"How easy is it for one benevolent being to diffuse pleasure around him, and how truly is a kind heart a fountain of gladness, making everything in its vicinity to freshen into smiles." —Washington Irving
Jakarta, Juni 2019
"Udah balikin kucingnya, Jeng?"
Tanganku sedang membenahi beberapa file pada odner yang sudah tergeletak di atas mejaku ketika aku kembali dari ruangan Pak Angga untuk briefing beberapa hal setelah dua hari yang lalu kami melalukan perilisan resmi Real Hygen Racing Virtual Mobile Game dengan mengundang beberapa pers dan mempromosikan aktivitas digital perusahaan kami dimana kami menggaet developer game terkenal yang kebetulan pertama kalinya bekerja sama dengan produsen otomotif seperti kami.
Antusiasme konsumen kami juga cukup tinggi karena banyaknya pesan yang masuk pada akun sosial media kami ketika kami mengumumkan game ini sudah bisa mulai diunduh pada Android dan juga iOS. Para direksi tentu saja memberikan kami apresiasi yang bagus dengan kolaborasi inovatif dari dua tim ini, dan jika tanpa tim-ku dan tim Gameart yang bekerja dengan sepenuh hati maka akan sulit sekali untuk mencapai hari besarnya, atas dedikasi mereka juga aku merasa beruntung dengan kelancaran project ini. Dan sudah dipastikan kalau project selanjutnya adalah virtual drift dan dream racing yang sejenak aku hibahkan kepada tim-ku untuk mencari beberapa data juga merencanakan hitungan kasar budget cost seperti biasanya sementara aku mengajukan cutiku untuk pergi ke Singapore malam ini sampai Senin nanti. Bukannya aku semena-mena pada anggota tim-ku, hanya saja biarkan aku mengambil hak-ku sejenak waktu, dan mereka bisa mengambil hak mereka juga kelak setelah aku kembali dan fokus pada project-project di depan sana.
"Ini baru balik dari rumahnya," balas Ajeng yang membuatku menghentikan pergerakan tanganku. Apa dia bertemu dengan Re di sana? Apa lelaki itu bertanya soal aku? Ish, sudah berjalan seminggu setelah terakhir aku bertemu dengannya, lelaki itu tak kembali menghubungiku, bahkan kucingnya tidak dia ambil di rumah Nana, dan aku juga segan bertandang ke rumahnya untuk mengembalikan makhluk berbulu yang sudah berminggu-minggu menemani Nana dan diperlakukan bak cucu beliau sendiri. Tadi pagi saat kucing itu melintas dengan menggesek bulu-bulunya yang harus pada kakiku, mengingatkan aku kalau aku harus segera mengembalikannya kepada si pemilik asli karena lebih baik tidak ada lagi hal-hal berbau Re di sekelilingku, agar memudahkanku ke depannya. Namun Nana yang sudah terlanjur jatuh hati dengan Ice Cream membuatku harus membujuk beliau mati-matian dan berjanji akan membelikan satu ekor kucing nanti sepulangnya dari Singapore.
Malam ini aku, Nana dan Ajeng akan terbang ke Singapore, setelah aku menyelesaikan sedikit pekerjaanku ini aku dan akan menjemput mereka di Kalibata. Mama sudah pasti senang sekali akhirnya kami bisa pergi ke rumah beliau di sana setelah beberapa lama menanti kesibukanku yang tak kunjung mereda. Ya memang harus dicuri-curi waktu karena pekerjaan tidak akan ada habisnya juga, aku belajar dari pengalaman saat mencuri waktu untuk terbang ke Bang— ugh, aku seharusnya tidak mengungkit soal itu lagi, kan?
"Have you done?" suara seorang wanita yang terdengar setelah suara deritan pintu ruanganku yang terbuka secara cepat datang ketika aku sedang meletakkan lembar terakhir pada tumpukan paling atas. Aku meletakkan telunjukku dengan cepat di depan bibir karena masih ada pada sambungan telepon dengan Ajeng dan Kala memilih untuk menduduki kursi di depan mejaku dan menutup mulutnya.
"Sebenarnya kamu sama Re kenapa, Gem?" pertanyaan Ajeng sesungguhnya tidak bisa aku jawab di sini karena Kala sedang duduk sembari mengotak-atik ponselnya tepat di depanku.
YOU ARE READING
Tell No Tales | Completed
ChickLit[Started on January 20, 2021, and ended on April 11, 2021 ] Into book assisted by Haebara Publisher, 2022. [ MEMO ] Peeps, It's me Gemima. Hear me out, nobody is living in a fairy tale. This is just a world that rotates along an orbital path, don'...