"Ayo ayo buyuan—Dadda, main Tean mau main." Balita itu berlari keluar dari ruangan Jihoon dengan sangat bersemangat.
"Sabar Sean," Jihoon nampak kerepotan dengan tas miliknya, juga tas milik Sean yang berisi segala perlengkapan balita itu.
"Mami kamu ribet lagian, ngapain bawa banyak barang gini, kan bisa beli aja." Gerutunya sendiri.
"Sean, kamu ngapain?" Bingung Jihoon, melihat Sean yang berdiri di samping Lucy sambil menarik-narik nya pelan.
"Mommy," ucap Sean sambil mendongak menatap wanita di sampingnya.
"Iya, nanti bentar lagi Mami pulang kok." Lucy tersenyum kecil lalu mengusap pipi tembam milik Sean. Tapi balita itu malah menggeleng.
"Mau sama Mommy," ucap Sean lagi. Matanya ia buat sendu sambil terus menggoyangkan lengan Lucy.
"Sean!" Suara Jihoon tertahan. Hampir saja ia membentak Sean karena terus-terusan menyebut Lucy dengan panggilan itu.
Balita itu menoleh saat mendengar namanya diserukan dengan sangat tegas. Sean menatap Daddy nya kemudian kembali menatap Lucy. Wanita itu akhirnya berjongkok menyamakan tingginya dengan Sean, lalu melepas lengannya yang Sean genggam dan beralih menangkup pipi balita dihadapannya.
"Sean, kakak masih harus bekerja, jadi ngga bisa ikut."
Oh ayolah, Jihoon tidak tahan dengan drama yang dibuat oleh balita 3 tahun itu. Ia mendekati mereka dan melepas tangan Lucy dari bahu Sean, kemudian ia meraih Sean dan menggendongnya.
"Kamu jangan sok berlagak makanya! Buat apa kamu ngeiyain permintaan Maminya Sean kalau kamu ga sanggup jalaninya?!" Bentak Jihoon.
Lucy hanya diam, perkataan bos nya barusan tidak sepenuhnya salah.
"Papih..." Lirih Sean, dan kini balita itu menangis cukup kencang.
"Hey, Sean. Cup cup kok nangis sih? Ini ada Daddy." Jihoon sedikit merasa panik karena Sean menyebutkan panggilan mendiang ayahnya.
Sean menatap Jihoon sedikit takut, dan tangisannya semakin menjadi serta balita itu seperti ingin melepaskan diri dari gendongan Jihoon.
"Nda mau...papih mau ke papih,"
"Ssssttt, Sean kan mau main sama Daddy, ayo kita main sekarang ya."
Sean tetap meronta minta dilepaskan, membuat Jihoon semakin kelimpungan.
"Sean mau sama Mommy?" Ucap Lucy tiba-tiba. Wanita itu berbicara tepat dibelakang tubuh Jihoon sambil memiringkan kepalanya menyamakan posisi wajah Sean.
Balita itu langsung merentangkan kedua tangannya, dan Lucy mengambil alih tubuh Sean dari Jihoon setelahnya.
Sean masih sesenggukan, tapi sudah tidak menangis lagi ajaibnya.
Jihoon merasa lega karena Sean berhenti menangis. Tapi juga merasa kesal, kenapa harus wanita itu lagi, Jihoon tidak ingin hidupnya berkaitan dengan wanita itu, sebisa mungkin ia tidak akan membiarkan wanita itu memasuki ranah kehidupannya. Semakin itu terjadi, maka persenan kebencian terhadapnya juga semakin besar.
"Cepet!"
Mendengar seruan itu, Lucy segera menutup layar laptop dan meraih tasnya dengan Sean yang masih ia gendong. Jika bukan karena Sean, Lucy juga tidak ingin melakukannya.
Saat itu masih pukul 2 siang, keadaan Lunar corp masih ramai dengan para pegawainya. Lucy hanya fokus pada Sean dan sebisa mungkin tidak ingin terlibat kontak langsung dengan para staff lain.
Karena keadaan kantor yang masih ramai, eksistensi mereka bertiga cukup mencuri perhatian. Beberapa staff yang mereka lewati terkadang menyapa pimpinan mereka, bagaimanapun juga Jihoon tetap sosok panutan sempurna dimata para pegawainya. Kewarasannya perlu dipertanyakan jika ada orang yang tidak terkagum-kagum melihat sosok gagah berwajah tampan dan berkharisma itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Sister S2 || Haruto TREASURE
Random"She's not the same girl." - Disarankan untuk membaca season 1 nya terlebih dahulu, agar mengerti alur yang tercipta di MLS season 2