aku sedang duduk di depan jendela menghadap langit malam dengan bintang di sana-sini. malam ini cerah, seakan merestui purnama yang muncul sempurna di atas sana.
jika tidak ada hari esok, mungkin sekarang orang-orang masih berjalan kesana kemari mihat lautan bintang hingga pagi.
melupakan apa itu bekerja dan bersekolah hanya untuk menikmati sinar rembulan yang cantik.
tapi bagiku, tidak ada bedanya. masihkah matahari bersinar besok pagi. aku tidak peduli. yang pasti, hari ini tidak akan datang dua kali.
"kenapa kamu belum tidur?" suara lirih terdengar tepat dari arah pintu.
laki-laki bermata sipit itu sedang berdiri dengan kaos oblong dan celana pendeknnya. aku membalikkan badan dan bertanya. "kemana kita saat tertidur?"
dia terkekeh. "overthinking lagi?" dia yang sudah menemaniku selama hampir lima tahun, sudah hapal betul kebiasaanku ketika masih terjaga di jam seperti ini.
"nirwana?" tanyaku lagi.
dia menggeleng. "ke dalam pelukkanku," jawabnya sambil tersenyum.
bukan. bukan jawaban itu yang kumau. aku tidak membutuhkan jawaban kekanakan itu. tidak, diumurku yang hampir kepala tiga. aku butuh jawaban logis.
aku memandanginya dengan seksama. "kemana?"
lagi-lagi dia menggeleng. "tidak tahu, mungkin berjalan-jalan melihat tetangga."
bukan jawaban itu juga yang kumau.
"menurutmu kemana?" dia balik bertanya.
sejenak aku berpikir hingga beberapa saat kemudian aku berbalik dan melihat bintang itu lagi. "menurutku ke atas sana, melihat doa-doa kita yang belum juga mendapat jawaban. saking banyaknya."
laki-laki itu terkekeh. "jadi, kamu sudah tahu jawabannya? baiklah, sekarang ayo tidur."
🌕
bumiayu, 2021
(t.a)
KAMU SEDANG MEMBACA
sebelum malam jatuh
ChickLitmenurutmu, kemana kita saat tertidur? [written in lower case] © Tetes Abu 2021