Waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Jisa harus segera mempersiapkan diri kemudian mulai menggeluti pekerjaannya sebagai seorang asisten. Hukum alamnya, asisten lebih disiplin dibanding dengan artisnya. Sebab seorang asisten wajib mempersiapkan seluruh kebutuhan artis tanpa terkecuali.
Pagi ini agaknya cukup berantakan. Jisa baru saja bangkit dari ranjang sekitar pukul setengah tujuh. Tiga puluh menit ia dituntut untuk menyelesaikan urusan membersihkan diri serta menyiapkan kostum untuk pertunjukan pukul delapan nanti. Sepatu, pakaian, accessories, sampai sarapan pagi harus sudah siap. Jisa berlari ke sana kemari untuk mengambil kostum yang sudah dipesan kemudian membawanya ke ruang ganti.
Jisa sampai mengabaikan penampilannya sendiri. Rambutnya sekadar diikat rapi, baju yang asal pakai kompak berwarna hitam bak menghadiri acara pemakaman, ditambah wajah natural yang sama sekali tanpa riasan. Kali ini, Jisa tidak peduli, urusan pekerjaan jauh lebih penting daripada penampilan. Pasalnya, hari ini adalah hari pertamanya mulai bekerja sebagai asisten sesungguhnya, setelah semalam ia bekerja sebagai—
Oke, Jisa tidak ingin menyebutnya.
"Semua perlengkapan sudah beres, tapi aku belum menyiapkan sarapan. Bagaimana ini," keluhnya saat ia baru saja menaruh pakaian yang akan Jimin kenakan nanti di sebuah hanger.
Gerutuan itu lantas mengundang Sera mendekat. Wanita itu tertawa pelan seraya menyelipkan helai rambutnya ke belakang telinga.
"Ada masalah?" tanyanya lembut. Sera menebak ada yang belum Jisa kerjakan. Hal biasa saat baru bekerja pertama kali. Banyak kesalahan atau kekurangan dalam mengurus segala sesuatunya.
"Aku belum menyiapkan sarapan, Raya." Jisa menggigit bibir kemudian. Wajahnya cukup gusar sedari tadi.
"Masalah itu, aku sudah mengurusnya."
"Kau serius?"
Bola mata Jisa nampak berbinar diiringi ulasan senyum tipis tepat saat Sera mengangguk kalem. Detik itu juga napasnya terasa lebih lepas.
"Aku menghubungi Taehyung untuk menanyakan menu sarapan yang ia inginkan. Aku juga menyuruh Taehyung menanyakan pada Jimin juga," jelas Sera yang lebih dari cukup untuk membuat Jisa mendesah lega.
"Terima kasih, Raya."
"Tidak perlu. Bayarlah dengan menceritakan bagaimana kesan pertamamu tadi malam." Sera mengedipkan mata menggoda. Rasa penasarannya sudah kelewat tinggi sejak semalam. Bahkan, saat ia tengah bersama Taehyung pun pikiran Sera kadang kala masih tertuju pada Jisa, mengkhawatirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Hei, siapa yang tidak kenal Park Jimin. Dilihat sekilas saja, bisa dengan mudah menebak tipe seperti apa seorang Park Jimin. Meskipun terlihat sangat lembut, tetapi Sera meyakini Jimin mampu membuat wanita mana pun lemas berada di atas ranjangnya. Permainannya mungkin lembut, tetapi reaksi yang ditimbulkan lebih panas. Dengan tubuh atlestis seperti itu, Jimin bisa menghabiskan satu jam lebih, bukan?
Sera menggeleng, menepis pikiran kotor yang berkelebat di otak kecilnya.
"Aku tidak tahu bisa menceritakannya padamu atau tidak."
Jisa tenggelam dalam bayangan tadi malam. Dia terdiam cukup lama. Pandangannya mengawang meski terlihat tertuju pada Sera.
"Aku justru semakin penasaran. Apa sebegitu—" Sera menengok keadaan sekelilingnya. "Hebatnya permainan Jimin?" ujarnya lirih.
Sayangnya, pertanyaan itu tak menuai jawaban. Ketika bibir Jisa baru saja terbuka, pegawai lain telah berteriak untuk bersiap-siap karena sebentar lagi artis mereka segera tiba.
Sera mendengus kesal. Padahal, rasa penasarannya akan terjawab sebentar lagi. Dia menyempatkan menyenggol lengan Jisa kemudian memberikan kode untuk menagih penjelasan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG DEAL (Remake Dari "Shit!")
Fanfiction"Apa idol-idol itu tak ingin berkencan? Di umur mereka, seharusnya seks sudah menjadi kebutuhan." "Mereka sudah memiliki kita." "M-maksudmu?" "Kau tak membaca surat kontraknya? Di sana menjelaskan bahwa pekerjaan kita tidak hanya menjadi asisten." N...