Hari demi hari berganti. Hari berganti menjadi minggu, minggu berganti menjadi bulan, bulan berganti menjadi tahun. Tapi yang tidak berbubah adalah kursi kosong yang tersedia di hati Ana, kursi itu masih kosong dan seakan tidak ada yang berani menginsinya.
Meski sudah dua tahun berlalu, perasaan Ana masih sama terhadap cowok itu. Rasa sesal, marah dan kecewa masih tak terbalaskan.
"Happy birthday Anaa. Yuhuuu... ayo makan!" Teriak Jasmine menyambut Ana di area parkir kampus.
Juned menyingkirkan Adit kesamping agar jalannya tidak terhalangi untuk menuju Ana. "Tenang, bep kuh. Bang Juned akan selalu menemani dimana dan kapanpun bebep Ana mau. Mau liburan ke Maldevies atau ke Paris, Bang Juned jabanin."
Gisella mendorong pundak Juned hingga cowok itu hampir tersungkur ke aspal. "Sehat? Cewek gak perlu yang mahal, cewek butuhnya kasih sayang dan perhatian. Jangan mimpi punya cewek yang sayang sama lo, kalo lo masih nyari cewek dengan iming iming duit."
Lavina, Kanaya, Jasmine maupun Ana speechles. Mereka terbungkam dengan ucapan Ana. Bukan hanya para cewek yang terdiam, melainkan para cowok yang terkejut dengan apa yang di ucapkan Gisella barusan.
Juned kicep. Dia hanya diam dan memilih untuk mundur dan menyuruh Raihan untuk maju. Juned berdiri di belakang Raihan yang tinggi, Juned tampak seperti anak yang murung karena di bully.
"Girl's and boy's. Mamah gue yang cantik dan bohay ngundang kalian buat makan nanti malam. Oke, untuk sebelumnya terimakasih buat kado. Jangan yang murah ya kasihan nanti takut ngebebanin."
Ana berkata. Langsung, Jasmine dengan kesewotannya menyambar. "Kepedean. Siapa yang mau ngado."
"Fani! Kenapa pulang?" Juned memanggil Fani yang menaiki motornya.
Fani membuka kaca helmnya. "Pulang. Dosennya undur jadwal."
"Anjing! Kalo gini ceritanya gue nyesel mandi. Kasian Mamih gue bayarin uang air buat gue mandi," ujar Juned.
Juned pundung, dia menuju lapangan. "Gue mau basket. Siapa yang mau ikut aja."
Raihan, Adit dan Fuje yang berbeda jurusan memutuskan untuk masuk kelas agar semester akhir mereka sangat berarti sebelum lulus.
"Oi. Cowok. Semangat!! Saranghaeee!!" Teriak Keempat cewek semangat pada Raihan, Adit dan Fuje. Lavina diam, dia malu.
"JUNED!! TUNGGU!" Kompak para cewek berlari mengejar Juned.
***
"Teh. Hadiah buat Teteh." Gerlad menyodorkan Ana sebuah lipstick merk mahal yang di bungkus plastik bening.
Ana menerimanya dengan menahan tawa. "Beli dimana?"
"Komplek depan. Di pake ya Teh, Gerlad gak jajan selama sebulan tuh."
Ana tersenyum, tangannya mengacak rambut adiknya yang sudah duduk di bangku taman kanak kanak.
Gerlad kesal, dia membenarkan rambutnya. "Teh, ih! Jangan di rusak, nanti Bella dateng. Kalo liat Gerlad jelek nanti dia selingkuh lagi."
Tawa Ana lepas. Shaletta yang berada di sampingnya ikutan tertawa bersama Zayn. "Emangnya Bella pernah selingkuh?"
Gerald mengangguk. "Sama Yovi anak SD pelita jaya," ucap Gerald.
Ana melirik Zayn. "Lo yang ajarin ya?" Tanya Ana.
"Mana ada, ajarin gue paling bener. Ajaran lo yang sesat!" Zayn menyahut.
Ngomong ngomong permasalahan mereka, di antara keduanya memilih saling memaafkan. Karena kesalahan masa lalu tidak sebaiknya di ikut sertakan dalam urusan masa depan.
Ana tidak terima. "Lo sesat! Gak ada tuh orang dewasa yang nyuruh anak sekecil buat ngedipin mata di depan cewek."
"Buat bekel di masa depan. Siapa tau dia dapet yang kayak gini," ujar Zayn melirik Shaletta di depannya.
"Mulutnyaa... pantes Teteh gua diabetes."
Qinata berteriak. Dia berlari dari lantai atas menuju lantai bawah dengan sorakan penuh. "Pengumuman!"
Qinata berdiri. Abraham di suruh duduk terlebih dahulu dengan anak anaknya yang lain. "Ada apa Mah?" Tanya Ana.
"Sebentar," jawab Qinata sumringah. Qinata mengatr napasnya terlebih dahulu.
"Mamah hamil!" Qinata semangat.
Shaletta ikut bahagia bersama Gerald, kedua memeluk Qianata sangat bahagia. Yang beda hanya Ana, dia hanya duduk menatap kosong meja kaca di depannya.
"Kebiasaan," kata Abraham melihat Ana diam.
Abraham menepuk pundak putrinya. "Bahagia dong punya adek baru."
Ana melirik Abraham kecewa. "Pah. Nanti Ana hadiahin Papah kondom ya."
Abraham tersentak. "Ana!"
"Ya salah Papah sih. Kebablasan mulu, tiap malem ritual. Ana gak mau punya adek lagi, si Teteh nanti nikah, masa punya Om atau Tante yang gak jauh beda umurnya."
Shaletta menjawab. "Gue gak akan nikah sekarang Na, gue masih 25 si Zayn masih 26. Perjalanan kita masih jauh, iya kan beb."
Zayn mengangguk. "Mah, Pah. Ana cuman alesan doang. Zayn bahagia atas kehamilan Mamah," ujar Zayn.
Dia memang di suruh Qinata untuk memanggil keduanya dengan sebutan Mamah dan Papah.
"Hadiah, Na." Qinata mengelus perutnya.
"Hadiah apa azab tuh bun," ujar Ana sebal.
"Ana..."
"Iyeee, hadiah lah."
Beberapa menit kemudian teman temannya datang. Tidak lupa dengan kado yang murah karena takut membebani yang lainnya.
***
"Lo gak mau dateng ke ulang tahun gue?" Ana memainakan cincin yang menjadi liontin untuk kalungnya.
"Lo masih marah sama gue ya, kalo iya redamin dulu marahnya, kalo udah gak marah balik ya. Tapi!! Gue kangen banget."
Tubuhnya di rebahkan di atas kasur. Jam sudah menunjukan dini hari, tapi kantuknya belum datang juga.
"Tahun depan gue lulus, lo gak mau dateng juga ya?" Ana masih bertanya pada liontin.
Ana menghela napasnya, dia masih mengandalakan sabar untuk menunggu Achilleo. Kehadiran Brady tidak ada untungnya untuk dirinya, meskipun dia menyulut Brady untuk mengungkapkan, tapi Brady tidak pernah tersulut untuk membicarakannya.
Kembali.......
Harapan Ana tidak akan pernah pupus, harapan Ana untuk Achilleo masih membara.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PAST
FantasyAnastasya James Aliandra. Cewek jurusan hukum. Dia memiliki syarat untuk pria yang akan menjadi pacarnya. Diary hitam logo hati merah pekat, buku yang menjadi curhatan semua rahasia Ana. Aneh. Kata itu mewakili hari Ana saat pria tinggi, berwajah ba...