Kavita | 4

50 5 0
                                    

Sesampainya dirumah, Kavita memilih kedapur untuk mengambil minum. Tapi saat ia menenggak segelas air, tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nama sahabatnya, Melia.

Dahinya mengernyit bingung. Tumben sekali Melia menelfonnya, paling tidak bisa di hitung dengan jari kalau Melia ingin menelfon Kavita. Gadis itu menekan tombol berwarna hijau, dan terdengar jelas suara yang begitu nyaring di telinga Kavita.

Ia sempat menjauhkan telfonnya, lalu mengusap-usap sebentar kupingnya. Agak kaget sih, tapi Kavita hanya bisa menghela nafas sabar.

"Hallo, Mel. Kenapa?" Kavita lanjut melangkah keruang tamu untuk duduk di sofa. Lalu tangannya mengambil remot Tv dan menyalahkannya dengan volume yang kecil.

"..."

"Gue baru aja pulang. Kenapa gitu?"

"..."

"Enggak, gue gak kemana-mana lagi setelah temenin dia latihan. Tumben lo telfon gue, hayo ngaku lo penasaran ya sama sikapnya Rafandra?" Tebak Kavita. Ia memang sudah sangat paham dengan sikap sahabatnya itu, dan ia juga tau kalau Melia itu kagum terhadap Rafandra. Kavita bisa merasakannya itu.

"Elo bisa deketin dia, Mel. Siapa tau aja lo berdua jodoh. Nanti jangan lupa ya kalau udah jadian traktir gue." Kata Kavita dengan senyum tipis. Seolah ia ikut merasakan kebahagiaan itu yang akan segera hadir.

"Kalau gitu gue mau mandi dulu ya, bye, Mel."

Kavita mematikan sambungan telfonnya. Ia menghela nafas sebentar sebelum beranjak dari sofa, hari ini sangat melelahkan. Ibunya sedang pergi kerumah neneknya, sedangkan ayahnya belum pulang dari kantor. Didalam rumah yang sederhana, Kavita sedang sendirian.

♡♡♡

Rafandra menutup pintu kamar mandi, tangan kanannya sibuk mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk. Saat ia didepan cermin, tiba-tiba wajahnya menampilkan senyuman yang dapat dirasakan oleh orang sekelilingnya. Ia bahagia sekali untuk hari ini, dan kalian tau... jantungnya sangat amat deg-degan saat berada didekat Kavita.

Ia merapikan rambutnya, lalu menaruh handuknya dibalkon. Ia memilih untuk duduk disalah satu kursi kayu, dan tangannya ia sibukkan dengan mencari kebenaran tentang Kavita. Ya, gadis itu yang membuatnya menjadi gila. Baru kali ini, karena sebuah senyuman ia menjadi salah satu pengagum gadis itu. Kavita Adhika. Salah satu gadis yang pernah satu meja di kantin sekolah.

"Gue gak tau Vit, ada masalah apa sama jantung gue kalau lagi ada didekat lo. Nafas gue berubah menjadi habis, berasa lagi dihirup semua oksigen sama lo. Tangan gue jadi dingin, kaki gue mulai gemetar, dan gue berubah jadi orang yang gak pernah gue kenal sebelumnya. Sejak saat itu, gue mulai suka sama lo, Vit. Gue yang udah naruh harapan ke lo, gue cuma gak siap sama jawaban yang bakal gue dengar."

Rafandra membuka ponselnya, lalu memilih ikon galeri. Ia melihat foto gadis itu dengan tatapan sayu, alih-alih bibirnya tersungging membentuk sebuah senyuman. Ia tidak bisa menyatakannya, tapi ia ingin memilikinya.

"Gue gak tau, ini tuh cinta atau bukan. Tapi kalau ini cuma sekedar rasa kagum aja, kenapa gue merasa lo spesial di hidup gue, Vit? Gue gak tau sih, elo merasakan hal yang sama atau enggak. Gue gak terlalu suka sama ekspektasi yang terlalu tinggi, mungkin nanti gue bakal mencoba untuk jujur."

Rafandra keluar dari kamar, lalu memilih untuk kedapur untuk mengisi perutnya yang sudah mulai lapar. Sehabis pulang tadi, ia tidak sempat makan.

Saat ia menginjakan diarea dapur, ia melihat wanita paruh baya yang tak lagi muda tengah membuat adonan kue. Ya, dia adalah mama nya Rafandra.

