Saat itu hatiku semakin bahagia dan menurutku senja itu berubah menjadi senja yang sanngat indah. Ya senja yang indah, tapi indah bukan karena langitnya berubah menjadi jingga. Langit kala itu tetaplah dengan hitamnya, tapi hati inilah yang berubah menjadi berwarna karena gadis yang belum lama muncul dipikiranku, kini sedang bersamaku di atas motor antikku. Aku sendiri yakin bahwa A100-ku juga bahagia karena dinaiki oleh seorang bidadari. Trenggggggg ..., seperti itulah kurang lebih suara motorku saat membelah air yang menggenang di jalanan. Motor A100-ku melaju dengan gagahnya diantara motor-motor lain yang lebih muda. Namun, bukan gagah karena kecepatannya ataupun bodynya yang besar tapi gagah karena berhasil membawa bidadari diatasnya. Kurang lebih 15 menit kami melaju di jalanan yang cukup ramai, hujan pun mulai turun lagi, turun membasahi bumi.
"Maaf Vi merapatlah, biar badanmu gak basah, soalnya aku gak bawa jas hujan," ucapku dengan lirih karena aku sendiri agak takut untuk mengatakan itu.
"Modus ya? Modus biar bisa deket denganku, iya to?" nada bicara Vio terdengar setengah mengejek, tapi hal itu malah membuat hatiku ini bertambah senang.
"Enggak, ini cuma biar kamu gak basah, Vi."
"Iya po, Ndi?" tanya Vio seolah tidak percaya.
"Iya Vi, buat apa coba aku bohong." Aku mencoba membela diri.
"Hmmm," Vio mencubit pinggangku.
Aku sangat tidak percaya akan apa yang terjadi pada senja dikala itu, aku kira dia akan marah. Namun, yang terjadi sangatlah berbeda. Vio malah mendekatkan tubuhnya kepadaku. Mungkin saat itu orang-orang yang melihat kami akan teringat salah satu film yang pernah booming beberapa bulan lalu. Film Dilan tepatnya. Aku dengar ada adegan dalam film tersebut dimana sang tokoh utama sedang naik motor bersama pacarnya di bawah air hujan, seperti kami lakukan.
"Eh, Vi! sekarang kesibukanmu apa?" aku mencoba mengajaknya ngobrol agar perjalanan ini tidak terlalu membosankan baginya.
"Kuliah emang kenapa?" Vio mendekatkan kepalanya ke kepalaku.
"Kuliah di mana emangnya?" Aku semakin kepo.
"Di UNY,Fakultas MIPA semester 5 mau ke 6," jawab Vio dengan nada sedikit kesal.
"Wuih lengkap banget jawabnya," Aku sedikit tertawa.
"Biar kamu gak tanya-tanya terus," jawab Vio masih dengan nada kesal.
"Gitu aja marah. Ya udah deh aku gak tanya-tanya lagi," Aku berlagak seperti orang yang sedang merajuk.
"Hehehehe, enggak-enggak aku cuma bercanda."
Citttttttt..., rem motorku kembali menjerit dan motorku pun berhenti tepat di halaman sebuah rumah kecil yang cukup bagus. Rumah yang terakhir kali kukunjungi 5 tahun yang lalu. Setelah mematikan mesin, aku mengamati keadaan di sekitar rumah Vio. Ternyata keadaannya tidak jauh berbeda dengan saat aku terakhir kali aku kesini, pikirku. Kiri kanan rumah masih ada halaman kosong, jarak antar rumah penduduk masih cukup jauh. Sangat berbeda dengan desa tempat aku tinggal, di desaku rumah yang satu dengan yang lain bisa dikatakan tidak memiliki jarak.
"Eh nak Andi ya? Benarkan?" seorang perempuan setengah baya tiba-tiba saja bertanya padaku dari jarak yang cukup jauh.
"E-eeh, iya Tante," jawabku sekenanya sambil menganggukan kepala agar terkesan lebih menghormati, meski sejujurnya aku sedikit terkejut kala itu.
"Kok lama gak keliahatan e, Nak?"
"Sibuk dengan sekolah tante dan sekarang ganti sibuk dengan pekerjaan," jawabku santun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frame Memory
RomanceAndi Osborn. Seorang laborat dan pembalap. Pada senja 1 Juli 2018 bertemu Viona Sabila dan temannya yang bernama Indah setelah lama tidak bertemu. Setelah pertemuan itu, kedekatan antara Andi dan Vio mulai terjalin kembali. Dimulai dari kencan di ma...