Langkah pertama yang Jisa ambil ketika mendengar ucapan Moon Sera adalah bergegas menemui Direktur Bang. Dia harus membaca lagi surat kontrak yang telah ia tanda tangani.
Tadi karena Sera dipanggil oleh staf lain, pembicaraan mereka terpaksa terputus. Padahal, rasa penasaran itu masih sangat besar. Berakhir frustrasi, mengumpat sembarang, dan berlari kesetanan menuju ruang direktur. Mengabaikan kesopanan. Mengabaikan tatapan aneh karyawan lain yang ia tahu betul ke mana arah pemikiran sebenarnya, 'bagaimana seorang staf baru memaksa bertemu direktur sambil berteriak'.
"Aku bilang sekarang!" Jisa terus berkoar, melampiaskan kemarahannya pada salah satu karyawan yang menghalang-halangi niatnya. "Kalau kau tidak ingin mendengar keributan, tolong biarkan aku masuk dan bertemu dengan Direktur Bang!"
Kubikel dekat pintu ruangan direktur menjadi ikut kacau. Banyak karyawan yang tertarik melihat saat suara tinggi Jisa memenuhi penjuru ruangan.
"Direktur Bang tidak bisa diganggu sekarang, Nona. Mohon bersabar!"
Jisa memutar bola mata malas. Kalimat itu sudah dikatakan berulang kali, tapi Jisa yakin itu tidak lebih dari akal-akalan. Tujuan sebenarnya adalah menghalau siapa pun untuk bertemu dengan Direktur Bang entah sebab apa.
"Jangan berbohong. Aku tahu dia ada di dalam. Menemuiku sebentar saja rasanya tidak masalah."
"Tapi Direktur Bang memang sedang sibuk, Nona. Pekerjaannya kali ini lebih penting dari apa pun karena harus diselesaikan hari ini juga. Tolong mengerti!"
Akhirnya setelah beberapa detik berpikir, ia memutuskan untuk mengalah. Percuma memaksa. Hasilnya akan tetap sama.
"Jadi, berapa lama aku harus menunggu?"
Terdengar helaan napas lega karyawan yang sejak tadi berusaha mencegahnya. "Kira-kira dua jam lagi, Nona." Kali ini suaranya pun terdengar lebih lembut.
"Baiklah, aku akan menunggu. Tunggu---DUA JAM?"
Semua orang yang ada di ruangan itu kompak berjengit. Suara melengking Jisa memang tidak diragukan lagi. Pun sangat menggangu saat kesibukan bekerja sedang berlangsung.
"Maafkan aku."
Jisa membungkuk badan hormat. Terlebih merasa menyesal.
"Kalau begitu aku akan kembali dua jam lagi," putusnya. Sebelum menciptakan kekacauan lebih.
_ _ _ _
Jisa tak henti memegang dada. Barusan menjadi hal tergila yang pernah ia lakukan di tempat kerja. Sebelum diterima bekerja di Jinhit Entertainment, ia sempat bekerja di sebuah toko swalayan. Pengalaman satu tahun menjadi modalnya untuk menghadapi berbagai macam orang. Dia pandai mengontrol diri. Namun, hari ini ia seperti keluar dari batas. Seperti kewarasannya sesat hilang.
Tanpa sadar ia hampir masuk ke dalam lift kalau tidak suara tegas seorang pria membuatnya berhenti seketika. Fokus melihat sepatu mengkilap sampai tiba-tiba lekas mundur saat merasakan proporsi tubuh berjarak tipis.
"Lift ini rusak, Nona. Apa kau tidak melihat papan pengumuman yang besar berdiri tepat di sampingmu?"
Jisa mengerjab beberapa kali. Mendongak sebentar sebelum menunduk dalam. Jantungnya refleks bereaksi, bertepatan dengan senyum termanis terulas dari sang lawan.
"Kau bisa menggunakan lift lain," tuturnya lembut. Suaranya terdengar halus, teduh, merambah menghanyutkan. Bagai menghirup udara pegunungan bercampur setetes embun pagi dan bunga lily.
Bahkan, Jisa rela untuk mendengar suara itu semalaman.
"Jadi bagaimana?" Pria itu masih menunggu respon Jisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG DEAL (Remake Dari "Shit!")
Fiksi Penggemar"Apa idol-idol itu tak ingin berkencan? Di umur mereka, seharusnya seks sudah menjadi kebutuhan." "Mereka sudah memiliki kita." "M-maksudmu?" "Kau tak membaca surat kontraknya? Di sana menjelaskan bahwa pekerjaan kita tidak hanya menjadi asisten." N...