I'm back!!! Hehe
Please enjoy yorobuuuuunnnnnnn~
Ruangan besar yang didominasi warna mint itu terlihat nyaman dengan sentuhan mewah di beberapa bagiannya. Seperti sofa beludru warna merah dari Itali, lukisan-lukisan terkenal dari jaman renaissance dan jam bandul besar yang berdiri manis di pojok ruangan. Tepat di sebelahnya terdapat sebuah lemari kaca dengan buku-buku tebal mengisi setiap rak. Di depan lemari itu juga ada sebuah meja kerja dengan laptop, telepon kantor, tempat pulpen, dan satu bingkai foto yang tertata dengan sangat rapi diatasnya, dan jangan lupakan sebuah plakat nama yang bertuliskan 'Park Jihyo' di depan meja tersebut.
Tak hanya itu, di tengah-tengah ruangan juga terdapat sebuah sofa malas berwarna putih yang diduduki seorang wanita muda berkemeja hitam, berkulit sedikit tan dan berambut coklat yang selaras dengan warna bola matanya. Sedangkan di sebelahnya ada seorang wanita paruh baya mengenakan kemeja putih, blazer abu-abu dan rok sebatas lutut berwarna hitamnya, duduk dengan nyaman di sebuah bangku kecil sambil mencatat sesuatu di atas buku yang dipegangnya.
"Jadi selama seminggu ini sudah berapa wanita yang kamu tiduri?" tanya Nyonya Park dengan santai, matanya menatap perempuan yang sudah menjadi pasiennya sejak satu bulan yang lalu.
Dirinya merupakan seorang psikolog yang sudah punya nama di kota itu, bahkan biaya konsultasi dengannya saja bisa menembus angka jutaan persesi. Hal itu karena kebanyakan kliennya adalah orang-orang kalangan atas, dimana mereka tidak hanya membayar untuk konsultasi, namun juga sebagai uang tutup mulut. Meskipun sesungguhnya mereka tidak perlu melakukan itu. Namun tetap saja bagi mereka yang berkuasa, pergi ke psikolog adalah sebuah aib dan tidak boleh diketahui siapapun.
"Hanya satu." jawab singkat wanita dengan mata monolid itu. Sejujurnya dia tidak berminat sama sekali dengan pengobatan ini jika bukan papanya yang meminta. Dia bukan orang gila yang harus diberi pengobatan mental semacam ini. Memang apa yang salah dengan dirinya? Meniduri wanita-wanita yang bahkan tidak menolak ajakannya itu adalah hal yang wajar. Apalagi di jaman seperti ini, dimana seks bebas tidak lagi dianggap hal buruk, justru bagi mereka yang sedang dimabuk asmara itu adalah bagian dari bukti cinta.
"Dalam berapa hari kamu melakukannya?" tanyanya lagi, perempuan itu tersenyum kecil lalu mengalihkan pandangannya dari langit-langit ruangan ke wajah wanita yang seumuran dengan ibunya itu.
"Hanya semalam" jawabnya. Nyonya Park pun mengangguk dan menggerakkan penanya ke atas lembaran bukunya.
"Dan setelah itu kamu mencampakkan dia seperti yang lainnya?"
"Iya, tapi..."
Nyonya Park menatap wanita itu seraya menaikkan satu alisnya, menunggu.
"... Dia yang memberikan tubuhnya secara cuma-cuma padaku, padahal aku sudah menolaknya tapi dia terus menggodaku jadi kami melakukannya. Jangan salahkan aku kalau meninggalkannya, karena dia yang lebih dulu memancingku" jelasnya.
Nyonya Park mendengus pelan dan bergumam, "Sekarang wanita pun sama-sama tidak ada malunya."
Perempuan itu tersenyum mendengar gumaman sang Psikolog. "Anda tidak ingin mengetahui nama wanita itu seperti sebelum-sebelumnya?" tanyanya. Nyonya Park menggeleng sambil melepaskan kacamata bacanya.
"Kamu sebutkan pun saya tidak akan mengenalnya. Lagipula, minggu lalu kamu sudah menghabiskan dua lembar kertas saya hanya untuk menuliskan nama-nama wanita yang pernah kamu tiduri" jawabnya seraya berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke meja kerjanya. Diletakkannya buku dan pena yang tadi digunakannya di atas laptopnya yang tertutup.
"Anda mengatakannya seolah aku yang memaksa mereka untuk ku tiduri, Miss" Si Monolid mengerucutkan bibirnya.
"Dan aku juga tidak melakukan seks dengan semua wanita itu, hanya sebagian" sanggahnya lalu ikut bangkit dari duduknya, dihampirinya Nyonya Park dan berdiri tegap tepat di depannya.
"Petting dan oral juga termasuk seks, nona Kang" balas Nyonya Park. Wanita muda itu tersenyum karena Nyonya Park sangat tahu kegiatan seksualnya di luar berhubungan intim.
"Mereka yang meminta bukan aku."
Yang lebih tua hanya menggeleng pasrah, membiarkan pasiennya kali ini menang berargumen dengannya. "Baiklah, aku rasa konsultasinya cukup sampai di sini saja."
"Ahh ya, aku cukup senang karena kamu sudah bisa menahan hasrat seksmu dengan baik. Setidaknya sudah tidak separah dulu dan itu sebuah peningkatan yang bagus. Seperti yang kukatakan kemarin, jika kamu ingin benar-benar terlepas dari kecanduan seksmu itu, berhentilah memasuki club malam karena kamu sendiri yang bilang akan banyak gadis-gadis yang menggodamu bukan?"
Perempuan itu mengangguk mengiyakan.
"Selain itu jauhkan segala macam hal yang dapat membangkitkan hasrat seksmu seperti membaca majalah atau menonton film dewasa. Kamu juga bisa mengalihkannya dengan berolahraga atau melakukan kegiatan yang memerlukan tingkat konsentrasi tinggi seperti menulis atau melukis. Itu akan sangat membantumu, mengerti?" nasihat Nyonya Park pada pasien mudanya itu.
"Iya, aku mengerti Miss Park" patuhnya. Dia pun memeluk Nyonya Park dengan erat lalu melepasnya. "Terima kasih untuk konsultasinya hari ini Miss. Aku pergi" pamitnya. Tidak lupa dia berikan kecupan singkat di pipi Nyonya Park sebelum pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan senyum cerah.
Ceklek
Pintu yang terbuat dari kayu jati itu tertutup rapat seiring dengan menghilangnya sosok perempuan muda itu dari dalam ruangan Nyonya Park. Wanita paruh baya itu bersandar pada meja kerjanya dan mendesah pelan.
"Anak muda jaman sekarang, melakukan seks seperti makanan sehari-hari. Aku tidak mengerti bagaimana cara didik orangtua mereka, sungguh memalukan." Ujarnya.
Drrrt Drrrtt
Nyonya Park menoleh ke arah ponselnya yang bergetar, diambilnya benda tipis berwarna putih itu lalu menempelkannya ke telinga sebelah kirinya.
"Halo"
"M..mommy hiks.."
Wanita itu terkejut saat mendengar isak tangis anak tunggalnya, "Tzuyu ada apa?" tanyanya khawatir.
"Mom, dia membohongiku, d..dia memanfaatkanku hiks.."
"Hey sayang, jangan menangis. Just calm down and take a deep breath, step out of the circle..."
"Would you cut your psycho-babble bullshit, mom?!! Foto-fotoku tersebar di internet saat ini!"
Mata nyonya Park melebar, "Foto apa?"
"Foto telanjangku!"
"OH MY GOD ! Bagaimana kamu bisa sebodoh itu, Tzu-ya!!!" Nyonya Park memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pening.
"I CAN'T HELP IT! Dia memiliki kharisma yang kuat dan juga wajah yang mempesona. D..dia tidak berhenti memuji penampilanku dan terus menerus mengatakan kalau aku memiliki tubuh yang indah... lalu hiks... lalu dia mengajakku ke penthousenya dan membuatku berpose telanjang. Ia berjanji kalau itu hanya untuk koleksinya saja. Aku percaya karena selama dua minggu kami berhubungan dia tidak menyebarkannya namun beberapa menit lalu fotoku sudah memenuhi akun-akun dewasa"
"STUPID!! siapa dia?! Siapa orang brengsek itu?!!!" geram Nyonya Park. Tangannya mencengkram pinggiran meja kerjanya dengan kuat.
"K..Kang Seulgi, mom"
Braak
Ponsel itu terjatuh ke lantai dengan keras. Nyonya Park terdiam, bibirnya bergetar dengan lidahnya yang terasa kelu. Pikirannya terfokus pada wajah seorang perempuan muda yang dia kenal, dengan wajah mempesonanya juga senyum manis yang sudah menipu anaknya, dan wanita muda itulah yang baru saja keluar dari ruangannya beberapa saat yang lalu.
"KANG SEULGI SIALAN!!!" teriaknya.
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/214257296-288-k740934.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUEL INTENTIONS ✔
Fanfiction"how can someone so charming be so manipulative?" 🔞 | Futanari