kali kesekian aku duduk di dekat jendela dengan pikiran yang berlarian kemana-mana. memikirkan wajah tukang sayur pagi ini yang lebih berseri. memikirkan senyum lelaki yang sangat sabar aku tunggui. semuanya berputar satu-persatu.
aku tidak tahu kenapa bisa seperti ini. sebenarnya aku juga tidak ingin tahu kenapa harus begini. aku senang, meski sering kali dijauhi karena terlalu memikirkan apa-apa yang seharusnya tidak dipikirkan, tidak penting kata mereka. belum lagi ketika harus mendengar pertanyaanku yang diluar dari nalar. mereka lebih memilih untuk menepi.
aku mengembuskan napas dengan berat. ketika malam mulai turun, rumah ini begitu sepi. meski ada pria favoritku yang dengan suka hati mendengarkan semua keluh kesah dari a sampai z. tetap saja tidak bisa menyingkirkan rasa dingin ini.
"doa kita sebenarnya sampai atau tidak, ya?" aku bertanya pada pria yang sedang duduk dengan buku di sudut ruangan.
"hm?" jawabnya.
aku melenguh. "aku tidak yakin doa kita sampai."
"apa yang sedang mengganggu pikiranmu?" kali ini dia bersuara.
aku menggeleng. "tidak ada, aku hanya tidak yakin."
pria itu berjalan mendekat. "doa kita pasti sampai."
ya, dia pasti akan berkata demikian.
"kira-kira apa semuanya akan dijawab?"
dia mengedikkan bahu. "tidak tahu. tapi, suatu saat nanti pasti terjawab. sabar, doa kita tidak cuma satu."
kali ini aku terdiam. antara puas dengan jawaban yang dia ucapkan atau memang itu sebuah kenyataan.
"kemana ya doa-doa kita sebelum terjawab?"
dia tersenyum. "ke atas sana."
"aku ingin doaku segera terjawab. setidaknya satu saja. tidak apa-apa."
dia mulai duduk dan mengelus puncak kepalaku dengan lembut. "untuk terjawab, doa juga perlu diusahakan."
🌕
bumiayu, 2021
(t.a)
KAMU SEDANG MEMBACA
sebelum malam jatuh
ChickLitmenurutmu, kemana kita saat tertidur? [written in lower case] © Tetes Abu 2021