Now...
"Astaga... Dasar laki laki itu. Aku benar benar akan menghajarnya jika aku bertemu dengannya."
Aku menoleh, memperhatikan Tiffany yang sedang berbicara. Ah, lebih tepatnya memaki maki Jeongwoo.
"Lalu? Di mana cincin itu sekarang?" Tanyanya.
Aku mengeluarkan kalung dari dalam bajuku. Sebuah cincin perak yang sama dengan dua tahun lalu muncul sebagai liontinnya.
Tiffany melebarkan matanya. "Jadi ini cincin dari si brengsek itu? Kau bilang itu dari ayahmu!"
"Maaf," ucapku, jujur tidak tahu harus menjawab apa.
Mantan teman sekamarku ini menghela napas panjang. "Kenapa kau masih menyimpannya, Jia?"
Aku langsung terdiam. Aku sendiri tidak tahu kenapa.
"Dia jelas jelas meninggalkanmu. Aku mulai muak melihatmu sering menangisinya."
Aku menatapnya sinis. "Jangan berkata begitu, aku terdengar menyedihkan."
"Tapi itu nyatanya, kan?"
Tiffany adalah kakak kelasku saat sekolah dulu. Kami menjadi teman sekamar yang berbagi apartemen saat kami sama sama kuliah di Australia. Namun sejak beberapa bulan lalu ia pindah ke Amerika karena pekerjaannya. Baru kali ini ia mengunjungiku lagi.
Tiffany sedikit memutar tubuhnya ke arahku. "Aku hanya ingin melihat kau yang dulu kembali, Jia. Aku ingin melihat Jia yang dulu, Jia yang belum mengenal pemuda bernama Jeongwoo itu."
Kepalaku tertunduk. "Aku sudah melupakannya," ucapku.
"Bohong."
Aku menggeleng pelan. "Aku sudah melupakan aku yang dulu." Kemudian aku menatap Tiffany dengan wajah khawatirnya. Bibirku tercebik, "aku sudah lupa bagaimana keadaanku sebelum aku bertemu Jeongwoo."
Pertahananku perlahan runtuh. Entah sudah yang keberapa kalinya sejak saat itu, setetes air mata keluar dari mataku.
Tiffany langsung mengusap usap punggungku, ia juga menepuk tanganku yang masih mengenggam cincin perak tadi seraya bertanya, "kau benar benar mencintainya?"
"He's everything for me." Jawabku, diikuti beberapa tetes air mata kembali mengalir.
Perempuan di sampingku itu mulai memelukku. Ia mengusap usap punggungku dan menenangkanku.
Sementara itu tangisku justru semakin deras. Otakku memutar kembali semua kenangan kami bersama. Semua ingatan yang berusaha keras aku lupakan, namun bukannya menghilang justru semakin terasa lengket di ingatanku.
"Dia segalanya buatku, Tiff. Walaupun ini sudah lama sekali berlalu dan tidak ada yang bisa kulakukan. Perasaanku padanya masih sama dan itu membuatku gila."
Aku berbicara sambil terus menangis. Tiffany berkali kali menghela napas panjang dan menenangkanku seperti seorang kakak.
"Aku selalu berusaha melupakannya hingga ikut lupa mengapa aku membutuhkannya. I'd like to be my old self again, but I'm still trying to find it."
"Aku... Benar benar tidak ingat bagaimana kehidupanku sebelumnya, hingga kepergian Jeongwoo bisa membuatku sehancur ini."
✨
Satu tahun lalu...
"Jia!"
Aku menoleh. Di lorong kampus yang terang ini aku melihat Sam yang berjalan cepat ke arahku. Sepertinya ia baru saja memisahkan diri dari teman temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Too Well | Park Jeongwoo
Фанфик[END] di saat dia pergi meninggalkanmu dengan semua kenangan itu, bagaimana akhirnya? inspired by Taylor Swift's "All Too Well (Taylor's Version)"