang perawatan Reihan. Ia merasa lemas ketika berjalan melewati ruangan-ruangan berdinding kaca dengan peralatan medis lengkap di dalamnya. Ada beberapa ruangan yang sudah terisi oleh pasien, sebagian lagi terlihat kosong.

"Silakan, Ibu," kata perawat saat tiba di depan pintu ruang perawatan Reihan.

Mika mengangguk. Kedua matanya mulai merebak, melihat Reihan terbaring tak berdaya dari balik dinding kaca. Dengan tangan sedikit gemetar, Mika membuka pintu. Kedatangannya disambut oleh bunyi suara peralatan penunjang kehidupan yang terdengar begitu memilukan.

Perlahan Mika melangkahkan kakinya mendekati Reihan. Air matanya tak terbendung lagi untuk menetes. Melihat Reihan terbaring lemah dengan berbagai macam peralatan yang melekat di tubuh.

"Maaf."

Satu kata yang mampu terucap di bibir Mika. Digenggamnya tangan Reihan dengan erat. Kemudian nenciumnya sambil menangis.

"Maafkan, Mika."

Mika menangis tersedu-sedu. Karena tak mendapat respon apa pun dari Reihan.

"Abang bisa dengar Mika, kan? Abang harus bangun. Abang nggak boleh tinggalin Mika. Abang udah janji sama Mika," ucap Mika yang sangat ingin melihat Reihan tersadar.

Tbc.
¤¤¤

31March.21

Ada yang mau request second couple dari cerita-ceritaku sebelumnya?

Kalau ada, silakan komen di sini. Barangkali aku bisa bikin cerita mereka di sini. Khusus second couple, ya.

Terima kasih yang masih setia menunggu di sini. See you soon. 💙

YouniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang