Seulgi menghentikan mobilnya tepat di depan pagar rumah Irene. Dia keluar dari kendaraan roda empatnya dengan langkah yang terburu-buru. Dengan tidak sabar dia membunyikan bel. Berkali-kali ia tekan tombol berwarna merah itu namun tidak ada jawaban yang ia dapat dari intercom.
Mata monolidnya memandangi rumah mantan kekasihnya itu. Sekilas dia bisa melihat siluet seseorang dari balik jendela, dan saat Seulgi mencoba menajamkan pandangan, tirainya langsung tertutup. Saat itu Seulgi pun tahu kalau ia tidak lagi diterima di rumah itu.
Namun tekad si Monolid sudah bulat dan tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Dia menyelipkan jurnalnya di punggung belakangnya, lalu dia memegang pagar besi rumah keluarga Bae dan memanjatnya. Hanya butuh tiga kali pijakan, tubuh Seulgi sudah berada di sisi lain pagar.
Wanita itu melangkah mendekati pintu utama. Adrenalinnya yang masih berada di puncak membuat dirinya mengetuk pintu bercat coklat itu lebih keras dari biasanya. Dia seperti akan menghancurkan lapisan kayu itu hanya dengan kepalan tangannya.
"Rene tolong buka pintunya. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu Rene." Seulgi berbicara diantara ketukan tangannya.
"Rene please.. ayo kita bicarain semuanya secara dewasa. Aku mau ngomong serius sama kamu Rene!!! Buka pintunya Bae Irene!!"
Seketika tangan Seulgi mengetuk angin. Pintu yang ingin sekali ia dobrak tadi terbuka secara tiba-tiba.
Jika sebuah tamparan yang menyambutnya, mungkin Seulgi sudah mempersiapkan diri, namun di luar dugaannya justru sebuah moncong glock berkaliber 40 lah yang menyapanya. "T..tuan Bae" mata monolidnya terbuka lebar, memandang takut sosok di depannya itu.
"Saya masih meminta dengan baik. Pergi dari rumah saya dan jauhi keluarga saya." Ucap tuan Bae. Suaranya berat dan tajam, menyiratkan kebencian yang besar pada sosok di hadapanya itu.
"Tuan Bae maaf, tapi saya perlu bertemu dengan Irene. Saya janji tidak akan lama, saya hanya ingin menjelaskan sesuatu ke Irene." Balas Seulgi.
Tapi tentu saja tidak akan semudah itu.
"Pergi. Irene tidak mau bertemu denganmu." Tegasnya.
Seulgi memejamkan matanya. Sungguh dia tidak ingin melakukan ini namun pria baya di depannya itu tidak memberikannya pilihan lain.
"Baik Tuan Bae." dan setelah ia mengucapkan itu, tangan kirinya langsung menggenggam moncong pistol dan mengarahkannya ke atas lalu tangan kanannya menyentak genggaman tuan Bae dari pistol grip sampai terlepas. Itu terjadi begitu cepat, Tuan Bae bahkan sampai membelalakan matanya karena hanya dalam hitungan detik senjata apinya sudah berpindah tangan dan mengarah padanya.
"Maaf tuan Bae tapi saya hanya ingin bertemu dengan Irene dan setelah itu jika anda ingin melubangi kepala saya dengan benda ini, saya tidak akan menghindar" ujar Seulgi. Dia menatap tuan Bae tanpa kesombongan atau kemarahan yang biasa ia perlihatkan, justru ia menunjukkan sebuah tatapan yang pria baya itu belum pernah liat. Sebuah tatapan yang tidak terbayang akan ia lihat dari seorang Kang.
Tatapan memohon.
"Seulgi"
Tiba-tiba Nyonya Bae datang menghalau di antara dua orang yang sedang bersitegang itu.
"Nyonya Bae." Seulgi membalas dengan anggukan kecil. Tangannya masih menggenggam erat senjata api milik Tuan Bae, meski dia tidak bermaksud menyakiti siapapun tapi dia tidak boleh lengah sebelum tujuannya tercapai.
"Jika kamu memang datang dengan tujuan yang baik, kembalikan itu Seulgi." Nyonya Bae mengulurkan tangannya meminta barang yang Seulgi pegang. Wanita itu sedikit ragu, dia terdiam, menimbang-nimbang ucapan sosok di hadapannya itu. Dan ketika ia melihat senyuman tulus di wajah cantiknya, si wanita monolid mulai melemahkan pertahanannya. Dia meletakkan senjata api itu dengan hati-hati ke atas telapak tangan Nyonya Bae yang terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUEL INTENTIONS ✔
Fanfiction"how can someone so charming be so manipulative?" 🔞 | Futanari