Rafandra, anak tunggal dari Rafael dan Melisa. Tak jarang, Arsyad yang tak lain adalah sahabatnya Rafandra sering menginap dirumah Rafandra.

"Mama lagi buat apa?" Tanya Rafandra. Melisa menoleh kebelakang, lalu tersenyum tipis. Hati Rafandra merasa menghangat saat melihat senyum sang mama. Senyumnya sama seperti... Kavita. Eh, sadar Rafan, nanti Kavita keselek diomongin mulu. Hehehe.

"Ini lagi buat donat kentang. Ini kesukaan siapa sih?" Tanya Melisa yang pura-pura tidak tau.

Rafandra terkekeh. Ia memeluk mamanya dengan penuh sayang. "Kesukaan anak mama yang paling ganteng dirumah ini,"

Melisa tertawa. Ia menggeleng pelan saat menanggapi ucapan sang anak. "Pede banget kamu, Nak. Papamu kalau dengar bisa ribut kalian."

Berbicara tentang papa Rafandra, Rafael beliau memang seorang ayah yang Rafandra idolakan, mengapa tidak? Papanya itu tentu menjadi panutan bagi dirinya, menyayangi keluarga, sesibuk sibuk dirinya masih tetap menyempatkan waktu untuk keluarga.

"Kamu kapan bawa pacar kerumah? Kenalin sama papa dan mama." Celetuk Melisa. Rafandra keselek yang sedang minum, dengan cepat ia mengelus dadanya.

"Haduh kamu gimana sih, masa bisa keselek gitu. Emang ada yang salah sama ucapan mama?"

Rafandra diam. "Enggak," dia hanya bisa menjawab seperti itu, bingung bila harus jawab secara jujur.

"Pasti kamu lagi ngincar seseorang secara diam-diam, ya?" Tebak Mama Rafandra. Dengan cepat tapi ragu ia mengangguk. "Kalau rafan suka sama cewek salah gak sih, Ma?"

Melisa tertawa, pertanyaan macam apa itu? Bisa-bisanya anaknya bertanya seperti itu. Diluar logika, Melisa hanya bisa geleng-geleng kepala. "Ya wajar dong kalau kamu suka sama cewek, kalau kamu suka antar sesama jenis baru enggak wajar."

Rafandra langsung paham dengan ucapan mamanya pun langsung menggeleng. "B-bukan gitu maksud Rafan, iya aku akui lagi suka sama gadis cantik. Dia sederhana orangnya, berkat senyumnya itu buat hati ini tak lagi bisa berkata." Tanpa sadar Rafandra berucap seperti itu, Melisa dibuat takjub dengan ucapan sang anak. Ia semakin penasaran dengan gadis itu, benarkah gadis itu yang berhasil membuat anaknya terpikat?

"Ajak dia kesini dong, mama mau lihat. Kamu mau, ya?" Pinta Melisa.

Bukan tidak mau, tapi Rafandra bingung harus mengajaknya dengan alasan apa. Masa iya dia harus bilang kalau dia habis cerita ke mamanya dan mamanya tertarik dengannya dan mau bertemu dengannya, secara tidak langsung Rafandra sudah memberi kode sama Kavita kalau gadis itu yang sudah di incar. Gak, itu gak boleh terjadi. Rafandra tidak siap bila nantinya Kavita menjauh saat tau Rafandra menyimpan perasaan terhadap dirinya.

"Wah udah mateng aja donatnya, aku bawa kekamar ya, Ma?" Rafandra mengalihkan pembicaraan. Ia tidak bisa berjanji soal itu, tapi ia akan mengusahakan agar permintaan sang mama terwujud.

Melisa mengangguk. Hatinya selalu menghangat saat mendengar ucapan lembut dari sang anak. Delapan belas tahun, itu artinya anak tunggalnya sudah dewasa. Ia merasa baru kemarin melahirkan, mengajarkan dia berjalan, dan menghabiskan waktu bersama dengan anaknya. Ya, Melisa mengakui waktu begitu terasa cepat. Mau sekuat apapun dia menyangkal, kehendak Tuhan akan selalu menjadi jawaban yang terindah. Melisa jadi yakin, kalau gadis yang sedang anaknya sukai memang gadis pilihan.

♡♡♡

Selamat membaca.

Jangan lupa vote dan comment♡

KAVITA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang