Akhirnya gue melanjutkan S2 gue di Jakarta. Karena tau sendirilah bokap nyokap gue bener-bener ndak ngijini gue pergi jauh lagi dari rumah, ditambah nho mulut kompor Awan yang selalu buat nyokap gue ndak mempan lagi sama segala rayuan maut gue. Dan gue juga ndak mau sih liat bonyok gue jadi sedih.
Bagaimanapun juga restu orang tua itu penting. Dan nyokap begitu excited, karena akhirnya gue tetap stay di Jakarta.
"Lebih asyik kan hidup di kota sendiri?" Ucap Awan tiba-tiba, ketika melihat gue yang sedang fokus dengan layar gawai gue.
"Yelah,,,yelah,,, puas juga loe kan,ada lawan buat diajak ribut?"
"Hahaha, tau aja loe,Ja. Ini kamu free apa memang belum berangkat ngampus?"
"Gue free hari ini, kenapa?" Jawab gue dengan sewot.
"Oooooh, jalan yuk!"
"Kemana?"
"Ke bandara!"
"Haaaa...." sontak mulut gue kebuka lebar,kaget dengan ajakan nie bocah rusuh. Ngapain coba ngajak jalan tapi ke bandara.
"Ndak usah lebay kagetnya," sahut Awan yang nyengir menatap gue yang masih mlongo karena kaget.
"Tapi nanti traktir ya?"
"Yaaa" jawab Awan sambil memutar bola matanya.
Gue sudah duduk manis di dalam mobil bersama di Awan kelabu, sepanjang jalan, aku lebih asyik dengan mendengarkan musik dari radio dan sesekali ikut bernyanyi.
"Suara fals gitu,sok-sok ngikut nyanyi." Komentar Awan kelabu,ketika mendengarku bernyanyi.
"Syirik,loe."
"Ja, rencana loe apa?"
"Hah? Rencana apaan?"
"Rencana hidup loe."
"Kuliah S2 gue lah, emang apa?"
"Bukan itu maksud gue-, ach loe mah gak peka."
"Ck, yelah ngomong ndak jelas. Maksud loe apaan sih?" Tanya gue heran, Awan aneh gitu ngebahas yang gak jelas, padahal selama gue kenal nie orang, ndak pernah tuch dia berbelit gini. Malah selalu to the point.
"Wan" seru gue ke Awan kelabu
"Hmm"
Yelah dijawab hmm doang, ck perlu dikeplak dulu nih bocah.
Plak
"Aduh, apaan sih loe? main pukul aja," protesnya dan mengadu kesakitan, mungkin karena gue mukulnya juga agak kenceng sih. Hehehe
"Loe sih ndak jelas. Gue mau cerita nih."
"Ck, cerita aja ndak usah pakai acara ngeplak juga kali."
"Iya, sorry-sorry. Wan, loe kenal Arsil kan?"
"Yang temen loe di Tokyo itu kan??"
"Iya, dia sekarang tinggal di Jakarta dan kerja di sini. Kemarin dia bilang sayang ke gue, dan-"
"APAAAAA?" Teriak Awan kaget, dan gue pun ikutan kaget nho bocah teriak heboh gitu.
"Ngapain sih, heboh loe"
"Ck, terus loe nanggepi gitu?"
"Lie sih rese, gue kan belum kelar cerita. Dan gue nanggepin sayang dia,tapi rasa sayang ke teman, dan tidak lebih. Gue malah lebih anggep doi itu seperti kakak gue."
"Terus si Arsil gimana?"
"Ya doi bilang, kalo doi bakal coba buat gue sayang ke doi sebagai laki-laki dewasa. Setelahnya gue ndak mau ngebahas itu."
Tidak lama kami sampai di bandara. Awan meminta gue untuk nunggu dia sebentar di depan kantor maskapai tempat dia bekerja.
Lebih dari 40 menit, Awan baru keluar dari kantor maskapai tersebut dan menghampiri gue yang sedang asyik memainkan gawai gue.
"Ayo!" Ucap Awan sambil mengulurkan tangan menggapai tangan gue.
"Udah? Terus mau kemana?"
"Udah, nih. Kamu laper gak?"
"Heemm" bales gue dengan anggukan dan wajah yang gue buat seimut mungkin.
"Gak usah sok imut loe"
"Lah, ngapa?"
"Jadi pengen gue ci-"
"Hah?"
"Udahlah."
Apaan sih maksud Awan, pengen apa dia coba? Fix, nie bocah agak sableng hari ini.
Ternyata Awan ngajak gue ke sebuah kafe di daerah jakarta barat, kalau gue lihat, ni kafe masih terbilang baru. Terlihat dari bangunan dan semua properti di dalamnya, dengan konsep cafe industrial dengan warna hitam mendominasi.
"Loe mau pesen apa??"
"Yang enak di sini apaan??" Tanya gue sambil membaca buku menu uang diberikan waiter.
"Bakso," jawab Awan santai
"Wait, serius loe?"
"Ya."
"Ya udah, gue mau bakso sama es teh."
Serius, ini kafe modern, tapi menunya ajib, hampir tidak tersentuh nama modern. Ni ownernya kok bisa punya ide gokil gini ya.
Dan btw, nie menu hampir semua makanan kesukaan gue, yang mana jenis makanan yang begitu merakyat dan ueeenak.
"Ja, Pacaran yuk!"
WHAAAAATTTTTT, GUE GAK SALAH DENGER INI KAN???
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di balik Awan
Fiksi UmumIni sebuah kisah dua anak manusia yang sudah saling mengenal sedari mereka kecil. Saling ejek, berebut mainan, bahkan berkelahi secara fisik akan menjadi pemandangan lumrah dalam hubungan pertemanan mereka. Namun keduanya saling menjaga, menyayangi...