Entah adiktif apa yang ada pada diri Jisa. Setelah mereka melakukannya untuk yang pertama, Jimin tak bisa mengalihkan pikirannya pada sosok Jisa. Bagaimana wanita itu mendesah di bawah kuasanya, menggigit bibirnya, tubuh indah itu selalu menjadi sasaran pelepasan terbaik Jimin yang kini terbiasa dengan aroma khas bercinta.
"Jim, jangan begini. Kau ada jadwal kan hari ini."
Jisa mengalihkan pikiran Jimin dengan sebuah alasan, tetapi Jimin tetap diam. Senyumnya malah mengembang hingga kedua matanya nyaris tenggelam. Satu tangan Jimin membelai lembut rambut Jisa bersama tatapan yang cukup dalam, bertahan lama.
"Sebentar saja, Ji. Sebentar aku ingin melihatmu begini."
Tak ada jawaban dari Jisa selain anggukan malu-malu. Dia juga menikmatinya sebesar apa yang Jimin rasa. Tiga bulan ini Jimin sudah membawanya pada titik dinamakan kenyamanan. Jimin membuatnya terbiasa dengan kehadiran dan sentuhan hangat pria yang ternyata makin menunjukkan sisi lainnya. Jimin meneteskan keteduhan dari cecap perhatian hingga terkadang ia tidak bisa membedakan statusnya hanya sebagai asisten biasa.
Jimin menatap Jisa sebentar sebelum mendorong tubuh Jisa yang lumayan berat untuk bangkit dari atas tubuhnya. Selanjutnya, sebelah tangannya menarik tubuh Jisa mendekat untuk duduk bersama. Dia perlu bicara banyak.
"Terima kasih karena masih bertahan sejauh ini. "
Jimin sudah lama ingin mengatakan kalimat ini. Beberapa hari belakangan intensitas sex mereka memang bertambah sering. Entah karena Jimin membutuhkannya atau kini aktivitas itu berubah seperti candu.
Kemarin setelah pergulatan mereka selesai, Jimin sempat terlelap sebentar. Ketika ia terbangun, Jisa tidak lagi bersamanya, wanita itu tengah menikmati angin malam di balkon kamar yang dilindungi kaca gelap jika dilihat dari luar. Jimin berniat mendekat, tetapi langkahnya tertahan ketika mendengar suara isak yang terdengar memilukan.
Jisa terlalu pandai menyembunyikan kesedihannya, berpura-pura seolah ia baik-baik saja. Hatinya tiba-tiba bergetar dan ia ingin sekali memeluk wanita itu dari belakang. Namun, niatnya kembali pecah ketika sederet kalimat tepat mengunus jantungnya. Padahal, ia sedikit lagi mampu menjangkau tubuh kecil itu, tak lebih dari lima langkah, hanya terhalang sebuah pintu kaca.
'Aku membenci Jimin.'
Jimin terpaku di tempat. Pandangannya berkabut karena tanpa aba-aba air matanya hendak luruh. Semenit kemudian ia baru tersadar atas kesalahannya yang terlalu besar. Dia telah menghacurkan hidup Jisa.
Namun, Jimin kalah pada egoismenya. Daripada melepaskan, Jimin bersikukuh untuk mempertahankan. Ya, ia ingin Jisa menjadi miliknya. Terlepas dari gadis itu membencinya dan ingin lari meninggalkannya.
"Aku memang bertahan bukan? Lagi pula aku tak punya tujuan hidup lagi."
Lantingan kalimat yang memang benar adanya. Jisa menahan diri kuat-kuat untuk tidak terbawa suasana. Senyum palsu kembali tersemat untuk sebuah pembodohan.
Sayangnya, Jimin jelas tahu itu hanya bualan. Namun, langkah terbaik yang ia ambil adalah berpura-pura percaya atas semua tindakan Jisa yang penuh kepura-puraan. Terkadang, Jimin perlu memberikan ruang untuk orang lain berperan demi menjaga harga diri.
Maka, saat ini ia mengangguk. Lalu, sebelah tangannya menepuk pelan puncak kepala Jisa intens.
"Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang."
Helaan napas Jimin terdengar setelahnya. Sebenarnya ini bukan pilihan yang tepat. Mengajak Jisa bertemu dengan seseorang di masa lalu terdengar sedikit gila. Apa tujuan Jimin sebenarnya.
Namun, respons yang Jisa tunjukkan menunjukkan antusias.
"Siapa? Apa dia seorang idol? Atau mungkin aktor? Dia tampan sepertimu?"
Rentetan pertanyaan itu mengundang tawa geli. Betapa polosnya wanita ini.
"Tidak ada pria yang lebih tampan dariku."
Huh, percaya diri sekali.
Sisa-sisa tawa Jimin masih terdengar sekian detik. Hal yang membuat Jisa kesal karena Jimin tak segera memberitahunya.
"Siapa? Siapa yang ingin kau kenalkan padaku? Cepat katakan!"
"Oke, oke," sambar Jimin sebelum berdeham. Dia seorang wanita.
Jisa menunjukkan kekecewaan yang dibuat-buat. "Aku pikir kau akan mengenalkanku pada pria tampan."
"Yang akan aku kenalkan padamu ini adalah orang yang paling spesial dalam hidupku."
Terkaan yang ada dalam otak Jisa atas deskripsi yang Jimin berikan hanya satu, Ibu. Jimin pernah mengatakan bahwa ibunya adalah satu-satunya wanita yang paling berharga dalam hidup Jimin.
Astaga, apa itu artinya Jimin akan membawanya menemui ibunya?
"Aku menunggu hari itu."
.
.
.
.
Spoilernya dikit aja ya, dear. Next baru maturenya. HeheH-4 pemesanan. Harga 30k dan sampai ending. Tapi, ini hanya untuk yang cukup umur karena ini HARD!!!
SAMPAI KETEMU DI SPOILER SELANJUTNYA 21+
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG DEAL (Remake Dari "Shit!")
Fanfiction"Apa idol-idol itu tak ingin berkencan? Di umur mereka, seharusnya seks sudah menjadi kebutuhan." "Mereka sudah memiliki kita." "M-maksudmu?" "Kau tak membaca surat kontraknya? Di sana menjelaskan bahwa pekerjaan kita tidak hanya menjadi asisten." N...