Hari Perpisahan

6 1 0
                                    

Hari ini, hari kelulusan gue. Ya setelah 3 tahun di dunia per- SMA-nan, akhirnya gue lulus dong. Hahaha

Gue sudah berencana sejak dulu pengen merantau ketika kuliah. Ogah ya kalau kuliahpun kudu yang deket rumah juga. Rasanya kurang greget gitu.

Dan kampus tujuan gue adalah...
Teng...teng...teng...

"The University of Tokyo? Gila jauh bener Ja?? Terus gue?" Ujar Awan kaget mendengar sekolah tujuan Senja menimba ilmu.

"Ah parah loe. Emang gak ada kampus bagus apa di Indo?" Lanjut protesnya.

"Ya elah, ngapain sih loe. Gue yang sekolah loe yang sensi."

"Tapi kan gue yang ditinggal, Surti...!"

"Gue Senja ya. Bukan Surti. Edan loe main ganti nama gue yang cantik jelita ini."

"Hahaha... idih cantik kalau dilihat dari ujung monas noh,pake sedotan."

"Rese' loe!" Saut gue kentus

"Lagian loe kenapa sih? Takut kangen ma gue? Kan bisa video call !" Lanjut gue dengan santai.

Sebenarnya gue juga sedikit berat ninggalin nie kuyuk satu. Entah, walaupun kami sering banget perang mulut bahkan sampai adu jotos. Tapi gue tidak pernah bisa jauh dari ni anak.

"Terus, loe kapan berangkat?" Tanyanya yang masih dengan wajah tegang, entah karena dia lagi nahan kentut atau dia nahan kesal tau gue bakal sekolah jauh di negri seberang sana.

"Sekitar 1 bulan lagi sih. Semua keperluan gue udah di urus bokap." Jawab gue.

"Gila, kenapa sih loe ndak pernah cerita ke gue?"

"Ya, ini gue cerita kan?"

"Tau ah, gelap." Ujarnya ketus.

Gue pamit pulang, karena memang ini sudah sore dan waktunya anak cewek bebersih badan alias mandi. Biar wangi dong ya...

****
Bandara internasional Soekarno-Hatta.

Penerbangan gue pukul 06.35 dengan maskapai japan airlanes. Gue tidak berangkat sendiri, takut hilang baru pertama ke Jepang langsung sendiri. Gila aja ya. Hahaha

Gue ditemani mama, papa dan juga rombongan kecil yang memang kita satu tujuan, untuk belajar di negeri sakura.

"Jangan mewek loe, gue tinggal." Ujar gue kepada Awan.

"Idih siapa juga yang mewek, ndak kebalik tuh. Bukanya loe yang sedari tadi ngehabisin tisu buat ngelap tuh air mata sama ingus loe?" Sahutnya dengan mengejak.

"Ye,,, gue nangis bukan karena loe yaaa. Ya, gue bakal rindu nie sama nasi uduk mbok mi sama omlet buatan bunda." Sanggah gue, gengsi dong kudu ngaku gue nangis juga karena berat jauh dari dia.

"Apaan sih loe. Sukur salah siapan sekolah jauh."

"Yeeee, kok loe nyolot sih."

"Nih, omlet buatan bunda. Tadi bunda nitip. Bunda ndak bisa nganter karena ada jam praktik pagi katanya." Ucap Awan memberikan kotak makan berisi omlet favorit gue.

"Heeeemmm, harumnya. Nanti gue makan di pesawat aja deh. Bilang makaci ya sama bunda. Kiss sayang juga buat bunda."

"Sayang, ayo...!" Seru papa gue, mengajak gue untuk segera boarding.

"Gue duluan deh, Wan."

"Serius loe mau pergi, Ja?"

"Yaelah Awan Samsudin, nie gue tinggal berangkat aja kali."

"Alah kampret loe, Ja!" Ucap Awan sarkas.

"Gue benci loe." Seru Awan tiba-tiba dengan mata yang sudah memerah dan nafas memburu.

"Gue jauh lebih membenci loe." Sahut gue dengan masih merasa jengah

"Gue lebih sangat, sangat membenci loe."

"Gue lebih sangat amat sangat membenci loe."

"Udah deh loe sana pergi aja." Ucapnya sarkas.

Gue berbalik dengan menyeret koper kecil gue, melangkah menuju pintu untuk boarding pass.

Belum jauh kaki gue melangkah dengan air mata yang menetes deras. Tiba² sebuah tangan menahan tubuh gue dari belakang.

"Kamu jaga diri disana!" Ucapnya lembut dengan suara sedikit tertekan seperti menahan tangis.

What... si Awan nangis?
--------------------------------------

Yang suka langsung clik tanda bintang 😉

Senja di balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang