xii. mimpi

32 4 0
                                    

malam terus beranjak naik. meninggalkan kita anak-anak adam yang masih saja bercerita dengan dirinya sendiri. kenapa begini, kenapa gitu.

aku duduk melihat lampu tinggi yang bersinar hangat di tepi meja. ada satu dua semut yang merangkak yang entah dari mana datangnya.

aku menelan ludah dengan pelan. sepulang dari rumah ibu, pikiranku semakin berkecamuk. bukan lagi tentang sehat menurut versiku. aku memikirkan mimpi.

ketika aku melenguh, laki-laki itu menegur dari atas ranjang. dia masih terjaga tentunya dengan buku di tangan, hanya saja sudah tidak ditemani kopi.

"kamu terlihat prustasi."

benar, aku sangat prustasi oleh pikiranku sendiri.

aku kaget dan melihatnya dengan bingung. "apa terlihat seperti itu?"

dia tidak menjawab. hanya mengangguk dan menyesap susu coklatnya. si maniak ini di bawah lampu temaram masih saja memperhatikanku.

aku masih duduk dan melihat lampu lagi. ya, siapa yang tidak akan berpikir seperti itu ketika melihatku sekarang?

"apa yang mengganggu pikiranmu?" ucapnya lagi dengan tenang.

aku menoleh. "mimpi, sebenarnya siapa yang melahirkan itu?"

dia mengernyit. "melahirkan? apa maksudmu?"

"yang menciptakan mimpi itu siapa?"

"sudah pasti manusia. memangnya siapa lagi?" jawabnya enteng. laki-laki ini sangat pandai membuatku terdiam oleh jawabannya. baik aku setuju maupun tidak.

"bukan itu maksudku."

dia menepuk ranjang di sampingnya. memberiku kode untuk lebih mendekat.

"tuhan? apakah tuhan yang menciptakan mimpi?" ketika aku berjalan mendekat dia bersuara kembali.

"menurutku begitu."

"kenapa?" katanya.

aku menghela napas. "aku hanya berpikir; memangnya siapa yang mampu menciptakan bunga tidur yang begitu indah seperti itu?" aku diam sejenak. mencari kalimat yang lebih tepat.

"di dalam mimpi segalanya bisa terjadi. memungkinkan segala yang tidak mungkin. menurutku itu kuasa tuhan."

dia melihatku dengan seksama. seperti ada kalimat sanggahan yang berusaha diucapkan namun tak kunjung terucap. dia ragu.

"lalu apa tugas manusia kalau begitu?" kali ini dia bertanya dengan wajah sangat bingung.

"tidak ada." ujarku. "manusia hanya menerima, yang memberi tuhan, yang mencarikannya adalah malam."

"malam?"

aku terkekeh. "aku sebenarnya malu bekata seperi ini. tetapi, adalah malam yang mencarikan kita mimpi. yang memberi kita ruang untuk berpetualang, bukan lagi berpikir tanpa henti seperti sekarang."

dia mengangguk dengan wajah yang sedikit lebih nyaman. sebenarnya mungkin aku terlalu berlebihan memikirkan apa yang sudah kumiliki jawabannya. tetapi, laki-laki ini tidak pernah menghardikku meskipun tiap kali pertanyaanku dijawab olehku sendiri.

dia mengusap rambutku. "ternyata, manusia bukanlah apa-apa. tetapi, terkadang bertingkah seolah pemilik dunia."

🌕

bumiayu, 2021
(t.a)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sebelum malam jatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang