Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang pria tinggi berjalan perlahan lalu membuka satu-satunya pintu besar kamar tersebut, yang mana langsung membuatnya mengerang geli.
*Rrrrgghh menggelikan*
Karena tersadar akan pintu kamarnya yang terbuka, orang disana lantas berhenti mengisyaratkan wanita yang sedang menggelayuti nya untuk menjauh. Membuat sang wanita memberi respon tak suka pada pria tadi yang kini masih berdiri di ambang pintu.
"Bisa kau keluar dulu?" Titah lelaki itu kepada wanitanya.
Dengan sedikit menghentakkan kakinya, wanita itu mau tak mau pergi melangkah keluar melewati pria tinggi tadi yang sama-sama memberikan tatapan tidak suka kepadanya.
Lelaki 24 tahun itu lantas berdiri, membuka lebar-lebar gorden besar disana.
"Mau bahas itu lagi?" Tanyanya sambil menyusul membuka jendela dan membuang pandangan nya menatap jalanan dan gedung-gedung tinggi di kota Tokyo.
"Huh, hampir aja gue jadi penonton gratis." Ujar pria tinggi itu sambil menyusul lawan bicaranya di balkon.
"Salah lo sendiri." Kemudian ia menghela sambil menumpu kedua tangannya di pembatas.
"Udah saat nya kita kembali, Ji."
"Gue belum siap." Jihoon mendongakkan wajahnya menatap langit sambil meresapi hembusan angin yang menerpa.
"Lo ga ngerasa jadi pecundang?"
Seketika Jihoon langsung menoleh.
"Udah cukup buat kita lari, secara ga sadar kita juga ninggalin dia." Lanjutnya.
"Dia duluan yang ninggalin." jawabnya cepat.
Pria tinggi itu lantas mengusap wajahnya kasar, "Terserah lo deh, dasar kepala batu." Ketusnya.
"Gue flight duluan besok. Inget, perusahaan disana lo yang ditunjuk jadi CEO. Jangan kelamaan menghindar, lo juga kan harus urus perj-"
"Gue lempar juga lo dari sini!" Sarkas Jihoon sambil menatap horor lawan bicaranya, Haruto.
"Hehe ya udah itu aja yang mau gue omongin, gue ga mau mati sia-sia ditangan lo." Balasnya dengan sedikit candaan kemudian pergi.
Sebenarnya Haruto mengerti bagaimana perasaan Jihoon saat ini, karena dirinya juga merasakan hal yang sama.
Mereka sudah harus kembali ke negara asal, ke tempat yang sudah memberikan mereka kenangan buruk.
Setelah kejadian itu, segera setelah kondisi mereka pulih keduanya lantas dikirim ke luar negeri oleh Seojoon guna menghilangkan sedikit trauma pada diri mereka. Haruto sendiri sudah dianggap sebagai anak oleh tuan Park.
Mereka menyelesaikan pendidikan bahkan sampai jenjang tertinggi disalah satu universitas bergengsi di US. Dan disaat masih menjadi seorang mahasiswa pun mereka sudah dibimbing oleh Seojoon untuk mengelola dan membangun perusahaan yang saat ini terbilang menjadi perusahaan cukup berpengaruh karena kesuksesannya.